Question for Sailendra Fathillah Amorgan 1

(disclaimer)

Beberapa hari kemudian. Edi dan Panji masih belum bisa mencerna ucapan Sailendra dengan baik. Memilih untuk bersikap seperti biasa. Meski begitu mereka berdua tetap membayar Sailendra dengan permintaan tak masuk akalnya.

Maurice bersama penyelidikannya sendiri menambahkan satu orang dalam daftar perkiraan pelaku kasus Pak Henry dan Pak Eros. Sebenarnya terlihat tidak begitu penting atau mencurigakan. Apalagi bertampang pembunuh. Karena orang itu adalah Sailendra.

Mengapa Sailendra? Karena sejak terakhir Maurice berhubungan dengannya. Ia telah menaruh kecurigaan pada kata mahal yang Sailendra sebutkan. Sebutir bola mata? Bukankah mengerikan? Mungkin ia hanya bercanda untuk menggambarkan kata mahal yang mustahil terjangkau kantong anak SMA. Namun, kenyataan berkata lain.

Karena penasaran akhirnya Maurice memutuskan mengintrogasi beberapa orang anak dari kelas B. Jawaban yang muncul setelah itu tidak berbeda dari perkiraan awalnya. Sailendra mirip Millhewi. Tidak begitu suka membaur dengan yang lain. Seperti Millhewi, Sailendra selalu menjadi anak pertama yang datang. Menurut pernyataan beberapa anak yang datang setelahnya: tak jarang mereka melihat Sailendra tertawa sendiri saat membaca buku-buku aneh yang disebutnya sebagai Kitab Ramalan Suci atau Buku Sakral Pesan Penguasa Langit Malam. Ia bahkan sering membawa boneka voodoo, jarum santet, silet, jarum dan pisau berukiran aneh. Lain kali ia membuat kelas berbau kemenyan. Bukan hanya itu. Ia menggunakan Death Note sebagai buku catatan pelajaran. Dan aktifitas anehnya yang lain... terlalu sulit digambarkan dengan kata-kata.

Pemuda itu tepatnya disebut eksentrik. Malah tidak berlebihan hal-hal yang dilakukannya seperti dukun. Kerennya disebut sorcerer. Hal itu jelas berhubungan erat dengan perkiraan Millhewi yang menyatakan kemungkinan Pak Eros dipanggil dengan ilmu hitam atau semacamnya. Maurice memang tidak percaya ilmu hitam-ilmu hitaman. Apalagi setan-setanan. Tapi, untuk kasus seaneh ini rasanya sulit juga kalau tidak melibatkan makhluk halus. Apalagi Pak Ridwan sendiri tidak pernah membukakan pintu bagi siapa pun saat waktu perkiraan kematian Pak Eros.

Mungkin masih ada penjelasan rasional untuk memecahkan kasus ini. Tapi, keberadaan Sailendra membuat kata rasional jadi kurang tepat. Hal lain yang menguatkan pendapat Maurice. Bahwa Sailendra berhubungan dengan kematian Pak Eros maupun Pak Henry adalah matanya hilang. Sailendra anak yang pernah dibuat hampir dikeluarkan oleh Pak Henry. Dan pernah dibuat menjalani skors oleh Pak Eros. Jelasnya ia memiliki motif. Meski masih terlalu aneh untuk memutuskan membunuh dengan alasan sesederhana itu.

"Millhewi, kamu kenal Sailendra?" tanya Maurice.

"Mustahil tidak. Sepenjuru gedung SMA Nusantara Senja mengenalnya. Mulai dari yang kasat mata. Sampai yang tidak," jawab Millhewi.

"Oh, begitu." Waduh. "Kamu tahu soal hobi anehnya itu?" tanya Maurice.

"Aku tidak tahu apa pun soal dia. Tapi, dia mengetahui apa pun soal kita," jawab Millhewi.

"Menurut kamu kematian Pak Henry dan Pak Eros yang kehilangan sebuah bola matanya itu berhubungan dengan Sailendra?" tanya Maurice.

"Hmm... Bisa jadi, sih. Tapi, kenapa kamu hanya mencurigai orang dalam SMA Nusantara Senja? Bisa saja ini perbuatan orang luar, tapi sengaja dibuat agar mencurigai orang dalam. Jika mau jadi detektif kamu harus berpikir luas," respon Millhewi.

Maurice kembali melihat bindernya yang penuh dengan coretan hipotesa kasus pembunuhan Pak Henry dan Pak Eros.

"Kamu lupa soal anak kelas 1? Kita tahu terjadi kasus pembunuhan padanya karena kita yang paling cepat datang ke TKP. Sesuai perintah Bu Ressel. Kasus segera ditutup. Bisa jadi anggota kelas lain tidak tahu apa yang terjadi pada anak itu. Intinya bisa jadi sebenarnya terjadi pembunuhan lain di sekolah ini. Tapi, kita tidak tahu, benar? Seram juga. Pembunuhnya banyak."

"Kenapa kamu bicara begitu?" tanya Maurice.

"Habis guru itu ditemukan di kolam renang. Sementara siswa di lorong sekolah. Pelakunya jelas berbeda, 'kan? Ha-ha-ha," jawab Millhewi diiringi tawa serak.

Ucapannya terlihat asal. Tapi, matanya menampilkan keyakinan. Seolah-olah ia yakin pelakunya benar-benar bukan satu orang. Ah, apa hanya asumsiku saja? Kan wajar Millhewi berpikir begitu. Sama sepertiku.

"Kenapa tidak ada yang mati lagi, ya? Membosankan," katanya memandang kecewa.

Gadis itu mengalihkan pandangannya. Dari pemandangan ke luar jendela. Dan melihat Maurice yang menaruh kedua tangannya di belakang kepala. Aneh. Maurice melihat Millhewi balik dengan cepat seolah tersadar oleh sesuatu. Ia tersenyum.

"Katamu... kamu telah disakiti oleh mereka sejak lama, 'kan?" tanya Maurice berbisik. "Memangnya kamu tidak mau membalas mereka semua? Mereka kan jahat."

"Kamu bicara apa, sih?" tanya Millhewi terusik.

"Ayolah, Millhewi. Sudah terjadi tiga pembunuhan dan pelakunya belum diketahui. Bukannya menarik jika tambah satu?" tanya Maurice nanar.

Millhewi tetap melihat Pak Ridwan melakukan aktifitas anehnya. Tanpa memerdulikan ucapan Maurice yang mulai ngaco.

"Ahahaha, bercanda. Tapi, kamu baik sekali. Tidak pernah punya keinginan untuk menghabisi mereka," "puji" Maurice.

Bel berdering. Seorang pria muda bertampang hangat memasuki kelas itu dengan penuh senyuman. Dari balik meja guru ia berkata, "Selamat pagi, anak-anak. Nama saya Sachiko Haru Narenthra. Guru mata pelajaran kesenian. Mulai hari ini saya akan menjadi wali kelas kelas 2-A. Mohon bantuannya untuk sisa setahun ke depan."

Jethro mengangkat tangannya. "Karena sebagai ketua kelas kelas 2-A. Tidak mendapatkan pemberitahuan apa pun. Saya rasa saya pantas menanyakan. Siapa Anda?" tanyanya.

"Baiklah, anak-anak. Saya adalah guru baru yang ditugaskan di sini untuk menggantikan posisi Pak Haz. Kalian bisa memanggil saya Pak Haru."

Siiing...

Suasana sepi menyelimuti sesi perkenalan itu. Pandangan dingin para murid di kelas itu membawanya pada pertanyaan, apa yang terjadi?

"Kalian kenapa? Haha, itu tidaklah penting. Kalian bisa perkenalkan diri kalian satu persatu. Dari dep..."

Jethro menerangkan, "Tradisi nomor 38 SMA Nusantara Senja menyatakan: peniadaan nama kedua, ketiga, maupun selanjutnya. Apakah Bapak belum membuka buku penghubung Guru, Murid, dan Sekolah dan menghafalkan seluruh peraturannya?" tanyanya.

Guru itu termenung resah. Ada perasaan aneh yang belum pernah dirasanya. Sekelas kembali menunjukkan keheningan yang ganjil. Beberapa anak berbisik ke teman sebangkunya. Psst psst psst.

"Baiklah. Sekarang perkenalkan diri kalian."

Dalam pikirannya Maurice menebak-nebak. Apakah wali kelas baru ini akan mendapatkan terapi yang sama dari penjuru kelas 2-A. Karena tempat duduknya juga ia memilih untuk membaca hasil penyelidikan terlebih dahulu. Millhewi tetap memandang ke luar jendela. Dalam batin Maurice sesungguhnya menanyakan apa yang menarik dari luar sana. Sayang pertanyaan itu hanya muncul dalam benaknya.

🎭🎭🎭

"Nama saya Maurice. Cita-cita detektif. Kesukaan kamar tidur dan makanan manis. Yang tidak disukai perundung. Untuk saat ini hanya itu."

Millhewi berdiri dengan pandangan tak bersahabatnya. "Saya Millhewi. Cita-cita undertaker. Kesukaan salib. Yang tidak disukai warna pelangi."

Saat Millhewi kembali duduk. Selain membawa suasana sepi bagi kelas itu juga keheranan Sachiko. Dengan gugup ia berkata, "Pelajarannya kita mulai minggu depan saja, ya. Sekarang kalian ceritakan pada saya tentang sekolah ini. Hal keren apa saja yang pernah terjadi di sini, oke? Mulai!"

Siiing...

Tampaknya guru baru itu tak begitu berhasil. Atau malah tak berhasil sama sekali. Seharusnya ia membuka "Mbak Wiki" dan mencari tahu apa yang telah terjadi pada sekolah itu.

"Saya dengar di sini pernah ada yang meninggal. Kenapa polisi tidak boleh ikut campur?" tanyanya pada akhirnya.

Seorang siswa di barisan depan menjawab, "Karena kematiannya tidak penting."

Siswi di sampingnya melanjutkan, "Selain itu karena Kepala Sekolah yang mengatakannya."

Sachiko menaikkan sebelah alis dan ujung bibirnya. Ia bergegas kembali ke tempat duduk dan mengeluarkan buku penghubung SMA Nusantara Senja. Yang berwarna hitam. Ia rasa semua hal aneh yang diucapkan murid-murid barunya pasti berhubungan dengan hal konyol bernama tradisi dan peraturan SMA Nusantara Senja. Yang terkenal sangat ketat.

Tradisi pertama, kedua, ketiga hingga terakhir dibacanya baik-baik. Hmm, unik.

Di tengah semua itu. Maurice mengangkat tangan. "Pak Sachiko, memangnya Wali Kelas kami ke mana?" tanyanya.

Anak-anak lain berpikir, benar juga. Pak Haz tidak pernah melakukan sesuatu sebagai guru tanpa memberitahu kelas 2-A. Mustahil jika tiba-tiba ia mengundurkan diri tanpa berita atau semacamnya.

"Saya kurang tahu. Saya hanya ditugaskan untuk ini," jawab Sachiko.

Maurice kembali duduk dengan senyum mengerikan terukir di bibir. Ooh... Menarik sekali... Pak Haz pasti mati... Pasti mati... Ia pasti dibunuh Setan itu. Pasti...

🎭🎭🎭

Saat jam istirahat tiba. Maurice segera menuju kelas B. Di kelas B sendiri sedang ada keramaian karena seorang siswanya tidak kembali saat izin ke toilet. Karena merasakan keterkaitan. Maurice mendekati mereka.

Saat siswa itu keluar ia sendirian. Tak ada yang keluar lagi setelahnya. Sama dengan keadaan kelas A. Tak ada yang meninggalkan kelas saat pelajaran berlangsung.

"Sailendra mana?" tanya Maurice.

"Dia mencari bersama Rivan dan Anto. Mereka belum kembali sejak tadi dan tak bisa dihubungi."

Lebih baik aku ikut mencari juga, pikirnya beranjak pergi. Saat sampai di depan pintu. Maurice berpapasan dengan tampang Sailendra yang biasanya ceria berubah murung.

"Te, teman-teman... Keadaan Bakri... Keadaannya... Keadaannya...," ucapnya menahan air mata sambil menunjuk ke arah lorong.

Sontak beberapa anak kelas B termasuk guru keluar untuk memeriksa.

Sailendra mengangkat wajah dan menghapus air matanya. Ia berjalan ke tempat duduknya. "Lho, ada Maurice. Ada apa?" tanyanya santai.

"Aku ingin melakukan transaksi lagi denganmu," jawab Maurice.

"Silahkan. Kebetulan aku sudah lama tidak makan mi ayam," respon Sailendra.

"Kemana Pak Haz?" tanya Maurice.

"Dia mati. Ditemukan empat hari hari lalu. Jam sembilan lebih tiga belas menit oleh Pak Ridwan yang sedang bersih-bersih. Di depan ruangan kunci. Dengan luka tusukan di punggung dan dahi. Senjata pembunuh diperkirakan pisau berburu. Statusnya di kepolisian masih orang hilang. Soalnya Pak Haz memiliki anak dan istri. Dua mangkok," jawabnya mengacungkan dua jari: jempol dan telunjuk.

A, a, ah,ini terdengar tidak masuk akal. "Dari mana kau mengetahui semua itu?!" tanya Maurice.

"Jika kuberitahu nanti kau bisa merebut pekerjaanku, dong. Ini adalah sumber pengahasilan utamaku. Jika kau tahu," jawabnya datar.

Maurice belum menyerah, "Semahal apa pun akan kubayar. Aku juga tak tertarik jadi informan. Kumohon beritahu aku."

"Kau pelanggan pertama yang bersikap begini. Kalau begitu permintaanku sama. Sebutir saja bola matamu yang hidup dan cantik," tunjuk Sailendra ke wajah Maurice.

Mataku? Aku sudah memerkirakan ini permintaannya. Tapi... "Kenapa yang kau minta harus bola mataku? Kenapa tidak ja, jari atau te, telinga?" tanya Maurice.

"Karena mata itu lucu. Apalagi yang sudah keluar dari rongganya. Empuk-empuk kenyal begitu. Seperti squishy. Apa kejahatan jika aku memikirkannya? Tidak, 'kan? Toh aku tidak meminta paksa."

"Lalu, kenapa guru yang mati itu kehilangan sebelah matanya juga?" tanya Maurice.

"Informasi terlarang. Untuk yang ini kau harus memberikan sepasang mata. Dan telingamu padaku," jawab Sailendra.

Maurice amat geram. Digigit bibirnya. Keringatnya menetes deras. "Pasti kau pelakunya!" tudingnya.

"Jaga ucapanmu, anak baru! Jika kau tetap ingin tahu. Kau harus memberikan nyawamu untuk Anes," kata Sailendra.

Maurice memasukkan tangannya ke kantong celana dan mengeluarkan dua lembar seratus ribuan. Ditaruhnya di hadapan Sailendra.

Melihat uang itu Sailendra berkata, "Cinderamata perpisahan? Cantik juga. Selera anak itu bagus."

🎭🎭🎭

Maurice yang telah kembali kekelasnya.

"Sebenarnya ada apa dengan anak itu?" tanyanya sambil mengacak-acak rambut. Dari raut wajahnya Millhewi menangkap bahwa Maurice amat gelisah. "Dari mana dia bisa mengetahui bermacam informasi soal SMA Nusantara Senja?" tanya Maurice.

"Dia pernah membaca seluruh folder di ruang arsip mungkin," tebak Millhewi.

"Sejak kapan ia terkenal sebagai informan?" tanya Maurice.

"Jangan katakan kamu mencurigai Sailendra. Dalam investigasi konyolmu ini."

Maurice berdiri dan sebelah tangannya menggebrak meja, brak! Ia berteriak, "Ya, aku mencurigainya. Ia pantas dicurigai. Bukan hanya Sailendra. Tapi, kau dan Jethro juga. Sekolah ini memang dipenuhi pembunuh!"

Teriakannya mendiamkan kelas. Semua anak yang berada di kelas melihat Maurice seperti ia bukan dirinya. Maurice yang berteriak. Maurice yang membentak Millhewi. Maurice yang ucapannya sukar dipahami. Yang sebenarnya... Maurice yang sesungguhnya.

Millhewi kaget Maurice berteriak seperti itu padanya. Tapi, ia tidak sedih. Sejak awal ia tahu semua orang dapat berubah dengan cepat. Maka ia telah mengantisipasi untuk perubahan Maurice juga. Setelah itu ia kembali melihat pemandangan di luar jendela. Satu-satunya hal yang menampilkan kenyataan.

Maurice berjalan menuju koridor di dekat tangga. Ia menyenderkan punggung dan mengamati setiap murid yang berseliweran. Diamatinya para siswi. Ada yang menggunakan pita. Ada juga yang menggunakan dasi. Itu hanya peraturan tak tertulis yang menyatakan siswi boleh menggunakan dasi maupun pita setiap hari. Kecuali hari Senin di mana seluruh siswi diwajibkan menggunakan pita. Sekolah ini hanya memiliki sebuah seragam.

Mereka semua terlihat biasa dan bahagia.

Ah, nanti aku harus meminta maaf pada Millhewi. Aku keceplosan. Ia pasti marah sekali, pikirnya tertunduk. Saat diangkat kepalanya. Sosok gadis yang terkenal dekat dengan Sailendra kebetulan melintas.

"Sandra!" panggilnya.

Gadis bernama Sandra itu membalik tubuhnya dan berjalan ke arah Maurice. Meninggalkan teman-temannya. Mereka berdua berjalan ke kantin.

"Katanya hubunganmu dengan Sailendra cukup dekat. Aku ingin menanyakan beberapa hal. Seperti... Anes. Apa kamu tahu siapa dia?" tanya Maurice.

"Uhm, informasi dariku tidak gratis, ya," jawab Sandra.

"Baiklah. Apa?" tanya Maurice.

"Kau harus bersedia menjadi pacar bohonganku selama satu minggu. Bagaimana?" jawab Sandra.

"Baiklah."

"Sebenarnya kami satu sekolah saat SMP. Anes adalah nama seorang gadis yang sangat berarti untuk Sailendra. Saat itu ia belum sependiam sekarang. Anes juga beberapa kali datang menjemput Sailendra saat kelas 7."

"Setelah itu?" tanya Maurice.

"Aku tidak tahu bagaimana kronologisnya. Sepertinya keadaan Anes memburuk saat kami naik ke kelas 9. Ia tidak pernah terdengar lagi ceritanya. Sejak saat itu Sailendra jadi sedikit 'aneh'."

Setelah berterima kasih Maurice bersiap cabut. Namun, Sandra menghentikannya.

"Hati-hati. Barusan Dewan Guru mengumumkan untuk tidak ke bagian sepi di sekolah atau pergi sendirian," peringat Sandra.

"Aku akan jaga diri. Sebaiknya kamu juga hati-hati, Sandra."

Maurice meninggalkan Sandra dan kembali ke kelasnya.

Diduduki kursinya dengan canggung pada Millhewi. Sementara keadaan anak-anak lain di kelas bersikap seolah tak terjadi apa pun. Yah, sejak awal ia bukanlah siapa pun. Millhewi tetap memandang keluar jendela tanpa memerdulikan kedatangannya.

"Aku hanya ingin menguak kasus ini, Mill..."

"Menguak kasus apa? Untuk apa kamu begitu semangat. Sementara tak ada yang memerdulikannya. Aku tidak tahu apa dasarmu untuk mengatakan itu semua."

Benar juga. Millhewi hanyalah gadis lemah yang tak bisa melawan saat anak-anak lain mem-bully-nya. Bagaimana caranya ia akan melawan para korban yang jauh lebih besar?

Dengan berat Maurice mencoretkan sebuah garis di atas nama Millhewi. Dari perkiraan daftar pelaku pembunuhan-pembunuhan ini.

Mungkin benar. Maurice terlalu terobsesi. Entah obsesinya pada apa. Yang jelas itu semua berbahaya.

Kalau dipikir-pikir lagi jika Millhewi pelakunya. Korban-korbannya seharusnya berasal dari kelas ini. Tapi, seperti yang kita lihat. Kelas ini utuh sejak awal.

Maurice menelungkupkan kepalanya dan memikirkan betapa pembunuhan dan misteri adalah hal yang menarik. Ia melihat gadis yang memunggunginya. Memandang pemandangan di luar jendela.

"Millhewi," panggilnya pelan. Gadis itu enggan untuk merespon balik. "Besok sepulang sekolah aku tunggu di depan kolam renang."

Tiba-tiba ia membalik tubuhnya. "Apa yang mau kamu lakukan?" tanyanya penuh curiga.

Millhewi juga suka menikmati kisah detektif semacam Agatha Christie atau Sherlock Holmes. Dengan tergesa-gesa ia menyimpulkan pelaku dari seluruh pembunuhan misterius ini adalah Maurice. Untuk menutupinya ia berpura-pura terobsesi pada penyelidikan pelakunya. Trik psikologis sederhana untuk mengecoh penyelidikan.

Setidaknya kalau pun ia ingin membunuhku aku akan menyiapkan suatu rencana untuk menggagalkannya. Jika aku bisa menangkap pelaku pembunuhan brengsek ini mungkin tuduhan terhadapku bisa hilang.

Tapi, mustahil Maurice pelaku kasus Pak Henry. Bagaimanapun ia pasti tidak mengenalnya. Jika begitu setidaknya aku bisa mendapatkan pelaku dari kegelisahan ini.

Kesalahsangkaan yang jahat.

(disclaimer)

Pemuda itu sangat mencurigakan!

Apa yang akan Maurice lakukan untuk mencari jawaban akan pertanyaan soal Sailendra?

Ikuti terus ceritanya!

Jangan lupa share, like, vote, dan comment.

Episodes
1 Voice in the Twilight
2 First Day in Nusantara Senja
3 Second Day in Nusantara Senja
4 Third Moment in Nusantara Senja
5 Fourth Day for Maurice Anandratama Saputra Haryo
6 Past for Maurice Anandratama Saputra Haryo
7 Today for Jethro Dick Rise Rivanno
8 Question for Sailendra Fathillah Amorgan 1
9 Question for Sailendra Fathillah Amorgan 2
10 Guilt for Jethro and Maurice
11 Song for Soul and Anxiety 1
12 Song for Soul and Anxiety 2
13 Sense of Life for Sense of Lost 1
14 Sense of Life for Sense of Lost 2
15 Sense of Life for Sense of Lost 3
16 Sense of Life for Sense of Lost 4
17 Immoral Memory of Pathetic Person 1
18 Immoral Memory of Pathetic Person 2
19 Immoral Memory of Pathetic Person 3
20 Immoral Memory of Pathetic Person 4
21 Immoral Memory of Pathetic Person 5
22 Vessel for Milquetoast 1
23 Vessel for Milquetoast 2
24 Vessel for Desperate 1
25 Vessel for Desperate 2
26 Vessel for Desperate 3
27 Vessel for Desperate 4
28 What They Want (1-A)
29 What They Want (1-B)
30 What They Want (1-C)
31 What They Want (2-A)
32 What They Want (2-B)
33 What They Want (3-A)
34 Menemukan yang Kau Cari?
35 Pengumuman novel Scenery Out the Window of CORRUPTION
36 Maurice pada: Bumi Cen Xi
37 Luka Bumi
38 @A_A_A_
39 Artelier's Canyon of Madness
40 Luka Bumi Cen Xi's End
41 Alasan Bumi
42 The Answer?
43 Doa Bumi
44 C111A46G571
45 Way of Me
46 Ally on the Blanket
47 Their Spirit
48 Their Decision
49 Rotten Apple
50 Bumi's Violation
51 Chen Xi's Deviations
52 Dream Vs. Dreaming
53 Morisery Offer
54 Among Them
55 Undergoing Suffering
56 Important Promise
57 Real Stupper
58 Equals
59 Their Minds
60 Going into Her Room
61 Reason for a Treason
62 Marcy's Wish
63 Meeting of Two Streams of Springs
64 False Dream
65 Fallen into Heaven
66 Their First Meeting
67 Curse of Hope
68 Their Bond
69 Patency
70 Human Hope
71 We Need to Talk About the Machine
72 The Beginning of a Disability
73 Gorge
74 That Happened to Him
75 Their Destiny
76 The Return of Earth's Destiny
77 The Dancing Hell
78 Reality Shun the Sun.
79 Morisery and Malika: Mereka
80 Pengumuman novel Scenery Out the Window of DESTRUCTION
81 Red Thread Blood Bonds
82 Serving Fate
83 Coercion
84 Fate to God
85 No Way Out
86 Tachyon
87 Death of Starlight
88 Reality of the Dim Star
89 Comparison
90 Absentis Fragmina
91 Dance of the Destiny of the Sun
92 Destroy or Get Rid of
93 The Meeting of Two Reverse Current
94 Mad Love
95 Trust in Wind Dust
96 The Storm's Implicit Smiles
97 Black Star Sheen
98 Manifestations of the Black Hole Ruler
99 Reluctance of the Black Hole Ruler
100 Madness Element of Furies
101 Not a Bit Ironic Apathy
102 Irony for the Ruler of the Black Hole
103 Light Shines on the Edge of a Cliff
104 Chaos
105 Esperano a-te
106 End or Beginning?
107 Scenery of Destruction
108 Bumi's True Plan
109 His Breakcity
110 Beginning of End for Light
111 tres Horae
112 Star Wound Optimistic Suggestions
113 Destiny
114 "Earth's" Destruction
115 Let Me In
116 Digital Destruction
117 Hurricane of Life
118 Destruction Preparation
119 Digital Doomsday
120 Maurice's Conclusion 1
121 Scenery Out the Window of Avior
122 Visualitation of Hope
123 Wielder
124 His Identity
125 T Reason
126 Figure Behind the Name
127 Dynasty
128 Punishment
129 Arsa Offer
130 God's Right Hand Plan
131 Love Statement
132 Treachery
133 Relation entre les humains
134 Kaisar's Beliefs
135 Authentical Proof
136 Fil emmêlé
137 Holy Grail
138 Unreality
139 Fake Throne
140 Innovation for Destruction
141 Cross Sanguine
142 Writer Project
143 Secret Dimension
144 True Reaction
145 Duelity
146 Another Rate
147 Black Sample
148 Dualism Wielder
149 Tasa
150 Writer Uncompleted Reveal
151 Ozora
152 Dalang Dialang
153 Surmise
154 Defense
155 End of Battle
156 Avior
157 Welcher, Kaisar?
158 Ihr Schicksal
159 Ende von Mihal
160 Schatten
161 Naomi Schicht
162 그 얼굴의 소유자
163 Next Case
164 New Stage
165 Blast of Heart
166 Ghindara's Decision. Or Not?
167 Anastasia Love
168 Final Destination
169 Public Enemies
170 MIHAL
171 brOKen
172 Some Sick Bastard
173 Awaken
174 Macabre
175 Maurice's Pre-Conclusion 1
176 Maurice's Meeting Back
177 Which Part
178 Wicker Think
179 Maurice's Amisit Iterumque
180 Maurice's on Noir Grotesque: Noir
181 Maurice's on Noir Grotesque: Grotesque
182 Maurice's Today is
183 Scenery Out the Window of Acute Myself
184 Acute Myself Zero
185 Acute Myself One
186 Acute Myself Two
187 Acute Myself Three
188 Acute Myself Four
189 Acute Myself Five
190 Acute Myself Six
191 Acute Myself Seven
192 Acute Myself Eight
193 Acute Myself Nine
194 Acute Myself Ten
195 Acute Myself Eleven
196 Acute Myself Twelve
197 Acute Myself Thirteen
198 Acute Myself Fourteen
199 Acute Myself Fifteen
200 Acute Myself Sixteen
201 Acute Myself Seventeen
202 Acute Myself Eighteen
203 Acute Myself Nineteen
204 Acute Myself Twenty
205 Acute Myself Twenty One
206 Acute Myself Twenty Two
207 Acute Myself Twenty Three
208 Acute Myself Twenty Four
209 Acute Myself Twenty Five
210 Acute Myself Twenty Six
211 Acute Myself Twenty Seven
212 Acute Myself Twenty Eight
213 Acute Myself Twenty Nine
214 Acute Myself Thirty
215 Acute Myself Thirty One
216 Acute Myself Thirty Two
217 Acute Myself Thirty Three
218 Acute Myself Thirty Four
219 Acute Myself Thirty Five
220 Acute Myself Thirty Six
221 Acute Myself Thirty Seven
222 Acute Myself Thirty Eight
223 Acute Myself Thirty Nine
224 Acute Myself Fourty
225 Acute Myself Fourty One
226 Acute Myself Fourty Two
227 Acute Myself Fourty Three
228 Acute Myself Fourty Four
229 Acute Myself Fourty Five
230 Acute Myself Fourty Six
231 Acute Myself Fourty Seven
232 Acute Myself Fourty Eight
233 Acute Myself Fourty Nine
234 Acute Myself Fifty
235 Acute Myself Fifty One
236 Acute Myself Fifty Two
237 Acute Myself Fifty Three
238 Acute Myself Fifty Four
239 Acute Myself Fifty Five
240 Acute Myself Fifty Six
241 Acute Myself Fifty Seven
242 Acute Myself Fifty Eight
243 Acute Myself Fifty Nine
244 Uncertainty of Maurice's Predestination
245 (Acute) Maurice's Pre Conclusion 2
246 Maurice's Little Trick
247 Acute Myself Sixty
248 Acute Myself Sixty One
249 Acute Myself Sixty Two
250 Acute Myself Sixty Three
251 Pengumuman... haseyo!
252 Pengumuman: HOROR BARU!!!
Episodes

Updated 252 Episodes

1
Voice in the Twilight
2
First Day in Nusantara Senja
3
Second Day in Nusantara Senja
4
Third Moment in Nusantara Senja
5
Fourth Day for Maurice Anandratama Saputra Haryo
6
Past for Maurice Anandratama Saputra Haryo
7
Today for Jethro Dick Rise Rivanno
8
Question for Sailendra Fathillah Amorgan 1
9
Question for Sailendra Fathillah Amorgan 2
10
Guilt for Jethro and Maurice
11
Song for Soul and Anxiety 1
12
Song for Soul and Anxiety 2
13
Sense of Life for Sense of Lost 1
14
Sense of Life for Sense of Lost 2
15
Sense of Life for Sense of Lost 3
16
Sense of Life for Sense of Lost 4
17
Immoral Memory of Pathetic Person 1
18
Immoral Memory of Pathetic Person 2
19
Immoral Memory of Pathetic Person 3
20
Immoral Memory of Pathetic Person 4
21
Immoral Memory of Pathetic Person 5
22
Vessel for Milquetoast 1
23
Vessel for Milquetoast 2
24
Vessel for Desperate 1
25
Vessel for Desperate 2
26
Vessel for Desperate 3
27
Vessel for Desperate 4
28
What They Want (1-A)
29
What They Want (1-B)
30
What They Want (1-C)
31
What They Want (2-A)
32
What They Want (2-B)
33
What They Want (3-A)
34
Menemukan yang Kau Cari?
35
Pengumuman novel Scenery Out the Window of CORRUPTION
36
Maurice pada: Bumi Cen Xi
37
Luka Bumi
38
@A_A_A_
39
Artelier's Canyon of Madness
40
Luka Bumi Cen Xi's End
41
Alasan Bumi
42
The Answer?
43
Doa Bumi
44
C111A46G571
45
Way of Me
46
Ally on the Blanket
47
Their Spirit
48
Their Decision
49
Rotten Apple
50
Bumi's Violation
51
Chen Xi's Deviations
52
Dream Vs. Dreaming
53
Morisery Offer
54
Among Them
55
Undergoing Suffering
56
Important Promise
57
Real Stupper
58
Equals
59
Their Minds
60
Going into Her Room
61
Reason for a Treason
62
Marcy's Wish
63
Meeting of Two Streams of Springs
64
False Dream
65
Fallen into Heaven
66
Their First Meeting
67
Curse of Hope
68
Their Bond
69
Patency
70
Human Hope
71
We Need to Talk About the Machine
72
The Beginning of a Disability
73
Gorge
74
That Happened to Him
75
Their Destiny
76
The Return of Earth's Destiny
77
The Dancing Hell
78
Reality Shun the Sun.
79
Morisery and Malika: Mereka
80
Pengumuman novel Scenery Out the Window of DESTRUCTION
81
Red Thread Blood Bonds
82
Serving Fate
83
Coercion
84
Fate to God
85
No Way Out
86
Tachyon
87
Death of Starlight
88
Reality of the Dim Star
89
Comparison
90
Absentis Fragmina
91
Dance of the Destiny of the Sun
92
Destroy or Get Rid of
93
The Meeting of Two Reverse Current
94
Mad Love
95
Trust in Wind Dust
96
The Storm's Implicit Smiles
97
Black Star Sheen
98
Manifestations of the Black Hole Ruler
99
Reluctance of the Black Hole Ruler
100
Madness Element of Furies
101
Not a Bit Ironic Apathy
102
Irony for the Ruler of the Black Hole
103
Light Shines on the Edge of a Cliff
104
Chaos
105
Esperano a-te
106
End or Beginning?
107
Scenery of Destruction
108
Bumi's True Plan
109
His Breakcity
110
Beginning of End for Light
111
tres Horae
112
Star Wound Optimistic Suggestions
113
Destiny
114
"Earth's" Destruction
115
Let Me In
116
Digital Destruction
117
Hurricane of Life
118
Destruction Preparation
119
Digital Doomsday
120
Maurice's Conclusion 1
121
Scenery Out the Window of Avior
122
Visualitation of Hope
123
Wielder
124
His Identity
125
T Reason
126
Figure Behind the Name
127
Dynasty
128
Punishment
129
Arsa Offer
130
God's Right Hand Plan
131
Love Statement
132
Treachery
133
Relation entre les humains
134
Kaisar's Beliefs
135
Authentical Proof
136
Fil emmêlé
137
Holy Grail
138
Unreality
139
Fake Throne
140
Innovation for Destruction
141
Cross Sanguine
142
Writer Project
143
Secret Dimension
144
True Reaction
145
Duelity
146
Another Rate
147
Black Sample
148
Dualism Wielder
149
Tasa
150
Writer Uncompleted Reveal
151
Ozora
152
Dalang Dialang
153
Surmise
154
Defense
155
End of Battle
156
Avior
157
Welcher, Kaisar?
158
Ihr Schicksal
159
Ende von Mihal
160
Schatten
161
Naomi Schicht
162
그 얼굴의 소유자
163
Next Case
164
New Stage
165
Blast of Heart
166
Ghindara's Decision. Or Not?
167
Anastasia Love
168
Final Destination
169
Public Enemies
170
MIHAL
171
brOKen
172
Some Sick Bastard
173
Awaken
174
Macabre
175
Maurice's Pre-Conclusion 1
176
Maurice's Meeting Back
177
Which Part
178
Wicker Think
179
Maurice's Amisit Iterumque
180
Maurice's on Noir Grotesque: Noir
181
Maurice's on Noir Grotesque: Grotesque
182
Maurice's Today is
183
Scenery Out the Window of Acute Myself
184
Acute Myself Zero
185
Acute Myself One
186
Acute Myself Two
187
Acute Myself Three
188
Acute Myself Four
189
Acute Myself Five
190
Acute Myself Six
191
Acute Myself Seven
192
Acute Myself Eight
193
Acute Myself Nine
194
Acute Myself Ten
195
Acute Myself Eleven
196
Acute Myself Twelve
197
Acute Myself Thirteen
198
Acute Myself Fourteen
199
Acute Myself Fifteen
200
Acute Myself Sixteen
201
Acute Myself Seventeen
202
Acute Myself Eighteen
203
Acute Myself Nineteen
204
Acute Myself Twenty
205
Acute Myself Twenty One
206
Acute Myself Twenty Two
207
Acute Myself Twenty Three
208
Acute Myself Twenty Four
209
Acute Myself Twenty Five
210
Acute Myself Twenty Six
211
Acute Myself Twenty Seven
212
Acute Myself Twenty Eight
213
Acute Myself Twenty Nine
214
Acute Myself Thirty
215
Acute Myself Thirty One
216
Acute Myself Thirty Two
217
Acute Myself Thirty Three
218
Acute Myself Thirty Four
219
Acute Myself Thirty Five
220
Acute Myself Thirty Six
221
Acute Myself Thirty Seven
222
Acute Myself Thirty Eight
223
Acute Myself Thirty Nine
224
Acute Myself Fourty
225
Acute Myself Fourty One
226
Acute Myself Fourty Two
227
Acute Myself Fourty Three
228
Acute Myself Fourty Four
229
Acute Myself Fourty Five
230
Acute Myself Fourty Six
231
Acute Myself Fourty Seven
232
Acute Myself Fourty Eight
233
Acute Myself Fourty Nine
234
Acute Myself Fifty
235
Acute Myself Fifty One
236
Acute Myself Fifty Two
237
Acute Myself Fifty Three
238
Acute Myself Fifty Four
239
Acute Myself Fifty Five
240
Acute Myself Fifty Six
241
Acute Myself Fifty Seven
242
Acute Myself Fifty Eight
243
Acute Myself Fifty Nine
244
Uncertainty of Maurice's Predestination
245
(Acute) Maurice's Pre Conclusion 2
246
Maurice's Little Trick
247
Acute Myself Sixty
248
Acute Myself Sixty One
249
Acute Myself Sixty Two
250
Acute Myself Sixty Three
251
Pengumuman... haseyo!
252
Pengumuman: HOROR BARU!!!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!