“OH MY GOD!”
Pekikan itu berasal dari seorang perempuan dengan kaos oblong dengan kemeja yang mengikat di pinggangnya. Black jeans dan speakers putih menjadi pelengkap penampilannya hari ini. Rambut hitam legam itu bahkan di biarkan tergerai begitu saja karena empunya lupa akibat keterlambatan di hari pertamanya ini.
Huh ... Huh ... Huh ...
Napas itu masih memburu hebat. Dia berdecak, menumpu kedua tangannya di atas lutut. Beberapa saat dia terdiam, mencoba menetralkan napasnya yang tak karuan. Dia langsung mengangkat kepalanya, mengibaskan rambutnya.
Dia menyelipkan anak rambut yang menghalangi wajahnya, masih dengan berdecak pinggang dan perlahan memutar tubuhnya menelusuri tempat luas ini. “Aduh ... Nyesel banget gue kemarin gak dengerin Yola. Jadi nya gini kan? Gue bahkan gak tau dimana tempat acaranya.”
Perkenalkan, dia Tiffany. Tiffany Cahaya Putri, mahasiswa baru di salah satu universitas favorit di Kota ini. Wajahnya cantik, manis malah. Tapi, entah kenapa berbanding terbalik dengan sifatnya yang tomboi itu. Tomboi dan jauh sekali dari kata anggun. Huh. Biarlah. Sudah takdirnya mungkin.
Tiffany menghela napas kasar, kembali melangkahkan kakinya untuk mencari tempat dimana semua mahasiswa baru berkumpul. Toh, kalaupun dia terus menggerutu itu tak akan menyelesaikan apapun. Yang ada, dia semakin terlambat.
Senyum lebar langsung tercetak jelas di bibirnya saat matanya menemukan kerumunan semua orang yang diyakininya mahasiswa baru. Namun, senyuman itu perlahan sirna seketika saat melihat perbedaan yang kontras diantara mereka dan dirinya. Sontak, bola matanya membulat sempurna.
Ya Allah, bagaimana bisa dia lupa untuk memakai atribut yang sudah ditentukan oleh Senior?
Bagaimana bisa dia hanya datang dengan kaos oblong dan jeans?
Dimana kostum yang harus digunakannya?
Dan lihat, bahkan rambutnya malah tergerai disaat yang lain mengepangnya.
“Mati, gue.”
Tiffany mengucek mata, meringis pelan merutuki kebodohannya. Dia kembali mendongak, tersenyum miris dan memilih memutar tubuhnya perlahan berniat meninggalkan area kampus ini. Biarkanlah sehari dia absen, tak apa. Namun, baru saja kakinya melangkah nama nya kembali di serukan.
“TIFFANY!!”
Tiffany memejamkan matanya, merutuki orang yang baru saja memanggilnya itu. Dia kembali memutar tubuhnya, tersenyum menampilkan deretan giginya saat matanya menatap beberapa senior yang tengah berdecak pinggang menatapnya. Namun, tatapan tajam langsung dilayangkannya saat seorang dengan kaca mata gaya berlari kearahnya.
“Mau kemana?”
“Berisik lo!”
“Hah?”
***
Tiffany mengusap peluh di keningnya, dia langsung menyambar botol minuman berasa milik si perempuan berkaca mata. Dia meneguknya hingga tandas, tak mengindahkan dengusan dari si empunya itu.
Perempuan berkacamata itu, Yolanda. Teman dekat sekaligus sahabat Tiffany. Dia punya dua sahabat, Anjani dan Yolanda. Anjani itu bucin parah tingkat akut dengan sifat labil yang masih belum hilang meskipun dia sudah menikah. Sedangkan, Yolanda itu yang paling kalem dengan tingkat kecerdasan di atas rata-rata. Disaat semua sudah beraksi, otak Yolanda masih mencoba mencernanya.
Pemirsa paham, kan? Pasti paham.
“Haus banget, ya?” tanya Yolanda panggilan akrab perempuan itu sambil menatap polos Tiffany.
Tiffany menaikkan sebelah alisnya, “Lo pikir?” kesal Tiffany. Dia mengerutkan kening bingung melihat Yolanda yang tengah memperhatikan botol minuman kosong ditangannya.
Yolanda mendongak menatap Tiffany. “Iya, haus.” jawab Yolanda, dia mengangguk.
Huh! Tiffany memutar kesal bola matanya. Harus banget ya di respon sedemikian rupa? Ck, Yola... Yola... Bisa-bisanya Tiffany punya sahabat modelan Yolanda ini. Cantik sih iya, tapi sayang otaknya terkadang tak secantik wajahnya. Bahkan, bisa di pastikan Yolanda bisa dimasukkan kedalam list orang terlemot yang Tiffany kenal.
“Gue lapar, mau pesan makan dulu deh.”
“Iya, gue juga sih. Lo mau apa? Biar gue yang pesan.”
“Bakso aja deh.”
“Oke!”
Tiffany beranjak menuju penjual bakso, memesan dua porsi bakso untuknya dan Yolanda. Dan hanya butuh beberapa menit, dia sudah kembali dengan nampan berisi mangkok bakso beserta minumannya. Es teh dan jeruk hangat.
“Lo cemen banget sih. Makan bakso tuh yang pedes, biar ada sensasinya.” tukas Tiffany sambil menyendok kan sambel ke mangkuk baksosnya.
“Gak mau, nanti gak bisa dinikmatin.”
“Cemen.”
“Biarin, daripada sakit perut.”
***
Tawa itu tak henti-hentinya menggelegar di sepanjang lorong kampus, menjadikan mereka pusat perhatian. Namun, bukan Tiffany namanya kalau merasa terganggu dengan tatapan orang-orang terhadapnya. Dia sih bodoh amat orangnya.
Tawa itu bisa muncul karena Yolanda, karena koneksi otak perempuan itu yang sedang terganggu harus membutuhkan waktu lama untuk paham maksud ucapannya.
“Ya, abisnya, lo kalau di ajak ngobrol tuh makanya dengerin dengan seksama. Atau nanti gue cari deh di kang google ‘Cara agar koneksi otak secepat kilat’.”
Yolanda mencebik, kembali menyuapkan es krim ke mulutnya. Dia hanya mencebik tanpa merasa tersinggung atau apa. Dia sudah kenal betul dengan Tiffany dan cara bicara perempuan itu. Toh, dia tak mau membawa apapun ke hatinya. Dia tau mau jadi orang yang gampang sakit hati. Dan apa yang dikatakan Tiffany terkadang memang benar adanya juga.
Buk!
Tiffany menolehkan kepalanya kearah sumber suara. Dia terkejut saat melihat dua orang lelaki yang tengah adu jotos a.k.a berantem. Dengan cepat, dia melepas rangkulannya pada Yola kemudian bergegas menghampiri dua orang yang tengah berkelahi itu.
Yolanda terkejut bukan main, apalagi saat ini Tiffany mencoba menengahi perkelahian dua orang yang diyakininya merupakan senior di sini. Dia tak mencegah Tiffany, karena dia tahu. Bagaimana pun Tiffany tak akan mau mendengar jika di cegah. Terlalu keras kepala.
“Eh, udah stop! Stop!”
Dengan keberanian, Tiffany langsung menarik kerah baju lelaki yang tak henti-hentinya memukuli lawannya itu. Meskipun susah, namun dia berhasil. Buktinya sekarang dia sudah menarik mundur lelaki itu untuk menghentikan aksinya.
“Apa-apaan sih Lo!?” teriak lelaki yang kerahnya baru saja Tiffany tarik. Tangannya dihempaskan begitu saja oleh lelaki itu.
Tatapan datar dan kesal itu berbanding terbalik dengan Tiffany yang merasa cemas. Dia tak pernah bisa diam saja saat melihat perkelahian di depan matanya.
“Lo ngapain sih berantem? Mana ini area kampus.” tukas Tiffany kesal. “Dan lihat, itu lawan Lo udah kayak gitu dan Lo masih mau pukul? Sadar Lo?!”
Tiffany membalas tatapan tajam yang lelaki itu layangkan untuk nya dengan tak kalah tajam pula.
“Lo gak tau apapun. Jadi, minggir!”
Tiffany mengangkat dagunya, berdecak pinggang. “Enggak!”
“Dasar, cewek gak jelas!”
Setelah mengucapkan itu, lelaki tersebut pergi bergegas meninggalkan Tiffany yang kini hanya bisa terdiam. Dia tak peduli dengan orang-orang di kampus ini yang tengah memperhatikan sejak tadi. Dia tak peduli, sungguh. Tangannya mengepal, berdecak menatap kepergian lelaki itu.
“DASAR COWOK SONGONG!!”
***
Tiffany berjalan memasuki sebuah toko kue. Lonceng langsung berbunyi saat pintu itu di bukannya dan aroma kue-kue yang baru di angkat dari oven langsung menyeruak ke indera penciumannya.
Love Cookie
Nama toko kue yang merupakan toko milik almarhumah Ibunya. Ayahnya yang merupakan seorang dokter tidak punya banyak waktu untuk mengurus toko kue ini, alhasil dia sudah diberi kepercayaan mengelola toko ini sejak SMA.
Tiffany berjalan masuk, tersenyum menyapa beberapa pelanggan dan karyawan disini. Dengan cepat, dia bergegas menuju ruangannya untuk mengganti pakaiannya. Setelah itu, dia mengambil buku catatan keuangan dan memeriksanya secermat mungkin. Dan saat dirasa sudah cukup dan beres, dia bergegas keluar untuk melakukan pekerjaannya.
Tiffany memakai apron dengan logo tokonya. Berjalan menghampiri karyawan yang sedang mengisi kembali etalase dengan kue-kue yang sudah sold out. “Mbak, gantian ya. Biar aku yang jaga sekarang.” ucap Tiffany, dia menggeser tubuh salah satu karyawannya dan mengambil alih tugas memasukkan kue-kue yang baru saja keluar dari oven untuk dipasang di etalase.
Ting!
Tiffany mendongak, tersenyum lebar saat melihat seorang wanita berumur dengan gaya layaknya istri pengusaha besar berjalan menghampirinya.
“Hai, Fany.”
“Hai, tante.”
Tiffany keluar dari balik etalase untuk menghampiri wanita itu. Dia tersenyum lebar saat sudah berhadapan dengan pelanggan setianya itu. “Mau ambil pesanannya sekarang, tan?” Tanya Tiffany yang mendapat gelengan dari wanita itu.
Sinora Salim Carlos—Istri seorang pengusaha besar yang cukup berpengaruh dalam sektor perekonomian negeri. Siapa juga yang tak kenal JC Company? Sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang properti dan media itu? Jika ada yang tidak tahu, coba cek google, pasti—
“Oh... Yaudah, Tante duduk dulu aja. Aku ambil minum dulu.”
Tiffany bergegas pergi mengambil kue dan minuman untuk mereka berdua. Tak butuh waktu lama, Tiffany datang dengan apa yang diniatkan awal olehnya. Dia meletakkan nampan berisi dua gelas minuman dingin dan sepiring kue yang dia yakini akan menjadi menu favorit Sinora ke depannya.
Sinora tersenyum senang menatap Tiffany, dia terus memperhatikan perempuan yang sedikit tomboi itu namun telaten menyiapkan ini semua di hadapannya. “Kamu tahu gak, kenapa Tante suka banget sama kamu?” tanya Sinora yang membuat Tiffany menghentikan kegiatannya.
Tiffany melanjutkan kegiatannya kemudian duduk di tempat semula, dia mendekap nampan kemudian menggeleng. “Kenapa emangnya, tan?”
“Tante tuh pengen banget punya anak perempuan, tapi sampai sekarang gak kesampaian. Tante cuma punya anak cowok, itu loh yang sering tante ceritain sama kamu.” ucap Sinora yang di angguki Tiffany. Memang benar adanya, Sinora sering sekali menceritakan anak laki-lakinya itu.
“Dan seperti yang kamu tahu, tante gak terlalu deket sama dia.”lirih Sinora, dia tersenyum kecut. “Memang kesalahan tante sendiri, tante dan papi nya terlalu sibuk kerja. Sehingga membuat hubungan diantara kami renggang, apalagi setelah kejadian 4 tahun yang lalu.” lanjut Sinora.
Tiffany menyentuh tangan Sinora yang diletakkan di atas meja. Dia tersenyum menatap Sinora. “Yaudah, tante anggap aja aku kayak anak tante. Lagi pula, aku juga udah anggap Tante seperti ibu aku.”
Deg.
Sinora tersenyum sambil mengerjapkan matanya. Dia beranjak dari duduknya kemudian menarik Tiffany ke pelukannya, memeluk erat dengan berbagai penyesalan di hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Riska Cikok
mna kknjutan Natasya Ama sahabat nya Thor kok kgak ada ..
2020-11-22
1
Karina Kurniati
waduhhh??trs cerita fano dan nata gimana?udahan
2020-10-15
1
ukari salinong
natasya mana?
2020-09-29
1