“Liatin pake mata Lo!”
Dia kini sudah memakai apron milik penjual yang kedainya dia pinjam sebentar hanya untuk membuktikan pada Delfano kebiasaannya. Dia ingin menunjukkan pada cowok songong itu, bagaimana tangan ajaibnya ini mengubah bahan makanan menjadi sesuatu yang memanjakan lidah siapapun yang makan. Ya, memang tak ahli banget. Tapi, setidaknya cewek tomboi yang Delfano pikir mustahil bisa masak itu nyatanya bisa menyajikan makanan yang memanjakan perut lelaki itu nantinya.
Delfano hanya menarik tipis sudut bibirnya, melemparkan senyum meremehkan saat melihat dirinya kini sudah berkutat dengan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng, seperti permintaan lelaki itu tadi. Delfano hanya diam, bersandar pada tembok dengan tangan terlipat didepan dada sambil terus memperhatikannya.
Mereka itu meminjam dapur salah satu kedai di kampus mereka. Mereka—maksudnya Delfano memberikan sejumlah uang hanya untuk menyewa dan meminta bahan untuk membuat nasi goreng mentega pada penjual. Jadi, alhasil mereka disini sekarang.
Tok ... Tok ... Tok ...
Plok ...
Cah ... Cah ...
Srettt ....
Hm ....
Dia memasukkan mentega secukupnya kedalam wajan, kemudian memasukkan irisan bawang merah dan bawang putih saat mentega itu sudah mencair. Aroma harus langsung menyeruak ke hidungnya hanya karena dua bawang tadi. Dia melirik Delfano yang sepertinya juga mencium aroma itu, senyuman langsung tercetak di bibirnya saat tiba-tiba kening Delfano mengerut. Tak heran sebenarnya, toh aroma tumisan bawang saja terkadang membuat setiap orang menelan ludahnya sendiri.
Dan saat dirasa aroma bawang yang ditumis sudah sangat tercium harumnya, dia menyisihkan sejenak dipinggir wajan, memasukkan sebutir telur sambil di orak-arik. Kemudian, dia memasukkan nasi, membumbuinya dengan penyedap rasa dan merica lalu ditambah toping yang ada. Berhubung ada toping bakso dan sosis, jadi dia memasukkan itu semua. Dia mengaduk nasi goreng mentega yang hampir jadi itu, dia terus mengaduknya sampai semua bumbu tercampur merata.
Dia kembali melirik Delfano yang hanya diam, kemudian melemparkan tatapan tajamnya. Kakinya sudah berjalan mengambil sendok, kembali ke wajah berisi nasi goreng buatannya kemudian mencicipinya. Dan saat dirasa pas, dia mematikan kompor tersebut.
“Ambilin piring kek, diam aja!”
“Males,”
Tiffany berdecak, dia berjalan mengambil piring dan sendok yang baru. Kemudian menuangkan nasi goreng mentega dari wajan ke piring, lalu berjalan kearah Delfano sambil menyerahkan hasil masakannya.
“Cobain dan rasain kenikmatan yang hakiki dari masakan gue.” Tukas Tiffany, dia memincingkan matanya menatap Delfano. “Awas aja ya nanti kalo sampai ketagihan. Gue gak mau tanggung.” Lanjut Tiffany yang kelewat kepedean yang membuat Delfano mendengus.
“Pede Lo kayak nyari bikini bottom,”
“What?”
“Pikir aja sendiri,”
Tck.
......................
...----------------...
Tatapan tajam saling mereka lemparkan. Duduk berduaan saling berhadapan dengan sepiring nasi goreng mentega diantara mereka. Duduk di pojok kantin tak membuat mereka merasa aman, sebaliknya mereka malah menjadi pusat perhatian.
Berita yang beredar tentang—Delfano si prince kampus yang menolong Tiffany—seorang mahasiswa baru— mereka yang dikabarkan menjalin hubungan bukan lagi menjadi omong kosong saat orang-orang melihat sendiri bagaimana romantisnya mereka makan bersama dalam satu piring. Jadi, tak ayal saat berita yang tadinya dianggap hoaks seolah menjadi fakta.
Padahal orang-orang tak tau saja, ada peperangan diantara mereka, bukannya percintaan yang semua orang pikir.
“Cobain. Dan jangan salahin gue kalau nantinya Lo ketagihan,” ucap Tiffany, dia bersidekap diatas meja dengan wajah angkuh seperti biasa.
Delfano tertawa mengejek, membuat Tiffany mendengus kesal di buatnya. Tangannya terulur mengambil sendok, mengaduk-aduk sebentar makanan itu. “Jangan kepedean, nanti kalau hasilnya di luar ekspektasi lo. Malu banget sumpah.” Tukas Delfano.
“Gak akan, lagian gue yakin kok. Lo pasti ketagihan nantinya.”
Delfano mengendikan bahunya acuh, dia menyendokkan makanan itu berniat menyuapkannya ke mulut namun tertahan beberapa saat karena pertanyaan yang dilontarkannya. “Gak Lo masih racun kan?” Tanya Delfano, dia menaikkan sebelah alisnya.
Tiffany mencebik, menggerutu dalam hati kemudian tersenyum lebar. “Kok Lo tau sih? Iya, tadi, gue masukkin racun banyak banget, gue campur-campur malah. Mulai dari sianida, obat pencuci perut, obat—” Ucapan Tiffany berhenti sejenak saat melihat Delfano yang memutar bola matanya jengah. Dipikir hanya Delfano saja yang jengah, dia juga.
“Ya, Lo liat sendiri gue masak tadi. Apa gue masukin sesuatu? Enggak kan?”
“Ya siapa tau,”
Tiffany menggertakkan giginya, beranjak berdiri. “Nyebelin.” Ketus Tiffany, dia segera mengambil alih sendok ditangan Delfano kemudian menyuapkan dengan paksa nasi goreng itu.
Tiffany tersenyum lebar melihat wajah kesal sekaligus menikmati dari Delfano. Dia beranjak duduk kembali, melipat tangan diatas meja sambil menunggu Delfano menikmati nasi goreng buatannya di mulut lelaki itu.
“Gimana, enak kan?”
Delfano masih diam, membuat Tiffany mengerutkan keningnya bingung melihat keterdiaman lelaki itu. Baru kali ini dia merasa was-was, pasalnya baru kali dia ada orang yang memberikan respon aneh pada masakannya. Pasalnya, nasi goreng mentega ini sudah sering kali dia masak dan tentunya mendapat respon positif dari siapa saja yang mencobanya. Namun, kali ini sepertinya berbeda. Karena Delfano sejak tadi hanya diam.
“Lo kenapa sih? Gak enak atau apa? Ngomong, jangan diam aja.” Kesal Tiffany, dia semakin tak mengerti saat Delfano lagi-lagi tak merespon ucapannya.
Delfano mengunyah pelan nasi goreng mentega di mulutnya, dia mengerutkan keningnya merasakan rasa yang sama. Dia perlahan menatap Tiffany, menatap dalam perempuan itu. ”Lo dapet resep ini dari mana?” Tanya Delfano bingung.
“Kenapa emangnya?”
“Jawab aja.”
“Temen gue,”
“Siapa?”
Tiffany memutar bola mata jengah. “Kenapa sih emangnya? Gak enak atau apa? Gak jelas banget pertanyaan Lo!”
“Tinggal jawab aja, apa susahnya sih!?”
“Lo juga, tinggal jawab aja pertanyaan gue. Apa susahnya sih!?”
Delfano beranjak dari duduknya, dia bergegas dengan kasar dari duduknya. Dia menyampirkan tas di bahu kanannya. †Rasanya sama kayak buatan dia.” Jawab Delfano singkat sebelum kemudian bergegas pergi meninggalkan Tiffany yang kini diam dengan kebingungannya.
“Dia? Dia siapa?” Tanya Tiffany bingung.
......................
...----------------...
Tiffany sudah selesai kelas, tak ada lagi kelas untuk hari ini. Dia beranjak dari duduknya, keluar kelas menuju parkiran dimana Yola yang sudah sejak tadi menunggu dirinya. Hanya butuh waktu beberapa menit untuk Tiffany sampai di parkiran dan masuk ke mobil Yola.Saat masuk, dia menemukan Yola yang tengah menikmati kue yang diberikannya tadi pagi. Perempuan itu terlihat sangat menikmati kue darinya.
“Kita jadi ke apartemen Jani?” Tanya Tiffany, dia memasangkan seltbelt ke tubuhnya.
Yola menggeleng, dia menyimpan sisa kue nya ke jok belakang kemudian meneguk ice coffee yang sempat di belinya tadi. “Enggak, katanya kita ketemuan di cafe aja.” Jawab Yolanda.
“Cafe mana?”
“Yang biasa.”
“Kenapa gak di toko gue aja kalau gitu.”
Yola mengendikan bahunya, “Mana gue tau.” Jawab Yola, dia mulai menyalakan mesin mobilnya melaju meninggalkan area kampus.
“Lo jujur deh sama gue, Lo punya hubungan kan sama Kak Fano.” Tukas Yola, dia melirik sekilas Tiffany dan kembali fokus ke jalan raya.
Tiffany mendelik, “Apaan sih. Ya kali,” jawab Tiffany kesal, dia masih berkutat dengan ponselnya.
“Jujur deh, gak usah sok rahasia gitu. Orang berita Lo sama kak Fano tuh udah nyebar ke seantero kampus. Jadi, gak guna kalau Lo bohong juga.”
“Ya emang kenyataannya enggak kok. Siapa juga yang mau sama tuh cowok songong.”
“Terus kenapa tadi lo berduaan di kantin, mana hadap-hadapan lagi. Gak mungkin kalo gak punya hubungan.”
“Nanti deh gue ceritain.”
......................
...----------------...
Mereka telah sampai di cafe yang dimaksud. Mereka langsung memasuki cafe yang lumayan ramai karena biasanya di jam segini semua anak muda sudah selesai dengan kegiatannya dan nongkrong disini.
Tiffany mengendarkan pandangannya, mencari keberadaan Anjani. Dan seperti biasa, sahabatnya itu selalu memilih tempat di pojok cafe yang berhadapan langsung dengan jalanan. Mereka melangkah menghampiri Anjani yang tengah menikmati segelas minuman es dingin.
“Jan,”
Anjani mendongak, dia tersenyum. Tapi, Tiffany tau itu hanyalah senyuman palsu hanya untuk menutupi kesedihan perempuan itu. Dia sangat yakin itu.
“Permisi, ini pesanannya. Satu milk shake dengan topping oreo, satu latte dan roti bakar toping cokelat.” Ucap pelayan sambil menyajikan pesanan diatas meja mereka.
“Makasih mas,”
Setelah kepergian pelayan, Tiffany kembali menatap Anjani yang masih saja tersenyum.
“Gue udah pesenin tadi,”
“Yah ... double coffee dong gue.” Desah Yola, dia menatap cup coffee di tangannya yang tinggal isi beberapa teguk lagi.
Tiffany terkekeh, begitupun Anjani.
Tiffany kembali menatap serius Anjani, menatap wajah yang tengah tertawa lebar itu. “Jadi, kenapa?” Tanya Tiffany, dia tak mau terlalu bertele-tele. Dia ingin langsung ke poin utama maksud pertemuan di cafe ini.
Anjani menatap Tiffany, dia menghela napas pelan. Dia tersenyum tipis sambil menunduk kemudian menggeleng. “Masih sama, gak ada perubahan apapun.” Tukas Anjani, dia tersenyum miris.
Tiffany dan Yola menatap dalam Anjani di hadapan mereka, mendengarkan dengan seksama apa yang akan di utarakan perempuan itu. Mereka sebagai sahabat, mencoba mendengarkan dan memberi solusi jika mereka bisa. Meskipun sebenarnya, mendengarkan saja sudah cukup karena dengan itu mereka seperti membantu Anjani mengeluarkan beban yang tengah ditimpa perempuan itu.
“Anton masih sama. Dia masih berhubungan sama perempuan itu. Bahkan, gue pernah terang-terangan mergokin dia yang lagi ketawa bareng sama perempuan itu. Ya, meskipun cuma lewat hp.” Lanjut Anjani, terdengar sekali rasa sakit dari suaranya.
Tiffany menarik tangan Anjani diatas meja, di genggam erat tangan itu lumayan erat. “Gue gak tahu harus bilang apa. Gue gak ngerti sama permasalahan kayak gini. Tapi, gue yakin. Itu menyakitkan.” Tukas Tiffany yang diangguki Anjani, bahkan mata perempuan itu kini berkaca-kaca.
Tiffany tersenyum tipis. “Perempuan yang sama kan?”
Anjani mengangguk.
“Lo udah pernah cari tahu, dimana keberadaan dia? Ya, siapa tau kita bisa omongin baik-baik sama cewek itu. Tapi, kalau dia gak mau di baik-baikin sih, abis sama gue.”
Anjani menggeleng. “Gue gak tau, bahkan liat mukanya aja gud gak pernah.” Jawab Anjani, dia tersenyum miris.
“Namanya siapa sih? Gue penasaran deh.”
Tiffany melepas genggaman tangannya pada Anjani. “Nana, namanya Nana.” Jawab Tiffany atas pertanyaan Yola, dia melirik Anjani. “Bener, kan?” Tanya balik Tiffany yang diangguki Anjani.
“Nana? Kayak pernah denger.” Ucap Yola polos dengan wajah bingungnya.
Tiffany menghela napas kasar, dia menoyor pelan kepala Yola yang langsung membuat perempuan itu mendengus. “Yaiyalah pernah, orang nama pasaran gitu. Aneh Lo!” Dengus Tiffany, dia menyedot milk shake miliknya.
Yola mendengus, dia menatap sebal Tiffany. Sedangkan Anjani mulai mengulas senyumnya kembali, pemandangan di depannya cukup menghibur baginya. Apalagi, dia baru saja mengeluarkan unek-unek nya pada kedua sahabatnya ini. Rasanya, sedikit lega.
“Yaudah deh, nanti gue cari tau. Emang Anton lulusan mana sih?”
“Sama kayak gue.”
Tiffany mengangguk-angguk, dia seperti tengah memikirkan sesuatu. “Terus, Lo tau gak siapa temen deketnya gitu? Kan bisa aja gue cari tau si 'Nana ... Nana itu dari temennya.”
Anjani mengangguk. “Tau. Dia punya sahabat cowok, namanya Sebastian sama Delfano.” Jawab Anjani yang sontak membuat Tiffany tersendak minumannya.
Tiffany sontak menatap Anjani. “Delfano?” Tanya Tiffany, dia mencoba memastikan.
Anjani mengangguk.
Tiffany melirik Yola, membuat perempuan yang dilirik itu tersenyum penuh arti pada Tiffany. Sedangkan Anjani yang kini bingung dengan arti tatapan kedua sahabatnya.
......................
...----------------...
**Ya ampun.. Anjani kasihan banget ya..
Anton jahat gak sih?
Terus maksud Delfano 'Dia siapa ya?
**
Terimakasih banyak buat kamu yang selalu setia sama aku. Apalagi selalu komen dan like di setia chapter yang aku up.. Tanpa kamu, aku bukan apa-apa..
Kecup manjahhh buat kamu😍
—Secret—
***
Dasar aku ya!
Selalu minta readers aku buat komen di setiap part yang aku up.. Tapi, aku sendiri malah jarang komen di setiap cerita yang mereka Promosi ini di cerita aku.. dasar..
Tolong maafkan ya..
Aku emang agak gimana orangnya, suka bingung sendiri kalau harus komen..
Apakah itu yang kalian rasakan setiap aku minta kalian komen di setiap part cerita aku?
Hahaha...
Maaf ya
Tq
lopelope**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Naraa
Semangat thor💪💪
Aku ninggalin jejak sampai sini dulu ya👍
Kalau berkenan mampir juga ya😁
2020-07-26
0
Miels Ku
kantin
2020-07-02
1
Yohana Pipit Aldiana
crazy up dong thor😂😘😘😘
2020-06-30
1