Hay bebebkuuu semuanya..
Aku mohon bantuannya ya, tolong vote dan komen di setiap chapter ceritaku karena itu semua yang membangkitkan semangat ku. Aku selalu suka komen apapun dari kalian, terutama komen yang berhubungan sama isi ceritanya. Terimakasih untuk yang sudah rate, favorit, vote apalagi komen.
JANGAN LUPA BACA CERITA AKU YANG LAIN :
• FRIENDSHUT
• PAST AND FUTURE
• JUST MARRIED
PS: DISARANKAN SAAT MEMBACA GUNAKAN LATAR HITAM :)
......................
...----------------...
Tatapan matanya tak pernah lepas dari seorang perempuan dengan rambut pendek yang tengah duduk di hadapannya. Mata itu tak pernah lepas sedikit untuk tak menatap wajah pucat sejak beberapa tahun terakhir ini. Meskipun, nyatanya hatinya bukan lagi milik perempuan itu. Hatinya berhasil melepaskan perempuan itu dan berakhir pada perempuan lain yang merupakan saudara kandung perempuan di hadapannya.
“Beneran?” Tanya nya dengan ragu, wajah datar sejak dulu memang tak pernah luput menghiasi wajahnya.
Perempuan itu mengangguk yakin. “Iya, beneran. Bisa kan? Gue yakin, lo pasti bisa urusin kepulangan gue.” Ucap perempuan itu, bibir pucatnya sudah tersenyum lebar berharap keinginannya dikabulkan.
Dia berjalan kearah jendela kamar berukuran besar, memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Matanya menyoroti jalanan kota yang lumayan ramai di sore ini. Pikirannya kembali melayang, memikirkan keinginan perempuan itu. Dia menghela napas kasar, menoleh sekilas pada perempuan yang kini sudah beranjak berdiri di sampingnya.
“Buat apa sih emangnya? Mending Lo disini, fokus sama pengobatan lo.”
Bibir perempuan itu mencebik, dia ikut menatap jalanan kota mengabaikan orang yang tengah menatapnya itu. Tangannya terangkat untuk menyelipkan anak rambut ke telinganya.
“Buat ketemu Fano lah.”
......................
...----------------...
Tuk ... Tuk ... Tuk ...
Suara sepatu itu mengalun lembut di lobi pintu masuk kampus ini. Wajah datar dan tampan itu mampu memikat perhatian semua mata kaum hawa agar tertuju padanya. Tak peduli walaupun wajah tampan itu di hiasi oleh berbagai luka. Memang, aura nya mampu memikat semua mata. Meskipun kini, sifat dan sikap playboy nya sejak dulu kini menghilang begitu saja bersamaan dengan menghilangnya sang kekasih yang entah kemana.
“Fano!”
Dia memutar tubuhnya saat namanya dipanggil. Dia menatap Antonio, orang yang baru saja memanggilnya tengah berjalan santai menghampirinya. Senyuman di lelaki itu tak sedikitpun mampu membuatnya mau membalas senyuman itu.
“Ada apa lo minta ketemuan? Dan, tumben banget di kampus. Kenapa gak di luar aja sih atau di cafe gitu?”
Dia masih diam, menatap tajam wajah tampan di hadapannya yang kini mulai berkerut bingung. Hingga satu pukulan keras dia layangkan pada wajah itu. Bahkan, hingga wajah itu terpanting begitu saja karena pukulannya itu.
Antonio terdiam beberapa saat, mengusap bekal pukulan Delfano di wajahnya. Dia terkekeh, kemudian menatap Delfano yang masih menatap tajam dirinya. “What wrong bro? Lo kenapa tiba-tiba pukul gue?” Tanya Antonio tak mengerti, dia menggeleng. Dia kembali mengusap sudut bibirnya yang sekarang terasa mengeluarkan amis darah segar.
“Lo yang kenapa!”
Kening Antonio semakin mengerut tak mengerti dengan ucapan Delfano. “Maksud Lo apa sih? Gue gak ngerti.” Ucap Antonio, dia kini mendengus kesal. “Kalo tujuan Lo nyuruh gue kesini, cuma buat ngajak ribut. Buang waktu!” Lanjut Antonio sambil meninju pundak Delfano kemudian membalikkan tubuhnya berniat pergi meninggalkan Delfano.
“Apa maksud Lo sembunyiin Tata?”
Langkah Antonio otomatis terhenti saat nama perempuan yang masih bersinggah dihatinya baru saja di sebut. Dia terdiam beberapa saat, bingung harus menjawab apa pertanyaan Delfano. Namun, detik kemudian dia terkekeh sambil membalikkan tubuhnya menatap Delfano.
Saat ini, mereka saling berhadapan dengan jarak yang lumayan jauh.
“Gak jelas Lo Fan. Udahlah, kayaknya Lo emang lagi ada problem dan lampiaskan nya ke gue.”
“Jangan ngalihin pembicaraan. Gue tanya sekali lagi, dimana Tata?”
“Fan ... Gue tau Lo frustasi karena kepergian Nana yang begitu aja. Tapi—”
“Dimana.Tata?”
Antonio terdiam, kini wajah songong serta senyuman laknak itu menghilang dari wajahnya berganti dengan wajah datar. “Gue gak tau.” Jawab Antonio, kemudian membalikkan tubuhnya meninggalkan Delfano.
“Lo bohong, Ton! Gue bakal buktiin, kalau Lo itu tau dimana Tata. Dan gue bakalan nemuin dia secepatnya.”
“Terserah!”
Dia menggeram, dengan kesal segera membalikkan tubuhnya berniat pergi menuju kelasnya. Langkah kakinya sangat lebar dan cepat, hingga tanpa sengaja dirinya menabrak seseorang yang baru saja keluar dari kelas.
"Awww!!"
Delfano terlonjak kaget saat mendapati seorang perempuan yang sudah jatuh terduduk karena tak sengaja di tabraknya. Dia berniat menolong orang itu, namun saat suara dari ringisan perempuan itu mengalun di telinganya. Niatnya itu pun di urungkan. Dia kembali menampilkan raut datarnya saat perempuan itu sudah mendongak menatapnya.
“Lo lagi ... Lo lagi. Sial banget sih setiap ketemu Lo!”
Delfano menghela napas pelan, memutar bola matanya jengah. “Sorry.”
......................
“Sorry.”
Tiffany ternganga mendengar permintaan maaf yang terucap dari mulut Delfano. Dia masih tak percaya, kata itu ternyata bisa terucap dari mulut itu. Sehingga tak ayal, kalau keningnya kini mengerut bingung melihat sedikit perbedaan di raut wajah lelaki itu.
Namun, cepat-cepat dia mengusir pemikiran bodohnya itu. Memangnya siapa dia? Kenal dengan seorang Delfano saja baru-baru ini dan sudah sok-sokan bisa membedakan adanya perubahan dalam lelaki itu.
“Lo gak ada niatan bantu gue nih? Sumpah ya, tabrakan Lo kuat banget sampai gue ngejengkang gini.”
“Bangun sendiri, bisa kan?”
Dia mencebik. “Kalau bisa, udah daritadi. Tapi sumpah, ini sakit banget.”
Dia bisa mendengar cebikan dari Delfano, namun lelaki itu tetap mengulurkan tangannya berniat membantunya untuk beranjak berdiri kembali. Dan tak butuh waktu lama, dia sudah berdiri kembali di hadapan lelaki itu.
“Lo kenapa sih?” Tanya Tiffany pelan, dia mengerutkan keningnya menatap Delfano yang kini juga menatapnya.
“Kenapa apanya?”
“Lo kayak beda gitu,”
Kerutan di kening lelaki itu, membuatnya ikut-ikutan berkerut bingung. Wajah yang semakin mendekatinya itu, membuat dia otomatis membulatkan mata sambil memundurkan wajahnya. Hingga tanpa sadar, gerakannya itu hampir saja membuat dia terjungkal ke belakang kembali. Beruntung, tangan itu menahan tubuhnya yang membuat dia otomatis mencengkram lengan yang di balut kemeja acak-acakan itu.
Entah mengapa. Dunia terasa berhenti dan hanya tertuju pada mereka berdua. Matanya bahkan tak bisa mengalihkan sedikitpun untuk tak menatap Delfano. Debaran aneh di jantungnya yang tak pernah dirasakan sebelumnya membuat benaknya bertanya-tanya. Bahkan, dia tak sadar bahwa posisi mereka bisa di bilang tak aman.
Hingga suara bidikan sebuah kamera kembali menyandarkannya ke dunia nyata. Mereka menoleh ke sumber suara, menatap seorang perempuan dengan ponsel yang tertuju pada mereka sambil memasang senyum kikuk yang kentara sekali.
Dia buru-buru menegakkan tubuhnya dibantu Delfano. Kemudian membenarkan kemeja yang melapisi kaos nya itu sambil menunduk. Tiba-tiba saja keberaniannya menghilang begitu saja, membuat dia tak kuasa hanya untuk menatap Delfano. Sontak, kakinya langsung melangkah pergi meninggalkan Delfano dengan berbagai penyesalan dan rutukan dalam hatinya.
“Oon banget sih Lo Fany, ngapain juga ngomong gitu sama tuh cowok. Jadi, gini kan akhirnya. Oon ... banget!”
......................
...----------------...
“Fany!”
Dia mendongak saat namanya dipanggil, bahkan dia menghentikan suapan mie goreng Abang yang tengah nikmatinya. Dia hanya tersenyum simpul menanggapi Yola yang tengah berjalan cepat-cepat menghampirinya dan lebih memilih melanjutkan kegiatan makanannya yang sempat tertunda itu.
“Kok disini sih? Bukannya gak ada kelas ya?” Tanya Tiffany, dia mengambil botol air minumnya kemudian meneguknya beberapa tegukan.
Yola menghela napas pelan, masih mencoba mengatur napasnya yang tersengal-sengal hanya karena ingin cepat-cepat menghampiri Tiffany dan meminta sebuah klarifikasi.
“Nih ... Nih ... Minum. Cape banget.”
Bukannya minum, Yola malah memukulnya menggunakan kipas berukuran kecil milik perempuan itu ke lengannya, membuat dia otomatis meringis dan menatap sebal Yola yang kini sudah mencebikkan bibirnya.
“Kok tiba-tiba pukul gue sih?”
“Lo gue telepon gak di angkat-angkat, nyebelin.”
Dia mengerutkan keningnya, kemudian menggelengkan. “Enggak, Lo gak ada nelpon gue daritadi.” Balas Tiffany, dia memilih kembali melanjutkan menyantap makanannya.
“Nelpon kok, coba periksa!”
“Malas.”
“Periksa ...”
Dia mencebik, menatap kesal Yola yang sudah mengerucutkan bibirnya. Kalau bukan sahabatnya, Yola sudah .... sudah begitulah! Ya, bagaimana tak kesal coba? Dia tengah menikmati makanannya dan hanya tinggal beberapa suap lagi, makannya selesai. Dan satu fakta yang harus diketahui, suapan terakhir itu nikmatinya nauzubillah. Dan Yola dengan teganya mengganggu kenikmatan makanannya.
“Bentar!”
Dia segera mengeluarkan ponselnya dari tas dan langsung terkekeh pelan saat melihat rentetan panggilan tak terjawab dari Yola. Dia mendongak tersenyum kikuk menatap Yola yang kini mendongak angkuh.
“Ya maaf, gue silent tadi.”
Yolanda mengangguk.
“Emang ada apa sih? Tumben banget Lo telpon gue?”
Dia melihat Yola menepuk pelan keningnya sendiri, kemudian kedua tangan sahabatnya itu sudah bersidekap diatas meja dan menatapnya dengan serius. Itu tak berlangsung lama, karena selanjutnya Yola menunjukkan sebuah postingan yang mampu membuat dia membulatkan matanya. Bukan gambar yang tertera di ponsel itu yang membuatnya terkejut, melainkan caption yang tertulis di sana.
“Jadi bener berita itu?”
Dia mendongak kemudian menggeleng sambil menyerahkan kembali ponsel milik Yolanda. “Enggak lah, ya kali gue jadian sama tuh cowok songong.” Jawab Tiffany, dia melipat tangan diatas meja.
“Lagian, itu foto kebetulan gitu aja diambilnya. Makanya terkesan gue sama tuh cowok songong seolah pelukan. Padahal, kenyataan nya tuh jauh banget.” Jelas Tiffany. Dia kembali menikmati mie nya yang tinggal sesuap.
Yola mengangguk-angguk, dia percaya dengan apa yang diucapkan Tiffany. “Oh gitu.”
Dia tersenyum lebar, menjentrikan jarinya. “Iya. Terus sekarang Lo mau ngapain kesini?” Tanya Tiffany, dia menaikkan sebelah alisnya.
“Cuma mau nanyain itu doang sih?”
“Hah!?”
TO BE CONTINUED ...
Terimakasih untuk yang sudah baca
Terimakasih untuk yang sudah voting
Terimakasih sudah dijadikan ke favorit kalian
Terimakasih untuk yang sudah like
Terimakasih untuk yang sudah komen
Terimakasih sudah melakukan hal diatas
Lopelope
Salam hangat,
Katatokoh16
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
#Radella_3to3
Semangat kak dalam berkarya
aku udah mampir bawain like + rate 5 bintang
jangan lupa feedback ya kak
di tunggu kehadiran nya
Dapet salam dari "Permaisuri Yang Tercampakan"
2020-06-25
1
Miels Ku
lanjutkan
2020-06-25
1
Nona Mawar
lanjut kakka
2020-06-24
1