Support System

"Lalu bagaimana denganmu, Mbak?" tanya Fajar mulai mengarah pada maksud hatinya. Mengorek sekecil apapun isi hati dari wanita yang sudah mengusik hatinya.

Hening menyergap seketika, Liani sedikit tersentak dengan pertanyaan Fajar namun dia berusaha untuk tenang. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan pemuda itu.

"Aku? Ada apa denganku?" tanya Liani berpura-pura tidak mengerti arah pertanyaan Fajar.

"Apakah Mbak masih menunggu laki-laki itu datang? atau sudah bisa menerima orang baru?" Fajar yang sudah mengetahui kisah Liani dari Uwa nya yang dulu tinggal satu asrama dengan gadis itu saat menuntut ilmu di negeri orang bertanya langsung pada inti maksudnya.

"Laki-laki siapa? Kamu tahu apa?" Liani semakin tersentak, dia sedikit meninggikan intonasi bicaranya saat merasa Fajar sudah lancang memasuki ranah pribadinya. Bagi Liani hubungannya dengan Fajar hanya sebatas rekan kerja, dia merasa Fajar sudah lancang mempertanyakan hal yang merupakan privasinya.

"Aku sudah tahu semuanya tentang Mbak dari Uwa. Maaf kalau aku lancang, tapi aku hanya sedang memaksimalkan ikhtiyar barangkali aku berkesempatan menjadi orang yang bisa memasuki hati Mbak" secara tidak langsung Fajar sudah menyatakan cintanya, dia tidak menggunakan kata-kata romantis untuk melakukannya namun bagi Liani pemuda itu cukup pemberani di matanya. Liani pun tergelak kecil saat mendengar penuturan Fajar.

"Aku serius Mbak? Aku ingin mengenal Mbak lebih dalam tapi hal itu akan lebih leluasa jika kita sudah berada dalam ikatan yang halal" lanjut Fajar dengan penuh penekanan, dia benar-benar to the point menyampaikan maksud hatinya.

Kebersamaannya dengan Pak Hakim beberapa hari yang lalu memberinya energi untuk menyatakan apa yang seharusnya dia nyatakan.

"Haha...." tawa Liani akhirnya pecah, dia tak sanggup lagi menahannya.

"Kenapa Mbak? Mbak tidak percaya dengan apa yang aku katakan? Sekali lagi aku tegaskan, jika aku serius dengan semua yang aku katakan." Lagi-lagi pemuda yang terlihat irit bicara itu kembali berbicara panjang lebar.

"Maaf...bukan maksudku mengejekmu. Aku hanya syok kamu melamarku" jelas Liani dengan tawa yang masih tersisa.

"Aku belum pernah pacaran Mbak, aku pun belum pernah menyatakan perasaanku pada wanita manapun. Ini pengalaman pertamaku, maaf jika aku terlalu lancang" suara Fajar melemah, dia tahu kemungkinan dirinya diterima oleh Liani sangatlah kecil.

Dari cerita uwa nya tentang kisah percintaan Liani, Fajar tahu jika tidak mudah untuk gadis itu untuk kembali jatuh cinta dan membuka hati. Apalagi usia mereka yang terpaut dua tahun, dimana Fajar lebih muda dengan Liani bisa jadi menjadi bahan pertimbangan Liani dalam menentukan kriteria calon pasangannya. Namun selama Allah menjadi tujuan, Fajar yakin tidak akan ada perjuangan yang sia-sia, selama Allah yang menjadi sandaran maka tidak akan ada do'a yang percuma. Fajar pun sudah menyiapkan diri, jika Liani menolaknya maka hal itu tidak akan merubah apapun, termasuk hubungan baiknya dengan Liani selama ini.

"Kang Fajar..." Liani menghela nafas menjeda ucapannya, dia pun mulai berbicara serius.

"Aku bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta. Namun sekalinya aku jatuh cinta ternyata hanya kecewa yang kudapat. Jika Kang Fajar sudah mengetahui tentang aku dengan semua cerita hidupku terutama dalam hal percintaan, aku rasa Kang Fajar akan bisa lebih memahamiku" Liani menatap sekilas Fajar, mereka memang duduk bersisian di taman itu namun cukup berjarak. Pemuda itu pun hanya memandang lurus ke depan, tanpa sedikitpun menoleh ke arah Liani walau dia tahu jika Liani tengah menatapnya.

"Bagiku, butuh waktu lama untuk sampai pada titik rela. Melewati rasa sakit, pikiran yang rumit, berkelahi dengan ego sendiri, serta banyak rasa sesak yang tak bisa diungkap. Semua tidak sesederhana mengucapkan kata ikhlaskan saja" Liani kembali menarik nafas dalam. Berharap pemuda itu mengerti seperti apa sekarang keadaannya.

"Aku faham Mbak, aku hanya ingin berpesan, jangan takut membuka hati hanya karena masa lalumu. Trauma boleh dipulihkan tapi jangan abaikan orang-orang yang ingin mendekatimu hanya karena ketakutanmu di masa lalu. Bisa jadi, orang yang kamu abaikan adalah jawaban dari do'a-do'amu." Fajar berdiri dari duduknya, sekilas dia menoleh pada Liani yang masih duduk dan menundukkan kepalanya, menggenggam erat buku catatannya.

"Jika yang lama saja belum kau lepas dengan tuntas, bagaimana mungkin yang baru bisa memasuki hatimu" terdengar hembusan nafas berat Fajar,

"Aku pamit duluan ke mesjid, Mbak. Assalamu'alaikum" Dia pun berlalu meninggalkan Liani yang masih terpekur dengan semua kata yang diucapkan pemuda itu.

"Wa'alaikumussalam" jawab Liani lirih, bahkan tidak akan terdengar oleh Fajar yang sudah berjalan semakin menjauh dari tempatnya berada.

Di bawah langit jingga, Liani masih menyendiri. Memikirkan semua hal yang sudah dialaminya selama ini, bayangan laki-laki di masa lalunya kembali menghampiri. Namun kemudian kata-kata terakhir Fajar kembali terngiang di telinganya.

"Jika yang lama saja belum kau lepas dengan tuntas, bagaimana mungkin yang baru bisa memasuki hatimu" hati kecil Liani berbisik jika apa yang dikatakan Fajar memang benar adanya.

☘️☘️☘️

"Memahami laki-laki itu sangat sederhana, jika dia tidak memperjuangkanmu berarti dia tidak butuh kamu dalam hidupnya. Jika dia tidak meluangkan waktunya untukmu, berarti kamu bukanlah tujuan hidupnya. Dan bila tidak mengutamakan kamu di saat kamu sedih dan terpuruk, maka kamu bukanlah prioritasnya. Dari semua itu harusnya kamu sudah cukup sadar, bukannya malah sabar." haha......jawaban ustadzah yang menjadi narasumber dalam acara keputrian yang diadakan setiap hari Jumat sontak membuat para siswi SMA Baiturrahmah kompak tertawa. Gaya penyampaian yang dilakukan sang ustadzah saat mengatakan kalimat terakhirnya membuat para siswi pun turut gemes sendiri.

Hampir satu pekan berlalu sejak pembicaraan pribadinya dengan Fajar di taman kala senja. Sejak saat itu dia belum bertemu kembali dengan Fajar, berdasarkan informasi Fajar tengah sibuk membantu persiapan pernikahan putra pemilik yayasan tempat mereka mengabdi sekaligus donatur terbesar yayasan itu.

Berbeda dengan para siswa dan juga ustadzah lainnya yang bertugas menjadi pembimbing keputrian saat ini tengah tertawa dengan jawaban sang ustadzah dari pertanyaan salah satu siswi saat sesi diskusi, Liani justru meresapi untaian kalimat panjang yang disampaikan sang narasumber dalam hatinya.

Pikiran Liani menerawang ke masa-masa silam. Saat dirinya masih berusaha memperjuangkan apa yang menurutnya perlu diperjuangkan. Mencoba mengikuti kata hati yang sudah terjatuh pada pesona seseorang yang nyatanya berakhir menyedihkan.

Liani ingat betul saat pertama dirinya jatuh cinta adalah ketika laki-laki itu kehilangan cintanya. Dia harus rela mengalah demi sahabat sekaligus saudaranya yang jauh lebih dicintai oleh wanita itu. Saat itu Liani seolah hadir mengobati sayap sang pria yang tengah patah.

Namun setelahnya, disaat itu seseorang dari masa lalu sang pria kembali hadir. Dengan mudahnya dia kembali menjalin hubungan baik dengan seseorang dari masa lalunya itu dan bahkan seolah menganggap kehadiran Liani tidaklah seistimewa yang dirasakan oleh Liani sendiri.

"Sebodoh itukah aku dulu?" gumam Liani dalam hatinya,

Logika kembali mengingatkan dirinya untuk tidak terlalu berharap pada makhluk. Namun entah mengapa, hingga saat ini dirinya masih belum mampu menghilangkan nama yang masih bertahta di singgasana hatinya yang paling tinggi itu. Kepergiannya untuk melupakan justru semakin sering membuatnya mengingat setiap hal yang membuatnya jatuh hati pada pria itu.

"Ustadzah, kenapa melamun?" tanpa sadar seseorang sedang memperhatikannya. Diapun memilih menegur Liani karena sangat terlihat jika ustadzah yang satu itu tengah melamun bukan menyimak pemaparan narasumber.

"Hah, apa?" sontak Liani kaget, karena Naura tiba-tiba menepuk bahunya.

"Ustadzah kenapa melamun?" Naura mengulang pertanyaannya. Saat ini mereka sama-sama menjadi pembimbing pada acara keputrian.

"Aah maaf, aku jadi tidak fokus" kilah Liani berusaha untuk tampil biasa, dia tidak ingin orang lain memandangnya iba.

"Gak apa-apa Ustadzah, kalau ada yang bisa Naura bantu katakan saja" Naura tersenyum manis, selama di yayasan itu gadis itu yang memang paling dekat dengan Liani, kamar mereka pun bahkan bersebelahan.

"Tidak apa-apa ustadzah, saya baik-baik saja" jawab Liani tenang. Dia tidak ingin membuat temannya itu khawatir.

"Terkadang, kita memilih untuk terlihat baik-baik saja bukan karena ada luka yang singgah, tetapi karena masih banyak hal baik yang patut disyukuri" ucapan Naura terdengar bijak, gadis yang usianya jauh berada di bawah Liani itu bahkan mengatakannya dengan sangat tenang dengan seulas senyum yang tulus. Liani merasa tersentuh, lagi-lagi hati kecilnya membenarkan apa yang yang baru saja didengarnya. Orang-orang baru yang dikenalnya di tempat baru itu seolah menjadi support system untuk dirinya lepas dari belenggu cinta yang hanya sepihak.

Terpopuler

Comments

Irnawati

Irnawati

Di tunggu kelanjutanx Thor 👍👍

2023-05-07

0

Yhanie Shalue

Yhanie Shalue

gmn nasib fajar nanti kl liani bertemt lg dg ahsan,, lagi2 hrs ad yg tersakiti kak author,,, sedih sih tp ya begitulah hidup😌

2023-05-07

1

amalia

amalia

byk kata² yg bisa di jadikan status wa atau FB di novel ini...keren kata² nya , motivasi bgt 😍
sehat² ya teteh author aamiin

2023-05-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!