Hati Yang Kembali Terusik

"Mau tahu cara indah menyiksa diri?"

"Coba saja masukan manusia ke dalam hatimu, rasakan sensasi hidup dengan ketidakpastian. Keberharapan yang pedih dan sia-sia kepada makhluk."

Kutipan ceramah seorang ustadz di kajian rutin ahad pagi di Masjid Agung Baitur Rahmah kembali menyentil Liani. Walau pun sudah berbulan-bulan dia hidup di tempat baru, bersama orang-orang baru dan lingkungan baru tidak lantas membuat hati Liani seutuhnya terlepas dari belenggu masa lalu.

Selama ini Liani sudah berusaha melupakannya, namun saat mendengar kalimat itu hatinya kembali terusik.

Dia kembali menuliskan kutipan itu di buku catatan yang ada di pangkuannya. Di saat senggang Liani kembali membaca coretan penanya itu sebagai motivasi diri, mengingatkan diri agar tidak semakin larut dalam harapannya terhadap manusia.

"Permisi Mbak, boleh saya pinjam pulpennya sebentar?" seorang jama'ah akhwat yang berada di sampingnya menyapa untuk meminjam pulpen padanya,

"Boleh Mbak, silahkan" jawab Liani sambil menyerahkan pulpen yang ada di tangannya kepada jama'ah akhwat itu.

"Ini Mbak, terima kasih ya" ucap wanita itu lembut.

"Sama-sama, Mbak" balas Liani tak kalah ramah, mereka pun kembali larut dalam menyimak ustadz yang masih memberikan ceramahnya dalam kajian ahad pagi ini.

Tiga puluh menit menjelang adzan dzuhur berkumandang acara kajian pun usai. Setiap jama'ah mulai mengantri di area toilet dan tempat wudhu untuk mempersiapkan diri menjalankan ibadah shalat dzuhur.

"Maaf Mbak..." tiba-tiba Liani sedikit terhuyung ke depan saat mengantri di toilet. Orang yang berada di belakangnya bergerak cepat menangkap anaknya yang berlari ke arahnya dan menabrakkan diri ke tubuh sang bunda.

"Enggak apa-apa Mbak, mbak gak apa-apa? adek nya gak apa-apa?" Liani balik bertanya karena melihat mbak itu langsung terduduk sambil memeluk anak kecil yang baru saja menabrakkan tubuhnya.

"Tidak apa-apa Mbak, sekali terima kasih" ucap wanita itu tulus setelah Liani membantunya untuk bangun.

"Laila sayang lain kali enggak boleh seperti itu ya, kita bisa jatuh bersama seperti tadi untung saja ada tante yang menahannya" ujar wanita itu menasehati anak kecil dalam pelukannya,

"Lila kangen bunda" anak itu beralasan,

"Mami mana?" wanita itu tampak melihat ke sana kemari mencari keberadaan ibu dari anak itu.

"Di sana" tunjuknya ke arah pintu keluar area toilet khusus akhwat.

"Terus darimana kamu tahu bunda di sini sayang?"

Liani memerhatikan percakapan dua wanita beda generasi itu dengan senyum di bibirnya. Dia menerka sepertinya usia wanita yang ada di hadapannya itu tidak jauh darinya. Dia pun penasaran apa sebenarnya hubungannya dengan gadis kecil itu. Dia memanggil wanita dewasa itu bunda, tetapi wanita itu menanyakan keberadaan maminya.

"Putrinya Mbak?" untuk menghilangkan kepenasarannya Liani akhirnya bertanya.

"Dia keponakan saya Mbak, tepatnya putri dari adik saya" jawab wanita itu ramah,

"Oh begitu" Liani manggut-manggut mendengar jawaban wanita yang sudah dua kali bertemu dengannya hari ini.

" Oiya, kita sudah dua kali bertemu tapi belum saling mengetahui nama. Boleh berkenalan?" bawaan Liani yang supel membuatnya tak sungkan untuk berkenalan dengan siapapun.

"Iya ya, tentu saja boleh. Perkenalkan saya Naura Rahmania, orang-orang lebih sering memanggil saya Rahma" wanita yang bernama Rahma itu pun menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman dengan Liani, sementara satu tangannya yang lain sudah menggendong gadis kecil yang merupakan keponakannya.

"Saya Liani, Liani Salsabila. Panggil saja saya Liani" balas Liani sambil menjabat tangan Rahma.

Perkenalan mereka pun berlanjut dengan obrolan ringan hingga akhirnya saling bertukar nomor telepon. Kebersamaan mereka pun berakhir seiring selesainya waktu shalat berjamaah dan jamaah pun membubarkan diri.

☘️☘️☘️

Sore yang indah di taman komplek perkantoran yayasan menarik Liani untuk menikmati indahnya waktu menjelang senja di tempat itu.

Hari ini kegiatan pembelajaran libur karena setiap minggu ke satu setiap bulannya anak-anak yang tinggal di asrama dibolehkan mengambil waktu libur untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Namun ada juga anak-anak yang memilih untuk tetap berada di asrama.

Liani menggenggam erat buku catatannya, di atas pangkuannya kemudian dua membuka halaman yang tercatat kutipan ceramah saat Ahad pagi tadi.

"Kak Ahsan" satu nama tiba-tiba lolos dari bibirnya, terucap begitu saja seusai dirinya membaca kutipan yang ditulisnya tadi pagi,

"Saat aku memilih berhenti memperjuangkanmu, bukan berarti saat itu aku berhenti mencintaimu. Aku hanya berusaha berhenti mematahkan hatiku. Karena pada kenyataannya kita hanya sekedar dekat tanpa ikatan, sekedar teman tapi takut kehilangan. Dan hingga dua tahun telah berlalu aku pergi darimu, ternyata aku masih tak mampu berhenti mencintaimu. Darimu aku belajar perihnya menunggu, sakitnya bersabar dan lelahnya berharap" Coretan isi hati kembali Liani torehkan pada buku itu melalui goresan tinta berwarna biru. Dia mendongak, menatap langit yang hampir berwarna jingga.

Kesendirian Liani tidak bertahan lama, terdengar langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya. Liani pun menoleh, dilihatnya Fajar yang berjalan ke arahnya sambil tersenyum.

"Assalamu'alaikum. Sendirian Mbak?" tanyanya menyapa, yang kemudian salamnya dijawab Liani disertai balik membalas senyum Fajar.

"Tumben nyantei?" Liani yang sudah cukup akrab dengan Fajar bertanya santai karena saat ini mereka tengah berada di luar lingkungan kerja. Usia Fajar yang lebih muda dua tahun darinya membuat Liani merasa nyaman dengan pemuda itu, dia merasa punya adik laki-laki di sana.

"Iya Mbak, baru selesai menandatangani laporan. Pak Tama meminta semuanya selesai sebelum acara pernikahan beliau" jawab Fajar, dia duduk di kursi taman yang cukup berjarak dari Liani.

"Oh, Pak Tama mau menikah?" tanya Liani antusias, selama di sana dia baru dua kali bertemu Tama itupun sekilas. Tama yang datang ke sana hanya pada saat ada momen tertentu di yayasan membuat Liani maupun pegawai yang lain jarang bersua langsung dengannya.

"Iya, Mbak. Seminggu lagi pernikahannya, makanya aku dikejar deadline" jelas Fajar sambil terkekeh.

"Dengan siapa beliau menikah Kang?" panggilan akrab Liani pada Fajar, karena Fajar asli orang sunda Liani pun memilih panggilan itu. Walaupun dia orang Surabaya asli tapi karena lama tinggal di Bandung dia sudah fasih betul dengan bahasa sunda.

"Ini!" Fajar menyodorkan ponselnya ke hadapan Liani, dia menunjukan foto lamaran Tama dan Rahma beberapa minggu yang lalu.

"Lho...inikan Mbak Rahma?" tanya Liani terkejut, dia kembali memperbesar tampilan foto di ponsel Fajar untuk meyakinkan.

Di foto itu tampak Rahma yang sedang dipakaikan cincin di jarinya oleh ibu Tama dan di samping sang Ibu Tama berdiri bersama ayahnya.

"Mbak mengenal Teh Rahma?" tanya Fajar yang juga heran karena Liani mengenal Rahma.

"Iya, kami baru berkenalan tadi saat kajian. Kebetulan setelah kajian usai kami bertemu lagi dan berkenalan" jelas Liani membuat Fajar mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.

"Alhamdulillah, mereka serasi sekali ya" ucap Liani masih memandangi foto-foto lamaran Tama pada Rahma.

"Iya" jawab Fajar dengan senyum di bibirnya, dia memerhatikan Liani yang juga senyum-senyum sendiri sambil memerhatikan foto-foto di ponselnya.

"Lho, ini siapanya?" usapan jari Liani di atas layar pipih milik Fajar terhenti saat melihat foto kebersamaan Tama dan Rahma dengan seorang anak kecil yang sangat tampan. Liani pun menunjukan foto itu pada Fajar.

"Itu Athaya, dia putranya Teh Rahma" jelas Fajar membuat Liani seketika membulatkan matanya. Fajar tergelak melihat ekspresi Liani yang lucu menurutnya.

"Kenapa? heran? Mbak Rahma seorang singleparent. Sebelumnya dia pernah dipertemukan dengan orang yang tidak tepat untuknya dalam mengarungi rumah tangga. Dari pernikahan pertamanya lahirlah anak tampan ini, dia sangat pintar dan menggemaskan. Sekolahnya juga di sini, TK Kelas B. Dia muridnya Ustadzah Naura, namanya Athaya" Fajar panjang lebar menjelaskan tentang anak kecil yang berdiri antara Rahma dan Tama dalam foto itu, Liani mengangguk-anggukan kepalanya tanpa mulai memahami keadaan atasannya itu.

"Teh Rahma adalah kasih tak sampainya Mas Tama. Dia kalah star untuk menghalalkan Teh Rahma karena harus menyelesaikan studinya dulu di luar negeri, tidak menyangka seseorang sudah lebih dulu meminangnya" tanpa diminta Fajar menjelaskan kisah cinta atasannya, dia merasa ada topik yang nyaman untuk dibahasnya saat bersama Liani.

"Kenapa bisa Teh Rahma menerima orang lain? Padahal ada Pak Tama yang menyukainya." tanya Liani penasaran, dia menatap Fajar menunggu jawaban pemuda itu.

"Itu karena Mas Tama hanya mencintai Teh Rahma dalam diam, dia terlalu percaya diri untuk tidak mengikat Teh Rahma melalui ungkapan cintanya. Karena Teh Rahma mengajar di yayasan milik Mas Tama, dia mengira akan dapat memantau pergerakan Teh Rahma dengan mudah, namun nyatanya diapun kecolongan juga" Fajar terkekeh saat mengatakan kalimat terakhirnya,

"Tapi ternyata mereka memang berjodoh" gumam Liani pelan namun masih terdengar oleh Fajar, dia masih terus memandangi foto calon keluarga kecil atasannya itu. Terlihat ketiganya tersenyum bahagia dalam foto itu.

"Lalu bagaimana denganmu, Mbak?" tanya Fajar mulai mengarah pada maksud hatinya. Mengorek sekecil apapun isi hati dari wanita yang sudah mengusik hatinya.

Terpopuler

Comments

amalia

amalia

Ahsan plin plan ah 😃

2023-05-06

1

Sri Wahyuni Abuzar

Sri Wahyuni Abuzar

teguh kan hati mu buat kang ahsan yaa ust.Liani🤗🥰

2023-05-06

0

Yhanie Shalue

Yhanie Shalue

pepet terus kang,, jgn kasih kendor😃

2023-05-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!