“Lo ngampus sekarang?”
Dia mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Delfano, wajahnya sengaja dia angkat tinggi-tinggi, tengah bersikap angkuh. ”Kenapa? Bukan urusan Lo juga kan.” Tukas Tiffany, dia menatap sinis Delfano yang sudah berdecak mendengar ucapannya.
Delfano menghela napas kasar, menatap tajam dirinya yang tak terusik sedikitpun dengan tatapan itu. Dia malah menatap balik tajam Delfano, seolah tertantang dengan tatapan lelaki itu.
“Nyesel gue nanya.”
“Bodo amat.”
Dia memutar bola matanya jengah, masih menatap Delfano yang berdiri dihadapannya. Tangannya kini terlipat di depan dada. “Lo ngapain sih masih disini? Pulang sana!” Usir Tiffany, dia mengendikan bahunya.
Delfano ternganga, bergegas turun dari motor miliknya sambil melepas helm dengan kasar.
Delfano meletakkan dengan kasar helm diatas motor miliknya, membuat dia kembali membulatkan matanya menatap tindakan Delfano barusan.
“Eh, hati-hati itu helm gue.”
“Bodo amat!” Ucap Delfano, dia berdecak pinggang. “Lagian nih ya, siapa juga yang mau disini. Jangan geer deh jadi cewek.” Lanjut Delfano kemudian melenggang pergi tanpa menunggu balasan darinya.
Dia kembali mencebik, menatap kepergian Delfano. Namun, baru beberapa meter jarak diantara mereka, dia mengingat sesuatu ya membuatnya mau tak mau memanggil nama lelaki itu. Otomatis lelaki itu membalikkan tubuhnya menatap dirinya.
“Kenapa? Kenapa Lo panggil-panggil gue. Gak rela gue pergi?” Tanya Delfano, jengah.
Dia berdecak, tercengang melihat kegeeran Delfano yang selalu merajalela. “Jangan geer deh. Siapa juga yang gak rela? Pergi sih, pergi aja. Bodo amat.” Balas Tiffany, dia menyerahkan paper bag cokelat di tangannya kepada Delfano. “Nih, kasih kue ini buat nyokap Lo. Awas aja kalau sampai Lo nyobain.” Ketus Tiffany.
Delfano menerima dengan kasar paper bag itu, membuat nya meringis. “Siapa juga yang mau nyobain kue buatan Lo. Di luar saja tuh, masih banyak yang lebih enak dan menarik daripada kue buatan Lo ini.” Balas Delfano yang membuat bola matanya ingin keluar sekarang juga.
“Lo tuh ya!”
“Bodo amat. Bye!”
“Songong dasar!”
......................
...----------------...
Delfano memasuki rumahnya yang seperti biasa selalu sepi. Hanya saja, sudah 4 tahun terakhir ini—lebih tepatnya saat dia harus bertarung nyawa, Mami nya lebih sering berada di rumah. Tapi, sepertinya saat ini Mami nya tak ada di rumah alias keluar.
Dia menjatuhkan bokongnya di kursi, meletakkan paper bag diatas meja makan dan menatapnya. Dia menatap paper bag berwarna cokelat yang dibawanya yang merupakan kantong berisi kue yang dibuat di rumah tantenya. Entah dorongan dari mana, dia ingin sekali membuka kantong tersebut. Seperti ada tarikan dari kantong itu untuk dibukanya.
“Gue keluarin aja deh dari paper bag, terus simpen. Lagian kan, cuma keluarin doang. Bukan dimakan ini.” Gumam Delfano pelan, dia bertekad hanya mengeluarkan isiannya saja tanpa niatan apapun lainnya.
Ya, fix hanya itu.
Namun, baru saja dia mengeluarkan kue tersebut lagi-lagi ada dorongan dalam dirinya untuk membuka kue tersebut. Alhasil, sekarang terpampang lah dengan jelas kue itu dan juga aroma yang memikat membuat Delfano tak kuasa menahan hasrat untuk mencicipinya.
“Sial!” Seru Delfano, dia mendengus kasar.
“Kenapa tuh kue kayaknya enak banget sih!?” Gerutu Delfano, dia mengumpat dirinya sendiri yang sangat ingin mencicipi kue tersebut.
“Bodo amat lah, gue pengen nyobain. Gue sih, yakin. Pasti rasanya b aja.” Cibir Delfano, dia mencemooh kue buatan Tiffany ini.
Delfano segera mengambil kue tersebut kemudian langsung memasukkannya kedalam mulut. Dan mungkin terdengar lebay, namun ini serius. Rasa yang tersalurkan dari kue tersebut membuat dia membelalakkan mata seketika. “Serius nih bikinan tuh cewek?” Tanya Delfano, dia masih tak percaya. Dia masih mencoba menikmati kelezatan kue di mulutnya itu.
Delfano menggeleng-geleng. “Gak ... Gue ... Gak ... Gak mungkin banget. Masa cewek coveran tomboi gitu bisa bikin kue seenak ini. Gak percaya gue!” Ucap Delfano, dia mencoba meyakinkan dirinya bahwa kue ini bukan buatan perempuan itu. Dia coba yakinkan itu semua.
Matanya tak lepas dari kue di tangannya, dia masih tak percaya. Dia mengendikan bahunya, acuh. “Iya, gue yakin. Ini pasti bukan bikinan tuh cewek. Gak percaya!” Seru Delfano, namun kue tersebut malah masuk ke mulutnya.
Smile.
......................
...----------------...
“Nih!”
Dia menyerahkan sebuah paper bag bertuliskan nama toko kue nya ke hadapan Yola yang kini mengalihkan tatapannya dari ponsel ke paper bag yang disodorkannya. Senyuman lebar pun dia lemparkan untuk Yola yang kini sudah menyimpan ponselnya diatas dashboard dan menerima paper bag yang disodorkan nya.
“Apaan nih?” Tanya Yola, senyuman lebar ikut tercetak di bibirnya. Dan tanpa menunggu jawabannya, Yola sudah lebih dulu membuka paper bag tersebut.
Dia terkekeh menatap Yola yang sudah membelalakan matanya melihat isi paper bag yang diberikannya itu.
“Seriusan nih? Ih Fani ... Ini kan kue kesukaan gue. Makasih banget.” Seru Yola sambil kemudian memeluk erat dirinya yang masih terkekeh.
“Aduh ... Udah-udah. Pengap nih gue!”
Yola mencebik sambil melepaskan pelukannya perlahan. Potongan mango cheese cake pun sudah Yola keluar kan.
“Ini gratis kan?”
Dia mencebik, memutar bola matanya jengah. “Di bayarin juga gakpapa sih.” Canda Tiffany yang langsung membuat Yola mengerucutkan bibirnya.
“Enggak deng, gratis.”
“Makasih, Bu bos.”
Yola yang berniat memasukkan potongan cake ke mulutnya itu pun, lebih dulu dicegah nya. Yang membuat Yola menatap bingung dirinya. Kerutan pun jelas tercetak di kening perempuan itu.
“Nanti aja di makannya, kita bisa telat kalo Lo makan dulu itu.” Jelas Tiffany yang di benarkan Yola.
Yola kembali memasukkan potongan cake tersebut ke tempat semula, meskipun dia tak henti-hentinya menelan ludah karena merasa tergoda dengan cake kesukaannya itu. Dia meletakkan paper bag tersebut di jok belakang, kemudian mulai menyalakan mesin mobilnya.
“Cus ... Berangkat ...”
......................
...----------------...
Bruk ...
Dia meringis, menatap sebal orang yang baru saja ditabraknya. Dia menghela napas jengah saat tahu siapa orang di hadapannya ini, bola matanya pun sudah berputar malas. “Ya ampun ... Kenapa sih, gue selalu aja ketemu sama Lo? Mana sial lagi nantinya.” Gerutu Tiffany, dia sudah menegadah sambil menghela napas kasar.
“Lo pikir, gue juga mau ketemu lagi sama Lo? Enggak.”
Dia memutar bola matanya jengah, dia malas berdebat. Sehingga, dia memutuskan untuk tak menanggapi ucapan orang itu dan lebih memilih melangkah pergi. Namun, baru saja dia melangkah, orang itu sudah lebih dulu mencekal lengannya.
Terkejut? Jangan di tanya.
Bahkan, rasanya seperti ada aliran listrik di tubuhnya hanya karena sentuhan tangan orang itu tepat di kulit tangannya. Dia hanya memakai kaos lengan pendek, lupa memakai kemeja seperti biasa yang saat ini masih di dalam tasnya.
Bahkan, kini jantungnya berdetak tak karuan. Karena jujur, dia berniat pergi bukan semata-mata tak ingin berdebat, melainkan ingin menyelamatkan jantungnya yang selalu bekerja ekstra setiap kali berdekatan dengan orang ini.
Dia segera melepaskan dengan kasar tangan orang itu dari lengannya. “Apaan sih, pegang-pegang? Modus lo!”
Orang itu menatap datar dirinya, sedangkan dia kini memincingkan matanya.
“Lo beli dimana kue itu? Jago banget nipu nya.” Tuduh orang itu yang membuat keningnya kini berkerut bingung.
“Kue apaan?”
“Yang Lo kasih ke gue.”
“Ke Lo?” Tanya Tiffany bingung, namun dia ingat sesuatu sekarang. “Perasaan gue gak pernah kasih kue ke Lo deh. Ada juga, gue TITIPIN kue buat nyokap Lo.” Ucap Tiffany, dia berdecak pinggang.
Dia ternganga. “Atau jangan-jangan, Lo makan ya kue nya? Ngaku Lo!”
“Jawab!”
“Jawab Delfano...”
Iya, orang itu Delfano. Orang yang ada dihadapannya saat ini adalah Delfano.
“Gue gak sengaja makan,”
“Gimana ... Gimana ? Gak sengaja makan?” Tanya Tiffany tak percaya, namun dia tetap mengangguk-angguk yakin. “Terus gimana, enak kan?” Tanya Tiffany lagi, dia sudah tersenyum meremehkan sambil menaik-turunkan alisnya.
Dia mencoba menahan tawanya melihat Delfano yang kini gelagapan, lelaki itu berdehem sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana.
“Biasa aja, sih.”
Dia mendengus. “Songong banget sih Lo. Bilang aja kek, enak. Apa susahnya sih.”
“Gue masih gak yakin, lo yang buatnya. Jujur deh sama gue, Lo beli dimana?”
Dia mencebikkan bibirnya, berdecak pinggang. “Jaga tuh mulut. Enak banget nuduh gue.” Kesal Tiffany. “Lo kan liat sendiri kemarin di rumah tante Lo, gue yang buat. Masih berani Lo tuduh gue? Aneh!”
“Ya gimana gue gak tuduh Lo. Modelan cewek tomboi kayak Lo, mana mungkin bisa bikin kue seenak itu. Gak percaya gue.”
Kesal sih, namun dia lebih ingin tertawa sekarang. “Oh ... Berarti secara langsung, Lo akuin bahwa kue buatan gue tuh enak banget. Gitu?”
“Gue emang akuin enak, tapi gue gak percaya Lo yang buat itu. Gue gak percaya, cewek tomboi kayak Lo bisa masak. Mustahil.”
“Ih, Lo ngehina banget sih. Gue buktiin ya, begini-begini juga gue bisa masak.”
“Oh, ya?”
“Iya. Lo mau bukti. Ayo!”
“Bikinin gue nasi goreng mentega, di depan mata gue juga.”
“Okay, siapa takut.”
......................
...----------------...
Delfano dan kesosngongannya mulai merajalela ya beb..
Just Info, maaf banget gak balesin komen kalian. Tapi kalian harus tau, aku selalu baca dan tunggu-tunggu komentar dari kalian di setiap part yang aku up.. Dan, aku selalu like setiap komentar kalian bebebkuuu.. So, ditunggu komentarnya.
Makasih ya, kamu, yang setia ;)
tq
lopelope**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Andi Nurfiana
suka novel kamu thor
2023-09-15
1
(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕
Bener ternyata gk di real life gk di novel cowo klo dah nyaman gampang berpindah haluan 🙄😒
2020-09-08
1
(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕
Nasi goreng mentega? Pke ayam geprek suwir? Itu bukanya yg wktu itu tata bikinin ya? 🙂
2020-09-08
1