Sebuah video rekaman cctv yang menunjukan beberapa menit sebelum Zaina meninggal har itu, terlihat Erina yang masuk ke dalam ruang rawat Zaina di saat suasana disana sedang sepi. Hingga beberapa saat kemudian dia keluar dari ruangan Zaina dengan tersenyum misterius dan ditangannya ada sebuah kertas. Dan Hildan meyakini jika kertas yang di pegang oleh Erina itu adalah surat yang saat ini berada di tangannya.
"Apa kau tidak menemukan cctv di ruangan Zaina ada saat itu?"
"Masih dalam proses pencarian, karena kejadian itu sudah terjadi terlalu lama jadi rekaman cctv nya masih tertimbun dengan rekaman-rekaman video yang baru"
Hildan mengangguk mengerti, dia menaruh kembali ponsel milik asistennya itu di atas meja. "Kau lanjutkan penyelidikanmu ini. Aku ingin kejelasan tentang semuanya. Dan tolong kirimkan rekaman cctv itu padaku"
"Baik"
Setelah membicarakan tentang hal itu, Hildan kembali ke rumahnya. Hildan menghela nafas berat ketika dia membuka pintu rumah, tiba-tiba saja semua bayangan ketika dia menyiksa Jenny langsung terlintas dalam ingatannya. Bagaimana Hildan yang selalu membuat Jenny tersiksa hingga untuk menatapnya saja begitu takut.
"Ya Tuhan, ternyata sesakit ini ketika aku mengingat semuanya. Kenapa saat itu aku begitu membencinya dan bahkan sering kali melukai fisik dan batinnya. Maafkan aku Ya Tuhan"
Hildan masuk ke dalam kamarnya, dia menghela nafas pelan ketika melihat sprei yang masih berantakan bekas permainannya dengan Jenny. Hildan duduk di pinggir tempat tidur dan melihat noda merah di sprei putih itu. Entah kenapa tiba-tiba air mata menetes begitu saja di pipinya. Hildan mengusap kasar air mata yang menetes di pipinya itu.
Dia naik ke atas tempat tidur, dan tidur dengan meringkuk disana dengan memeluk bantal yang waktu itu di pakai oleh Jenny. Aroma tubuh Jenny masih tercium dari bantal itu. Tangisannya juga tidak bisa dia tahan lagi.
"Maafkan aku Jenny, aku menyesal telah melakukan hal itu padamu"
Penyesalan yang baru saja Hildan rasakan saat ini. Ketika dia merasa hampa tanpa kehadiran Jenny, ketika Hildan merasa jika kehadiran Jenny cukup berarti dalam hidupnya. Bagaimana Jenny yang begitu sabar menghadapi sikap Hildan yang arogan. Namun kali ini, Jenny yang sudah pergi membuat Hildan sadar jika dia sudah menemukan sosok gadis yang begitu tulus dan sabar menghadapinya.
Sayang, semuanya sudah terlambat. Jenny sudah pergi dan tidak tahu dimana dia sekarang. Entah kemana Hildan harus mencarinya.
"Maafkan aku"
Lirih terdengar kalimat itu yang terus terucap ketika Hildan sudah memejamkan matanya dengan bayang-bayang Jenny yang terus memenuhi pikirannya.
######
Jenny terbangun pagi ini dan langsung memeluk Gevin yang masih terlelap di sampingnya. Dia memang tidur di kamar Gevin, anaknya Vania dan Gara.
"Ayo bangun Gevin, kamu sekolah hari ini" bisik Jenny di telinga Gevin
"Emm. Sebentar Bibi, aku masih mengantuk"
Jenny tertawa melihat wajah bantal Gevin, dia masih belum bangun namun sudah bergumam pelan. Jenny malah semakin senang mengganggunya, dia mengecupi pipi Gevin dengan gemas. Membuat anak itu kesal dan akhirnya bangun juga karena tidurnya terus di ganggu oleh Jenny.
"Bibi Jenny ini selalu saja mengganggu Gevin tidur"
Jenny tertawa melihat wajah cemberut keponakannya ini. "Ayo mandi dan siap-siap sekolah, hari ini biar Bibi Jenny yang mengantarkan Gevin ke sekolah. Nanti pulangnya kita langsung pergi jalan-jalan"
Mendengar itu membuat Gevin langsung semangat. Dia segera turun dari atas tempat itu. "Ayo Bi, aku bisa mandi sendiri kok. Bibi tunggu saja disini"
Jenny hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Sampai sebesar ini dia masih melihat Gevin yang tidak akan pernah bisa menolak ketika Jenny mengajaknya pergi jalan-jalan.
Dan setelah Gevin siap dan Jenny juga sudah selesai mandi dan bersiap. Mereka berdua keluar kamar dan menemui Vania dan Gara yang sudah berada di ruang makan.
"Bu, dimana adik?"
"Masiih tidur Nak"
Gevin mengangguk, lalu dia duduk di kursi meja makan disamping Jenny. Vania tersenyum melihat kedekatan anaknya dan Jenny. Memang jika ada Jenny, maka dia yang sebagai Ibunya saja selalu merasa terkalahkan oleh Jenny. Karena memang Gevin yang lebih dekat dengan Jenny, atau mungkin memang pada dasarnya Jenny yang menyukai anak kecil.
"Wah udah punya adik, sekarang di panggilnya apa dong? Kakak atau Abang?"
"Dia ingin di panggil Abang" Vania yang menjawab
Jenny terkekeh kecil sambil mengelus kepala Gevin. "Oh ya Va, hari ini biar aku yang mengantar Gevin sekolah dan nanti pas pulang sekolah aku mau langsung ajak dia jalan"
Vania mengangguk, setidaknya Jenny bisa sedikit melupakan semua masalahnya dengan kehadiran Gevin. "Yaudah, aku juga mau ikut kalau gitu. Kita jalan-jalan bareng"
"Ekhem"
Suara deheman keras dari Gara membuat Vania menghembuskan nafas pelan. Dia jadi bingung sendiri harus melakukan apa saat ini, karena pasti suaminya melarang dia untuk pergi jika bukan dengannya.
"Sayang, ini perginya sama Jenny loh. Bukan sama siapa-siapa"
Jenny yang melihat keposesifan Gara pada sahabatnya ini hanya tersenyum tipis. Rasanya memang harus seperti ini untuk sepasang suami istri. Karena saling cemburu dan posesif memang dasar dari sebuah cinta yang begitu besar untuk pasangan kita. Namun Jenny sama sekali tidak pernah merasakan hal seperti ini. Tidak mungkin juga Hildan akan melakukan hal itu padanya, jelas pria itu tidak pernah mencintainya.
"Yaudah si Gara, cuma jalan-jalan ke mall aja. Sama aku juga, aku janji deh bakal jagain istrimu agar tidak melirik pria lain"
"Iya Sayang, lagian aku udah lama tidak pergi jalan bersama Kak Jenny"
Gara menghela nafas pelan, dia juga tidak bisa terlalu mengekang istrinya dan lagipula dia juga tidak bisa melihat tatapan memelas dari Vania. Gara selalu kalah dengan itu.
"Yaudah, tapi pulang sebelum hari sore dan bawa Mbak juga"
Vania mengangguk dengan wajah berbinar bahagia. Tidak papa jika dia harus membawa pengasuh anak keduanya itu. Yang penting dia bisa pergi dengan sahabatnya ini.
Dan siang ini setelah menjemput Gevin pulang sekolah. Jenny dan Vania pergi ke mall untuk jalan-jalan. Sebenarnya sengaja Jenny pergi ke tempat ini hanya untuk menghilangkan segala hal yang memenuhi pikirannya. Semua masalah yang sedang dia hadapi saat ini. Jenny hanya sedang mencari cara untuk melupakan semuanya, meski mungkin hanya sejenak.
Vania tersenyum ketika melihat Jenny yang sedang bermain dengan Gevin di wahana permainan di sebuah playground. Melihat Jenny yang tertawa bahagia membuat Vania merasa senang. Setidaknya sahabatnya itu bisa melupakan masalahnya sejenak.
"Aku yakin kamu pasti bisa melewati semua ini Kak, aku akan selalu ada untukmu"
Saat ini waktunya Vania yang menemani Jenny di saat terpuruk dalam hidupnya. Karena sejak dulu dia selalu bersama dengan Jenny ketika dia sedang dalam masalah. Jenny yang selalu ada untuk Vania dalam keadaan apapun. Dan saat ini adalah waktunya Vania yang ada untuk Jenny disaat Jenny yang sedang dalam jeratan masalah pernikahannya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
uyhull01
silahkan menikmati penyesalan mu Hil,
2023-04-11
1
Siti Nurmilah
nyesel kan kmu hildan
2023-04-11
0