"Gimana? Bisa gak?"
Dia membuka pintu apartemennya, dia tersenyum lebar menatap kedatangan seseorang yang memang sejak tadi ditunggunya. Dia membantu orang itu melepaskan winter jacket men's yang melapisi tubuh lelaki itu. Cuaca dingin disini mengharuskan mereka menggunakan jaket—mantel dan baju berlapis-lapis hanya untuk menghangatkan tubuh.
Dia menggantungkan jaket—mantel di tempat biasa, berjalan beriringan dengan lelaki itu kearah sofa yang berhadapan langsung dengan perapian yang cukup menghangatkan tubuh mereka.
"Na, gue—loh, Tian?"
Mereka—Natasya dan Sebastian menoleh kearah sumber suara. Disana, Anya yang berdiri diambang pintu kamar tersenyum berjalan pelan menghampiri mereka—lebih tepatnya menghampiri Sebastian.
Sebastian tersenyum, dia menyambut Anya yang langsung berlari ke pelukannya. Dia mendekap hangat perempuan itu, mengelus pelan puncak kepala perempuan yang ada dalam pelukannya. Dia mengurai pelan pelukannya, tersenyum menatap Anya yang juga tersenyum lebar.
"Kok gak ngabarin sih mau kesini?" Dengus Anya, dia mencebik bibirnya menatap sebal Sebastian. Dia duduk disamping Sebastian, menyenderkan tubuhnya pada bahu lelaki itu.
Sebastian kembali mengelus puncak kepala Anya di bahunya. "Kan biar surprise." Jawab Sebastian.
"Iya.. surprise. Tapi kan kamu harusnya ngasih tau aku. Aku tuh kangen banget tau sama kamu, kamu pergi nya lama banget." Keluh Anya.
"Seminggu!"
Anya mendongak, menatap wajah Sebastian. "Iya, tapi seminggu lama banget buat aku tau."
"Iya..iya..maaf."
Natasya memutar bola matanya jengah, dia bosan sekali melihat drama percintaan di hadapan yang sudah terjadi sejak satu tahun terakhir ini. Anya dan Sebastian resmi menjalin hubungan sejak satu tahun terakhir. Entah bagaimana ceritanya, Natasya sendiri tak tahu. Hingga tiba-tiba dia mendapat berita tentang hubungan mereka dari Anya.
Natasya senang, akhirnya Sebastian mau membuka hatinya untuk perempuan lain. Ya, karena dia tahu. Sebastian pernah memendam perasaan terhadapnya sejak lama. Dia selalu bersikap tak tahu tentang perasaan lelaki itu, padahal nyatanya dia tahu. Dan sekarang dia bersyukur, Sebastian mampu melabuhkan hatinya pada orang yang tepat, yaitu Anya. Bukan dirinya.
Natasya berdehem keras, membuat dua sejoli yang sedang melepas rindu itu menatapnya sambil terkekeh. "Masih ada orang loh disini." Dengus Natasya, dia menatap sebal keduanya.
Anya terkekeh, dia beranjak dari pelukan Sebastian. "Iya..iya..maaf ya yang jomblo. Yaudah deh, aku siapin makanan sama minuman hangat dulu ya." Ucap Anya kemudian bergegas pergi meninggalkan Natasya dan Sebastian.
Setelah kepergian Anya, Natasya kembali menatap Sebastian. "Gimana, Yan? Bisa kan?" Tanya Natasya, dia tersenyum lebar berharap jawaban yang akan diberikan Sebastian satu server dengan keinginannya.
Sebastian menghela napas pelan, dia bersandar pada kursi yang didudukinya. Terdiam sesaat sebelum kemudian kembali menatap Natasya. "Sorry, Sya." Ucap Sebastian yang membuat senyuman di bibir Natasya luntur seketika.
Natasya terdiam, dia menunduk kemudian kembali menatap Sebastian dengan senyuman paksa di bibirnya. Dia tersenyum miris sambil mengangguk-angguk. "Iya, gakpapa kok. Gue yakin, Lo pasti udah usaha banget. Makasih ya." Ucap Natasya, dia beranjak dari duduknya. "Yaudah, gue ke kamar dulu ya." Lanjut Natasya.
Natasya membalikkan tubuhnya berniat pergi dari hadapan Sebastian. Terlihat sekali kekecewaan diwajahnya. Sudah lama dia menunggu jawaban Sebastian atas permintaannya, tapi ternyata apa yang ditunggunya malah mengecewakan. Padahal dia sudah berharap jika dia bisa kembali untuk beberapa saat hanya untuk menemui kekasihnya di sana, mungkin menemui untuk terakhir kalinya. Dia sudah bersiap, menyiapkan mental dan hatinya, menyiapkan kalimat apa yang nantinya akan diucapkannya saat bersitatap dengan kekasihnya itu. Tapi—
"Lo gak mau dengerin kelanjutannya, Sya?"
Natasya mengerutkan keningnya bingung, dia membalikkan tubuh kembali menatap bingung Sebastian yang kini tersenyum lebar. Dari senyumnya saja Natasya sudah bisa menebak. Ya, apalagi kalau bukan karena dia bisa pergi menemui kekasihnya itu. Iya, pasti itu.
"Seriusan?" Pekik Natasya histeris, dia tersenyum lebar dengan tawa senangnya.
Sebastian mengangguk, dia beranjak dari duduknya menghampiri Natasya. "Boleh, cuma Lo harus teratur minum obat-obatan dan mau kemo. Dokter akan izinin kalau selama satu bulan terakhir ini emang kondisi Lo gak drop lagi. Lo boleh pergi, temuin Fano disana." Jelas Sebastian yang diakhiri senyum lebar di bibirnya.
Natasya mengangguk yakin. "Iya, gue bakal lakuin apapun. Gue bakalan rajin kemo dan minum obat-obatannya secara teratur. Gue janji!" Balas Natasya, dia tertawa senang kemudian langsung menubruk Sebastian dengan pelukan dan isakan pelan dirinya.
Sebastian terkejut, dia tersenyum tipis sebelum kemudian membalas pelukan perempuan itu. Tak ada lagi detakan aneh ataupun perasaan berdebar seperti dulu. Hatinya sekarang bukan milik Natasya, melainkan milik Anya. Perasaan pada Natasya kini hanya perasaan sebatas pertemanan semata.
"Makasih, Yan."
Sebastian mengangguk, dia mengelus punggung Natasya mencoba menenangkan isakan pelan perempuan itu. Meskipun Natasya bukan lagi pemilik hatinya, namun dia akan terus berusaha membuat perempuan itu tersenyum.
Khm!
Suara deheman Anya membuat mereka menoleh. Anya berjalan pelan dengan kening mengerut kearah mereka membuat mereka melepaskan pelukan itu.
"Loh..loh.. ini Nata kenapa?" Tanya Anya, dia merangkul pundak Natasya menatap penuh tuntun pada Sebastian yang dia yakin menjadi dalang utamanya.
Natasya terkekeh, dia menghapus air mata di pipinya. "Enggak kok, gakpapa. Maaf ya, gue tadi kelepasan peluk Tian. Sorry." Ucap Natasya, dia menatap sendu Anya.
Anya mendengus. "Apaan sih!? Gakpapa ini kok. Lagian, gue percaya Tian lah. Gak mungkin dia khianatin gue, apalagi sama sodara gue sendiri. Gak akan!" Jawab Anya, dia melirik Sebastian yang tersenyum.
Natasya mengangguk. "Yaudah, gue ke kamar dulu ya."
"Loh, tapi gue udah siapin makanan. Makan dulu deh!"
"Kalian aja, nanti gue nyusul. Have fun!"
Natasya bergegas pergi menuju kamar meninggalkan Anya dan Sebastian. Dia langsung menutup pintu kamar dan berjalan pelan kearah jendela kamar apartemennya yang langsung mengarah ke jalanan. Dia bersandar pada kaca, melipat tangan di depan dada sambil tersenyum senang.
"Gue gak sabar ketemu sama Lo lagi. Semoga hati Lo masih milik gue."
🐡🐡🐡
"Kenapa sih?" Tanya Anya bingung, dia menuangkan sup daging sisa semalam yang baru saja dihangatkan nya kedalam mangkuk kosong dihadapan Sebastian yang duduk diam.
"Kenapa apanya?"
Anya berjalan mengambil kearah microwave untuk mengambil nasi yang baru saja di hangatkannya, berdiri membelakangi Sebastian. "Itu, tadi. Natasya kenapa?" Tanya Anya lagi. Dia sudah duduk dihadapan Sebastian, menyerahkan nasi kehadapan lelaki itu.
Sebastian mengaduk-aduk sup daging dihadapannya. "Dia seneng karena di izinin buat pulang ke Indo." Jawab Sebastian, dia menyeruput pelan kuah sup tersebut.
Anya terkejut, dia mengerutkan keningnya. "Loh, bukannya Papa sama Mama larang ya? Kok sekarang di izinin?" Tanya Anya bingung.
Sebastian mengangguk. "Iya, awalnya ngelarang. Tapi, setelah aku konsul sama dokter yang nanganin Syasya dan ternyata boleh kalau keadaan Syasya gak drop lagi. Maka dari itu, ayah sama Mama izinin." Jelas Sebastian, dia kembali melanjutkan makannya.
Anya mengangguk-angguk. Dia ikut menikmati makanannya sebelum kemudian kembali menatap Sebastian dengan pertanyaan yang bersarang di otaknya. "Terus kamu nanti ikut?"
"Ikut kayaknya bareng Mama juga, gak mungkin kan aku bairin Syasya disana sendiri." Ucap Sebastian yang membuat Anya diam.
Sebastian mendongak, mengerutkan keningnya melihat keterdiaman Anya. Tangannya terulur menggenggam erat tangan Anya diatas meja membuat perempuan itu menatapnya. "Gakpapa kan?" Tanya Sebastian.
Anya tersenyum, dia mengelus pelan tangan Sebastian yang menggenggamnya. Dia mengangguk. "Iya gakpapa kok, tapi kamu kabarin aku ya nanti. Takut ada apa-apa gitu."
"Pasti, sayang."
Anya mencebik, dia memukul pelan Sebastian. Dia terkekeh. "Apaan sih sayang-sayangan. Geli aku dengernya." Tukas Anya, dia menunduk kembali fokus pada makanannya.
Sebastian menarik sudut bibirnya, tersenyum menatap Anya yang kini merona karena ucapannya. "Tapi senang kan, di panggil sayang sama pacar."
"Bastian, ih!"
***
**Hey you bebb..
Aku gak ngerti crazy up tuh gimana, soalnya takut gak crazy gitu.. jadi aku memutuskan double update. Semoga kalian senang ya dengan double up nya aku ini..
Terimakasih ya.
Dan seperti biasa, selalu ditunggu komentar kalian di setiap part cerita aku.
Dan bagi yang belum baca cerita Friendshut, silahkan dibaca dulu gitu, supaya seru pas baca cerita Secret nya..
Tq beb
lopelope**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Andi Nurfiana
natasya, nana, tata, tasya, sasya ya alloh thor, 1 org koq namanya byk banget
2023-09-15
1
~davya~[HIATUS]
hiya jadi laper yg jomblo.. sayang "an wkwk semangat thor lanjut..
2020-07-05
1
Miels Ku
deee senangnya yang dipanggil pacar
2020-07-04
1