Hildan pulang ke rumah malam ini, dan dia langsung meradang ketika melihat pemandangan di depannya saat ini. Bagaimana Dio yang duduk di atas sofa bersama dengan Jenny. Terlihat Dio yang memegang tangan Jenny, semakin membuat Hildan termakan amarah. Hildan berjalan menghampiri mereka, dia menarik Jenny hingga gadis itu berdiri dengan susah payah karena kakinya yang masih sakit.
"Apa yang kalian lakukan selama aku tidak ada?"
"Mas, aku tidak melakukan apapun dengan Mas Dio"
"Iya Dan, aku tidak melakukan apapun dengan istrimu"
"Jelas kau memegang tangan istriku! Apa maksudnya?"
Jenny langsung mendongak dan menatap Hildan yang berdiri di sampingnya. Untuk pertama kalinya Jenny mendengar Hildan mengakui dirinya sebagai istrinya. Jenny tidak tahu kenapa Hildan sedikit berubah padanya. Perubahan Hildan ini malah membuat Jenny semakin sulit untuk melupakan perasaan cintanya pada Hildan.
"Sekarang kau pergi"
Dio menatap Jenny yang malah menatap Hildan dengan tatapan yang bisa Dio artikan sebagai tatapan penuh cinta. Akhirnya Dio mulai menyadari kenapa Jenny pasrah saja di perlakukan seperti itu oleh Hildan, semuanya karena dia mencintai pria itu.
"Aku akan pergi, tapi ingat, jangan sampai kau menyakiti Jenny. Awas saja kalau kau sampai berani memukulnya!"
Dio menatap Hildan yang tidak menjawab apapun. Dia menatap tangan Hildan yang masih menggenggam tangan istrinya itu. Entah dia sadar atau tidak. Dio berlalu dari rumah itu. Meninggalkan Jenny yang masih merasa takut dengan suaminya ini.
"Duduk kau!"
Jenny langsung berjalan ke arah sofa dengan sedikit terpincang-pincang. Duduk diatas sofa dengan wajah menunduk, dia takut suaminya akan memukulnya lagi.
"Sekali lagi aku melihatmu bersama dengan pria itu, maka kau akan habis"
Jenny mengangguk, dia tidak mungkin bisa membantah Hildan. Dia juga tidak menjelaskan apapun, karena tahu jika suaminya akan lebih murka jika Jenny berusaha berkilah.
Jenny mendongak dan menatap suaminya dengan yang berlalu begitu saja ri hadapannya. Untuk kedua kalinya Hildan tidak memarahinya seperti sebelumnya. Bahkan Hildan tidak membentak dirinya seperti biasa.
Dan beberapa hari selanjutnya, Hildan masih melakukan hal yang sama. Jenny mulai berharap jika suaminya benar-benar akan berubah. Meski tatapan Hildan selalu dingin padanya.
"Sarapan dulu Mas?"
Hildan tidak menjawab, tapi dia duduk di kursi meja makan dan mengambil makanan di depannya. Jenny tersenyum tipis melihat itu, setidaknya Hildan tidak lagi membuat dirinya takut padanya.
"Bunda, Zaina sudah selesai makannya"
"Yaudah, ayo kita berangkat sekolah"
Keadaan Zaina sudah memungkinkan untuk dia berangkat sekolah. Meski sebenarnya, Jenny masih merasa sakit di kakinya. Namun dia tetap melakukan tugasnya untuk mengantar sekolah Zaina. Mobil Jenny juga sudah di perbaiki dan sudah bisa di pakai kembali. Beruntung karena Jenny tidak mengalami trauma.
"Mas aku izin pergi mengantar sekolah Zaina"
"Hmm"
Jawaban seperti itu sudah menjadi terbiasa untuk Jenny. Jadi dia tidak perlu merasa kecewa dengan jawaban suaminya yang hanya sebuah deheman biasa.
######
Hari ini sebelum menjemput Zaina ke sekolah, Jenny mampir ke rumah Ibu, dia mencoba untuk tetap terlihat baik-baik dengan kakinya yang terasa sakit. Namun Jenny tetap mencoba untuk berjalan biasa dan normal ketika dia menemui Ibunya. Jenny tidak mau sampai Ibu curiga dengan semua yang terjadi pada anaknya ini.
"Kamu bahagia Nak?"
Pertanyaan pertama yang membuat Jenny terdiam. Dia sendiri saja bingung apa dia bahagia atau tidak dengan pernikahan ini. Jenny saja tidak tahu harus melakukan apa ketika dia tidak mau lepas dari pria yang dicintainya, namun hatinya telah di lukai olehnya. Tapi beberapa hari terakhir, sikap Hildan yang berubah padanya membuat dirinya merasa lebih tenang dan tidak merasa takut lagi pada Hildan.
"Bahagia Bu, Mas Hildan baik sama aku dan aku juga sangat menyayangi Zaina. Jadi aku sangat bahagia"
Ibu mengangguk, dia senang mendengar anaknya yang ternyata sangat bahagia dengan pernikahannya ini. Meski hati Ibu tetap merasa tidak enak, namun dia mencoba untuk menghindari perasaan dan pikiran buruk itu. Ibu tidak mau berprasangka buruk dengan anaknya. Tidak mungkin dia akan berbohong padanya tentang pernikahan yang sedang dia alami itu.
"Yasudah Bu, aku mau jemput Zaina ke sekolah dulu ya"
"Iya Nak, hati-hati di jalan"
"Baik Bu"
Jenny pergi ke sekolahan Zaina, namun ketika dia sampai dia tidak menemukan Zaina dimana pun. Bertanya pada gurunya, mengatakan jika Zaina sudah ada yang menjemput. PIkiran Jenny semakin kacau, dia bingung harus mencari Zaina kemana. Jenny benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini.
Sambil mengemudi dan melirik kanan kiri berharap Zaina akan berada di sana. Namun tidak ada, akhirnya meski takut Jenny menghubungi suaminya. Dia tidak mungkin diam saja jika Zaina hilang dan tidak memberi tahu Ayahnya.
"Hallo Mas, Zaina hilang"
"Apa? Sialan, apalagi yang kau lakukan"
Jenny memejamkan matanya, untuk pertama kalinya lagi setelah hampir 3 minggu Jenny tidak mendengar bentakan suaminya lagi dan sekarang dia mendengarnya lagi.
"Aku tidak tahu Mas, pas aku jemput ke sekolah Zaina sudah tidak ada"
"Sial"
Jenny sudah siap menerima hukuman dari suaminya yang pastinya akan sangat marah. Jenny tidak akan bisa menghindar lagi dari kemarahan Hildan padanya. Terus berkeliling, tapi Jenny tetap tidak menemukan keberadaan Zaina. Membuat dia memilih untuk pulang ke rumah dan menenangkan pikirannya yang kacau. Jenny tidak mungkin terus mencari dengan keadaan pikirannya yang kacau seperti ini.
Ketika Jenny sampai di rumah bertepatan dengan mobil suaminya yang juga baru sampai di rumah. Jenny menatap Hildan yang keluar dari mobil dengan wajah menunduk. Hildan menghampirinya dan menarik tangannya kasar dan membawanya ke dalam rumah. Membanting tubuh Jenny ke atas lantai hingga dia menjerit.
"Sepertinya selama ini aku terlalu baik padamu sampai kamu terlalu lalai dengan semua ini. Dimana putriku sialan?" Hildan menendang kaki Jenny dengan kuat.
Arghh..
Jenny menjerit kuat dengan kakinya yang semakin terasa sakit. Dia mendongak ketika Hildan menjambak rambutnya dengan kuat. Air matanya sudah tidak tertahankan lagi.
"Jangan kau pikir aku baik padamu selama ini karena memang aku mempunyai perasaan lebih padamu. Tidak. Aku hanya sedang malas berurusan denganmu, tapi ternyata aku terlalu baik padamu hingga kau telah membuat anakku hilang sekarang"
Hancur semua harapan dalam diri Jenny, dia yang berharap jika suaminya benar-benar mulai berubah. Tapi nyatanya Hildan hanya sedang malas menyiksa dirinya.
"Maafkan aku Mas, aku akan cari Zaina sampai ketemu"
"Tidak perlu, lebih baik kau pergi saja dari rumahku. Karena kehadiran kamu hanya pembawa sial dan masalah dalam hidupku"
Deg...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Evy
Tidak di usir saja pasti mau pergi apalagi sudah diusir.pergi aja Jen...sabar banget ngadepin suami Dajal.pasti Erina yang jemput Zaina... cinta boleh... bodoh jangan...
2025-03-08
0
Runik Runma
tinggal kn dn pergi se jauh mungkin jen
2023-12-18
0
Mia Sukatmiati
Lebih baik pergi Jen,,km masih punya ibu yg menyayangi,kasihan ibumu yg berjuangembesarkanmu dengan kasih sayang jika km hanya berakhir menjadi istri yg diperlakukan spt sampah
2023-10-02
0