Saling Jujur

Suasana hening seketika, Ahsan maupun Liani tenggelam dalam pikiran dan perasaannya masing-masing. Keduanya seolah sedang saling mendalami, seberapa dalam perasaan mereka.

"Maaf Kak, kita bukan pasangan halal untuk saling merindukan. Lagi pula aku tidak seberharga itu untuk dirindukan. Kak Ahsan jangan ngaco" tarikan nafas panjang Liani menarik perhatian Ahsan, apalagi kata-kata yang dilontarkan hadis itu seakan menusuk dadanya. Ada sakit yang dirasa, bagaimana bisa gadis yang selama beberapa tahun ini sudah hampir membuatnya tidak waras mempunyai pikiran seperti itu.

"Jadi kamu tidak merasakannya?" Ahsan kembali menghadapkan tubuhnya pada Liani, mereka kembali duduk berhadapan.

"Kak Ahsan, tolong jangan membuat aku kembali salah faham. Cukup untukku terlalu besar hati saat dulu, beberapa tahun yang lalu mendapat perhatian kakak" Liani mulai bisa berpikir dengan benar, sekarang bukan lagi waktunya dirinya untuk larut dalam perasaan tapi waktunya logika yang harus bermain. Dia bahkan menekan kalimat terakhirnya, berharap Ahsan sadar jika dulu sudah membuat hatinya patah dengan memberikan harapan palsu.

"Maksud kamu apa? Kamu pikir semua perhatianku di masa lalu adalah kebohongan? Harapan palsu?" tanya Ahsan, pembicaraan mereka mulai serius. Laki-laki itu mulai mendalami keadaan Liani walau sebenarnya dia juga sadar dulu tidak memberikan gadis itu kepastian tapi bukan berarti hang dia lakukan di masa lalu adalah kebohongan atau sekedar harapan palsu, semuanya adalah kesungguhan yang tulus dari hatinya. Hanya saja dia kurang bergerak cepat untuk membuat Liani yakin.

"Kak, sekarang mari kita perjelas. Untuk apa sebenarnya kakak datang kemari? Mencariku? Benar atau lagi-lagi aku yang terlalu baper?" Liani mulai meninggikan intonasinya, saat seperti ini dia menjadi dirinya sendiri, tegas, tidak suka basa basi dan apa adanya dan itu yang Ahsan suka.

"Dulu aku sangat berharap jika kakak adalah tempatku menjatuhkan hati, melabuhkan semua asa dan harap untuk bisa meraih surga-Nya melalui ikatan pernikahan. Jujur, semua yang kakak lakukan padaku pasca pernikahan Shanum dan Pak Akhtar membuat hatiku telah jatuh. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak jatuh cinta pada semua yang kakak lakukan"

"Mungkin hal itu terjadi karena komunikasi kita terbilang sangat intens, dan bahkan lama kelamaan aku merasa kakak memperlakukan aku lebih dari sekedar teman, rekan, adik atau sahabat. Aku merasa istimewa, aku merasa dicintai, hingga tanpa ragu aku pun membuka hati. Untuk pertama kalinya aku menempatkan laki-laki asing dalam hatiku selain ayahku."

"Lama aku menunggu, menunggu kepastian sebenarnya mau dibawa kemana hubungan kita. Namun sampai mantan kekasih kakak hadir kembali, saat itu semuanya berubah. Aku masih berharap jika kakak masih akan memberiku kepastian, namun nyatanya sampai batas hatiku tidak mampu menahan lagi rasa sesak yang selalu hadir ketika kakak bersama perempuan itu, ketika kakak membahas perempuan itu, bahkan ketika kakak memilih untuk membersamai perempuan itu padahal saat itu sudah mengajakku untuk makan bersama ternyata aku tak kunjung mendapat kepastian"

Liani menghirup nafas dalam, mengisi paru-parunya dengan oksigen, rasa sesak di dadanya semakin menggebu kala mengingat semua yang dialaminya di masa lalu.

"Aku menyerah Kak, aku menyerah untuk menunggu dan bersabar. Terlalu sakit untukku menerima kenyataan, hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi. Berharap dengan jauh darimu, tidak lagi melihatmu, tidak mengetahui kabar tentangmu membuat aku bisa melepaskan semua rasa dalam hatiku, rasaku untukmu yang ternyata sangat menyakitkan."

"Aku bahkan mengorbankan persahabatanku dengan Shanum, setelah satu tahun di sana nyatanya masih belum mampu melepas semua perasaanku padamu."

"Setiap kali aku berkomunikasi dengan Shanum, bayangan sosok kakak dengan semua kebersamaan kita kembali membelenggu hatiku, aku sangat ingin membencimu, aku sangat ingin melupakanmu tapi nyatanya aku tidak mampu. Setiap senja menyapa, aku berharap redupnya hari beriringan dengan redupnya perasaanku padamu. Namun, nyatanya redupnya senja terkalahkan dengan redupnya hatiku yang dibalut rindu tanpa temu, ia menyimpan rasa sakit rapat-rapat hingga tak ada seorangpun tahu. Sampai akhirnya aku putuskan untuk memutuskan hubungan dengan Shanum." Liani menghembuskan nafasnya perlahan, menghilangkan rasa sesak di dadanya.

"Kemarin di resepsi pernikahan Pak Tama dan Mbak Rahma, aku pun melihat kakak." Liani menghentikan bicaranya, tenggorokannya seakan tercekat saat mengingat bagaimana Ahsan berjalan berdampingan dengan Surayya sambil menggendong anak kecil di pangkuannya.

"Aku melihat kakak berjalan dengan kak Suraya sambil menggendong anak kecil. Melihat semua itu sepertinya pelarianku selama hampir tiga tahun ini ternyata sia-sia."

"Aku lagi-lagi merasakan sesak dalam dadaku, sesak yang tak mampu aku ungkapkan. Sesak yang membuat aku akhirnya memutuskan untuk menerima laki-laki lain sebagai calon imamku." pungkas Liani, dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya, tidak sedetikpun dia memandang Ahsan ketika mengatakan semua isi hatinya.

Sementara Ahsan dia diam seribu bahasa, mendengarkan dengan seksama, mencerna setiap kata yang terucap dari bibir Liani dengan sesekali diiringi isakan kecil yang tertahan. Dan semua yang Liani katakan berhasil menampar dirinya, ada sakit yang teramat dirasakan di dada Ahsan, betapa dirinya menjadi manusia bodoh selama ini yang sama sekali tidak peka terhadap perasaan Liani.

Selama ini ternyata terjadi kesalah fahaman di antara mereka. Hatinya semakin sakit, ketika mendengar kalimat terakhir yang diungkapkan Liani, jika gadis yang saat ini sedang diperjuangkannya itu ternyata sudah memilih laki-laki lain.

"Jadi benar kamu akan bertunangan dengan Fajar?" tanya Ahsan dengan suara terdengar berat,

"Kakak tahu?" Liani mendongak, dengan mata yang terlihat sembab dia menatap laki-laki itu dengan wajah kagetnya.

Ahsan hanya mengangguk, dia kemudian memalingkan wajahnya karena tidak ingin Liani melihat air matanya jatuh.

"Benar, Kang Fajar adalah laki-laki itu. Kakak sudah mengenalnya kan?" tanya Liani yang lagi-lagi membuat Ahsan menganggukan kepalanya.

Suasana hening kembali menyergap di sekitar mereka. Liani sedang berusaha menetralkan kembali keadaan hatinya, sementara Ahsan berusaha menenangkan hatinya yang seolah tidak bisa menerima jika gadis yang sedang diperjuangkannya itu harus dia relakan bersama orang lain.

"Terkadang kita butuh jarak agar memahami rasa yang sebenarnya, seperti kata-kata yang butuh spasi agar bisa terbaca dengan baik" Ahsan menghela nafas menjeda ucapannya,

"Seperti itulah aku dengan semua perasaanku padamu. Setelah berjarak, aku mulai memahami perasaanku padamu."

"Kakak jangan berlebihan, rasa itu sudah tidak layak untuk kakak miliki. Sekarang sebaiknya kakak pulang, istri dan anakmu pasti sudah menunggu" Liani berdiri karena senja mulai menyapa, langit bahkan sudah berubah berwarna jingga, dia mengusir Ahsan dan berharap tidak akan bertemu lagi.

"Maksud kamu apa?" Ahsan dengan berani menghentikan Liani yang hendak melangkah, dia bahkan memegangi pergelangan tangan Liani, membuat gadis itu seketika tersentak.

"Kak!"

"Maaf" Ahsan buru-buru melepaskan cengkraman tangannya dari lengan Liani, dia sadar sudah bersikap melebihi batas.

"Apa maksud kamu dengan istri dan anakku sudah menunggu, kami mengira aku sudah menikah?" tanya Ahsan dengan intonasi sedikit meninggi membuat Liani kembali membalikkan tubuhnya.

"Kak Suraya? Anak kecil itu..."

"Kamu mengira aku sudah menikah dengan Suraya dan anak kecil itu anak kami?" tanya Ahsan tergelak, dan dijawab anggukan oleh Liani.

"Anak kecil itu memang anak Suraya, Suraya memang sudah menikah tapi dia bukan menikah denganku. Kemarin aku memangku putrinya karena anak itu memang sudah akrab denganku. Sepertinya kamu tidak sungguh-sungguh melihat jika aku berjalan di depan Suraya dan suaminya" jelas Ahsan dengan mengulum senyum,

"Jadi..."

"Jadi aku belum menikah Li, Suraya sudah menikah dengan Arga sahabatku. Aku belum menikah, aku masih menunggu kamu." telak Ahsan, membuat Liani seketika membeku.

"Aku mencintaimu Liani Salsabila, dan sampai saat ini aku masih menunggumu." Ahsan kembali memperjelas pernyataan cintanya, sementara Liani hanya mampu menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"Semuanya sudah terlambat Kak, aku sudah menentukan pilihan" akhirnya kalimat itu yang terlontar dari mulut Liani.

Ahsan juga berdiri dan menatap dalam gadis yang juga sama-sama berdiri di hadapannya. Tidak ada kata yang mampu lagi terucap dari keduanya, yang ada hanya tatapan penuh luka dan cinta yang berpadu menjadi satu dalam keheningan di bawah langit jingga.

Terpopuler

Comments

Reza Esfan

Reza Esfan

author sukses membuat perasaan readers ter aduk2, walau pun aq yg dhaif Ndak / belum tahu, mengapa Liani menyimpulkn Ahsan ndak ada perasaan kpd nya. Jelas Liani *melarikn* diri dgn bersekolah di luar (M'sia kah ?? ). Trus Liani kyk nya masih menaruh rasa kpd Ahsan, shg dgn kptsn nya menerima Fajar u/ meningkatkn hubungan mereka, perasaaan nya jd ndak tenang. Mmg. nya apa profesi Ahsan, n mengapa selama 3 tahun dia Ndak berupaya nyari info ttg Liani ( plg tidak via Shannum adik nya ), ee tiba2 skrg datang ngomong in doi cinta ke Liani ? Aq Ndak Nemu rangkaian nya

2023-09-20

2

Yayuk Bunda Idza

Yayuk Bunda Idza

maksud bahwa cinta itu perlu perjuangan dan pengorbanan ya begini ini ya Thor... hehehe sukses bikin hati pembacamu deg deg ser....

2023-07-20

1

Yhanie Shalue

Yhanie Shalue

huhuhu aku ikut sedih bacanya kak Laila,, entahlah setiap kali membaca karyamu ak sll baper dan larut dlm ceritanya,, aplg kata2nya kak😫🙈lanjut kak🥰

2023-07-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!