Jenny sedang memakaikan baju seragam sekolah pada Zaina. Gadis kecil itu terlihat sangat senang saat dia akhirnya bisa merasakan mempunyai sosok seorang Ibu. Jenny menyisir rambut panjang Zaina dan menguncirnya dengan rapi. Setelah selesai mendandani Zaina, barulah dia mandi dan juga bersiap. Pagi ini adalah pertama kalinya Jenny mengantarkan Zaina ke sekolah.
Jenny menuntun Zaina keluar dari kamar setelah mereka siap. "Kita sarapan dulu ya, kamu panggil Daddy ya biar dia sarapan juga sebelum berangkat kerja"
"Baik Bunda"
Jenny berlalu ke ruang makan saat Zaina juga sudah berlalu ke kamar Ayahnya. Jenny menatap makanan di atas meja, berharap jika hari ini dia tidak akan masak dengan sia-sia. Semoga saja suaminya mau memakan masakannya. Meski rasanya Jenny tidak yakin dengan itu.
"Bunda.."
Hildan menatap pada anaknya yang memanggil Jenny dengan panggilan itu. ia tesenyum tipis karena setidaknya Jenny tahu diri akan hal itu.
Jenny tersenyum dan menoleh pada suami dan anaknya. "Ayo sarapan dulu Sayang"
Hildan terdiam beberapa saat ketika mendengar kata sayang yang keluar dari mulut Jenny. Namun ketika Zaina yang berlari dan menghampiri Jenny, baru Hildan sadar jika panggilan Jenny itu untuk anaknya.
Sial. Kenapa aku sampai menyangka jika panggilan itu untuk aku.
"Mas, apa mau sarapan dulu?"
"Hmm"
Jenny tersenyum ketika kali ini Hildan mau sarapan dengannya. Meski wajah Hildan masih terlihat sangat dingin padanya. Namun setidaknya ini sudah menjadi kemajuan yang baik.
"Aku bisa ambil sendiri, kau hanya perlu melayani Zaina saja"
Jenny menaruh kembali piring yang dia ambil di depan Hildan duduk. Tadinya dia berniat menjadi istri yang baik dengan mengambilkan makanan untuk suaminya.Tapi ternyata dia tidak mempunyai kesempatan untuk itu, karena Hildan begitu tidak ingin dia layani sama sekali sebagai seorang istri.
"Bunda, aku ingin makannya di suapi sama Bunda. Soalnya kalau aku minta di suapi sama Daddy, pasti Daddy tidak mau. Daddy selalu bilang kalau aku harus mandiri"
Jenny tersenyum sambil melirik Hildan yang sedang makan. Sepertinya suaminya itu begitu suka dengan masakannya. Terlihat dia makan dengan lahap.
"Memang benar kalau Zaina harus belajar mandiri. Tapi sesekali boleh kok manja dan minta di suapi. Sini,sekarang biar Bunda suapi Zaina.
Dengan lembut Jenny menyuapi Zaina, bahkan dia sendiri belum memakan sarapannya. Tapi lebih dulu menyuapi Zaina. Melihat itu, entah kenapa ada desiran aneh dalam diri Hildan. Namun dia segera mengusir perasaan aneh itu dan menutupi dengan egonya.
"Kau antar sekolah Zaina menggunakan apa?"
Jenny mendongak dan menatap Hildan yang sudah berdiri dan siap pergi bekerja. "Aku bawa mobil, tadi pagi sudah ada orang yang mengantarkan mobil aku. Mas tenang saja, Mas tidak perlu mengantarkan aku dan Zaina ke sekolah"
"Lagian siapa sudi mengantarkan kamu"
Hildan berlalu begitu saja, tanpa berpamitan atau apapun lagi pada Jenny. Membuat Jenny hanya bisa menghela nafas pelan. Dia hanya perlu kuat dan bersabar untuk mendapatkan hati suaminya ini.
"Bunda.."
Jenny menatap pada Zaina yang menatap ke arah Jenny dengan tatapan yang sedih. Zaina seolah mengerti bagaimana sikap Ayahnya pada ibu sambungnya ini. Jenny menyimpan piring berisi makanan di atas meja. Lalu dia memeluk Zaina dengan mengecup puncak kepalanya.
"Tidak papa, yang penting Zaina sayang sama Bunda. Jadi Bunda akan tetap kuat dan bertahan demi Zaina"
"Maafin Daddy ya Bun, dia memang selalu seperti itu pada orang-orang.Zaina sayang Bunda"
Jenny tersenyum mendengar itu, entah kenapa hatinya begitu merasa tersentuh dengan ucapan anak sambungnya ini. Jenny memang sudah se-sayang itu pada Zaina sejak dia pertama kali bertemu dengan anak itu. Dan sekarang Jenny benar-benar sudah menganggap Zaina sebagai anaknya sendiri.
Jenny telah sampai di sekolahnya Zaina, dia turun dan mengantar anaknya smapai gerbang sekolah. Jenny menyadari jika ada pasang mata yang menatapnya, seolah dia ini adalah pusat perhatian.
"Zaina itu siapa yang mengantar kamu, Daddy kamu mana?"
"Daddy bekerja, ini adalah Bundanya Zaina"
Mendengar jawaban Zaina barusan tentu membuat par ibu-ibu yang ada disana terkejut. Karena yang mereka tahu jika yang Hildan yang mengantar Zaina setiap hari, adalah seorang duda. Tapi ternyata sekarang dia sudah menikah. Padahal ibu-ibu disana selalu menunggu sampai Zaina datang hanya untuk melihat ketampanan Ayahnya Zaina itu.
Jenny tersenyum pada ibu-ibu itu, dia berusaha untuk bersikap ramah pada mereka semua. "Saya Jenny ibu-ibu, saya Ibunya Zaina"
"Ohh, iya Jenny salam kenal dari kita"
Jenny tersenyum dan mengangguk saja, lalu dia kembali fokus pada anaknya. "Belajar yang semangat ya Zaina, kamu adalah anak baik, jadi jangan membuat keributan ya"
"Baik Bunda"
Zaina mencium punggung tangan Jenny, yang di balas dengan dua kecupan di kedua pipinya oleh Jenny.
Setelah memastikan Zaina masuk ke dalam kelas dengan aman dan Jenny juga sudah menitipkannya pada guru.Barulah dia pergi ke toko bunga, mengecek pekerjaan pekerjanya setelah beberapa hari dia tidak datang ke toko.
Jenny sampai di toko bunga dan mengecek beberapa stok bunga yang masih ada dan segar. "Sesil, ini yang layu kamu bereskan dan jangan di satukan dengan bunga yang masih segar. Nantinya akan ke bawa layu. Oh ya, apa sudah ada kiriman bunga untuk acara wedding besok. Ini waktunya sudah mepet sekali?"
"Tadi Sesil sudah menghubungi pengirimnya, katanya siang ini datang. Jadi mungkin akan bisa mulai kita kirim nanti malam dan sekarang rangkai. Memang agak terlambat pasokan bunga datangnya"
Jenny mengangguk mengerti, dia mengambil beberapa bunga yang sudah layu dan memisahkannya dari bunga yang masih segar.
"Yaudah, nanti kalau sudah datang bunganya kamu kabari aku. Nanti malam kita langsung ke lokasi acara dan mengirim bunga untuk acara wedding itu"
"Baik Kak"
Jenny kembali ke sekolah Zaina ketika sudah hampir jam pulang sekolah. Dia menunggu di depan gerbang, disana da sebuah kantin yang mungkin memang sengaja di sediakan untuk ibu-ibu yang menunggu anak-anak mereka.
"Bunda Zaina, sini dong ikut gabung sama kita"
Jenny menoleh dan tersenyum, dia berjalan mendekati ibu-ibu itu dan ikut bergabung dengan mereka. Jenny sebenarnya merasa canggung, karena ini untuk pertama kalinya dia bergabung dengan ibu-ibu seperti ini. Tapi ternyata mereka semua cukup asyik dan bisa diajak ngobrol dengan nyaman.
"Kamu hebat banget bisa mendapatkan Daddynya Zaina. Tahu sendiri kalau dia itu sangat dingin"
Jenny tersenyum, dia juga tidak tahu kenapa Hildan memilihnya untuk di nikahi meski tak dia cintai. Tapi mau bagaimana lagi karena Jenny sudah terlanjur jatuh cinta pada Hildan. Selama pendekatan itu dia terlihat begitu tulus dan baik, membuat Jenny tidak bisa untuk tidak jatuh cinta padanya.
"Mungkin memang sudah jodoh saja Bu" jabawan Jenny yang singkat dan padat.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Anna Rakinaung
good
2023-06-29
1
Anna Rakinaung
bagus
2023-06-29
0
Yoo anna 💞
hildan jadi contoh papa yg oon udah jelas jelas di depan mata ada wanita baik hati begtu tulus dgn anaknya, menjadi ibu sambung untuk anaknya,, eeh ini malah sikapnya ke kanak kanakan,,
yg penting yg di pikirkan itu wanita yg baik sama ank masih ada aja sudah bersyukur, ini kok malah seolah-olah kek anak lajang yg di paksa nikah tanpa cinta 😌
2023-04-09
0