Tiffany memasuki kamarnya, dia menjatuhkan pelan tubuhnya di atas ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar, masih memikirkan tentang keputusan apa yang akan dia ambil. Apakah dia akan mengiyakannya atau malah menolaknya.
"Gue mesti ngapain ya?" Gumam Tiffany pada dirinya sendiri. "Gue kasian sama Jani, masa iya rumah tangga nya harus di hantui sama cewek lain sih. Tapi, gue juga gak mau kalau harus berurusan lebih jauh lagi sama Fano. Ogah banget!"
Dia beranjak dari ranjangnya, berjalan kearah balkon kamarnya dan menatap langit malam yang sangat bersih malam ini. Tak ada bintang atau bulan yang menghiasi langit malam itu. Dia berdecak. "Siapa sih tuh cewek? Berani banget rusuhin hubungan orang. Apalagi, ini rumah tangga orang." Decak Tiffany.
Dia menghela napas kasar, membalikkan tubuhnya dan bersandar pada pagar pembatas balkon kamarnya, tangannya terlipat di depan dada.
"Nana?"
"Nana?"
"Nana?"
"Tasya?"
Tiffany terus bergumam menyebutkan nama perempuan yang menjadi pelaku utamanya. Dia terus menggumamkan nama itu sampai tiba-tiba ponsel di sakunya bergetar. Tiffany menggeser tombol hijau, dia langsung menempelkan benda pipih itu ke telinganya. Dia tersenyum tipis mendengar suara perempuan di seberang sana.
"Hallo, Ta? Kenapa? Tumben banget Lo telpon gue." Ucap Tiffany, dia berjalan pelan memasuki kamarnya dan duduk di sofa kecil di kamarnya itu.
"..."
"Jangan bilang, Lo mau curhat lagi tentang cowok Lo itu. Please jangan bilang iya, please..."
"..."
Tiffany berdecak, dia memutar bola matanya jengah. "Ya ampun Ta. Sampai kapan sih, Lo mikirin terus cowok itu. Belum tentu, cowok yang Lo pikirin itu mikirin Lo juga. Ayolah, move on!"
Tiffany sudah bosan dengan curhatan temannya ini. Lagi-lagi pasti berhubungan dengan kekasihnya. Oh ayolah, kenapa semua teman terdekatnya selalu bermasalah dengan laki-laki. Ada apa sih sama laki-laki.
Oh ya, apa Tiffany sudah memberi tahu siapa yang menelpon nya?
Belum ya?
Oke. Jadi, orang yang menelponnya saat ini adalah temannya. Tasya, dia biasa memanggil temannya itu Tasya. Temannya itu berada jauh di luar sana—Amerika. Jauh bukan? Yaiyalah, beda benua. Tiffany kenal dengan Tasya saat dia memasuki SMA. Pertemuan tak sengaja saat di rumah sakit saat dia hendak menemui ayahnya. Dan sangat kebetulan, ternyata Tasya adalah salah satu pasien yang tengah di tangani ayahnya saat itu.
Miris, Tasya sakit. Parah.
Entah bagaimana ceritanya, yang jelas tiba-tiba mereka sudah berteman saja. Hebat bukan?
"Gini loh Ta. Gue gak melarang Lo buat suka sama cowok. Tapi, ini cowoknya gak jelas Ta. Kalo emang bener tuh cowok suka sama Lo, harusnya dia samperin Lo ke situ. Ya, meskipun ceritanya dia gak tau keberadaan Lo. Dia bisa cari tau dong, gak susah di zaman sekarang nyari orang. Apalagi, dia tau Lo kan?
Kecuali, kalo emang tuh cowok punya cewek lain. Gue sih yakin, gak mungkin tuh cowok gak punya cewek disini. Gak mungkin banget."
Tiffany terdiam, dia mendengarkan dengan seksama pembelaan Tasya di seberang sana tentang kekasihnya itu. Dia lagi-lagi mendengus.
"Ayolah, Ta. Sorry nih ya, gue bukannya nakutin lo. Cuma, gue gak mau aja ngomong manis yang nyenengin Lo disana tapi ujung-ujungnya malah nyakitin." Tukas Tiffany. "Meskipun diantara kalian gak pernah ada kata putus, tapi cowok tuh tetep cowok. Gak mungkin mau bertahan sama satu cewek yang gak jelas. Lo kan gak jelas dimana." Lanjut Tiffany, dia terkekeh di kalimat terakhirnya.
"..."
Obrolan mereka terus berlanjut, membicarakan lelaki yang sama yang sudah 4 tahun terakhir ini di ceritakan Tasya. Dan lelaki yang sama pula yang sampai saat ini belum diketahui Tiffany.
🐡🐡🐡
Pendekatan—Cari tahu—Pergi.
Iya, itu strategi Tiffany. Jadi, dia akan melakukan pendekatan dengan mencoba berbaikan dengan Delfano. Dia akan mencoba bersikap baik pada lelaki itu agar usaha selanjutnya bisa berjalan dengan mudah. Lalu, nanti dia akan menanyakan tentang perempuan bernama Nana yang merupakan alasannya mau mendekati lelaki itu. Dan terakhir, saat dia sudah mendapatkan apa yang dia mau. Dia bisa pergi begitu saja. Iya, per—
"Ngapain Lo disini?"
Tiffany tersenyum lebar seketika melihat Delfano yang baru saja keluar dari kelasnya sudah berdiri dihadapannya. Dia mencoba menampilkan senyum terbaiknya, berharap Delfano luluh dan tak curiga. Sedangkan Delfano, dia mengerutkan keningnya bingung melihat Tiffany yang berbeda. Kemana kejudesan perempuan itu, kemana wajah jutek dan nada ketus perempuan itu.
Kemana?
"Kenapa Lo? Kesambet?"
Tiffany membulatkan matanya, baru saja dia siap melontarkan ucapan sarkasnya pada lelaki itu namun sekuat tenaga ditahannya. Dia mencoba bersabar. Sabar.
Tiffany menggeleng, masih dengan senyumnya dia mengulurkan sebuah kotak makan pada lelaki itu. "Buat Lo, nasi goreng mentega." Ucap Tiffany, dia kembali tersenyum lebar.
Delfano mengerutkan keningnya, dia menerima dengan perlahan kotak makan berwarna hitam di tangannya kini. Dia menarik tipis sudut bibirnya, menatap bergantian kotak makan itu dengan pemiliknya. "Nasi goreng mentega?" Tanya Delfano memastikan.
Tiffany mengangguk.
"Lo punya jam tangan? Coba liat, sekarang jam berapa. Pantes gak tengah hari bolong makan nasi goreng. Aneh Lo. Nih!"
Delfano mengembalikan kembali kotak makan itu, melenggang pergi meninggalkan Tiffany yang kini terdiam kaku mencoba mendinginkan hatinya yang ingin sekali meledak melihat kesongongan lelaki itu.
"Tapi, bukannya Lo kangen sama nasi goreng mentega buatan 'dia?"
Tiffany memutar tubuhnya, tersenyum lebar menatap Delfano yang menghentikan langkahnya. Dia berjalan, menghampiri lelaki itu. "Gak salah juga kan, makan nasi goreng tengah bolong begini. Lumayan juga, buat ngobatin kerinduan Lo sama 'dia?" Lanjut Tiffany, dia kembali menyodorkan kotak makan itu.
"Gimana?"
Delfano terdiam, dia menatap kotak makan itu. Ada dalam hatinya yang mengiyakan ucapan perempuan di hadapan ini, namun ada bagian hatinya yang lain menolak. Tapi, sepertinya kerinduannya pada dia sudah tak terbendung lagi membuat dia kini menerima ini semua.
Tiffany tersenyum lebar saat Delfano menerima kotak makannya.
"Thank you!" Ucap Delfano, beranjak pergi meninggalkan Tiffany yang masih tersenyum lebar menatap kepergian lelaki itu.
Anehnya, ini bukan senyuman karena misi pertamanya hampir berjalan sempurna. Melainkan senyuman yang muncul karena lelaki itu menerima pemberiannya. Terlepas dari alasan apapun diterimanya itu semua.
🐡🐡🐡
"Gimana?"
"Udah coba pendekatan sih gue,"
Yolanda membulatkan matanya mendengar jawaban dari Tiffany. Dia tak salah dengar bukan? Baru aja Tiffany mengatakan pendekatan? Ayolah, bilang ini semua nyata baginya.
"Seriusan?"
Tiffany mendongak menatap Yolanda, dia mengangguk. "Iya, kenapa gitu?" Tanya Tiffany aneh.
Yolanda tersenyum lebar, dia beranjak dari duduknya kemudian langsung memeluk erat Tiffany yang terkejut dibuatnya. "Oh my God... Gue seneng banget, ternyata sahabat gue ini normal." Pekik Yolanda senang, dia mengeratkan pelukannya sambil menggoyang-goyangkan tubuh Tiffany dalam pelukannya.
Tiffany mendengus, dia melepas paksa pelukan Yolanda. Dia menatap tajam perempuan itu. "Lo bilang apa tadi? Maksudnya selama ini gue gak normal gitu?" Tukas Tiffany, dia menatap tajam Yolanda.
Yolanda terkekeh, dia menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali. "Ya, maksudnya gue lain kali. Abis, Lo jarang banget sih deket sama cowok. Jadi, jangan salahin gue kalau pikir yang macam-macam." Jawab Yolanda.
Tiffany memutar bola matanya jengah. Dia kembali fokus pada layar laptop dihadapannya. Oh iya, saat ini mereka tengah berada di toko kue Tiffany, duduk di pojok toko seperti biasa. Untungnya toko tidak terlalu ramai, sehingga Tiffany bisa sesantai ini.
"Gak deket, belum tentu gak normal. Ada beberapa alasan buat gue gak suka deket sama cowok. Tapi, gue masih normal kok. Masih suka cowok." Jelas Tiffany.
"Iya..iya..maaf. Becanda kok." Ucap Yolanda, dia mengerucutkan bibirnya. "Tapi serius deh, kok Lo bisa sih kepikiran buat pendekatan dulu sama kak Fano?" Lanjut Yolanda, dia sudah beranjak duduk kembali.
"Maksudnya?"
"Ya..secara Lo gak pernah deket cowok. Tapi, tiba-tiba ada aja kepikiran buat ngelakuin pendekatan gitu. Aneh banget."
Tiffany terdiam, dalam hati dia mengiyakan ucapan Yolanda. Jadi sebenarnya ada apa dengan dirinya saat ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments