Esoknya. Saat istirahat tiba. Nismaya, ketiga temannya, dan Edi datang mengunjungi Millhewi.
"Nismaya, where's the partition?" tanya Lakstiara.
"Millhewi, ada yang mendatangimu, ya?" tanya Nismaya menaikkan dagu Millhewi.
Indah mendekati wajah Millhewi yang tak merespon apa pun. Pandangannya amat hampa dan kulitnya pucat.
Laktiara menyentuh pipi Millhewi. "Dingin. Dia kenapa?" tanyanya.
"Reaksi seperti ini sepertinya pernah kulihat," kata Edi, "Bagai orang yang mengalami paranoiac. Karena dasarnya Millhewi itu pendiam. Dia tidak bisa terlalu ekspresif."
Nismaya menyilangkan kedua tangannya. "Bodoh. Ketakutan karena apa?" tanyanya pongah.
"Lebih baik kita hajar dia!" usul Indah.
Rasa sakit pukulan itu. Tamparan itu. Siksaan yang tak kunjung berakhir. Rasanya semakin sakit dari waktu ke waktu.
Tawa itu juga tak kunjung mereda. Malah semakin menikmati dalam penderitaan. Tapi, kenapa ia tidak bisa menangis? Air matanya telah mengering. Begitu juga dengan hatinya.
"Mengapa ia tak bergerak sama sekali?" tanya Edi.
Nismaya dan teman-temannya menghentikan gerakan mereka. Memandang Millhewi. Tak bergerak sama sekali.
Plak! Tampar Indah."Oi, Millhewi!" panggilnya.
"Lepaskan aku..." pinta Millhewi lemah.
Kelimanya langsung tergelak.
"Setelah kami puas membalas dosamu!" teriak Lakstiara.
"Bukan kalian yang harus membalas dosaku. Jika kalian tidak melepaskanku. Salah seorang dari kalian akan mati," peringat Millhewi.
"Oh, yaa? Kata siapa? Ahaha," ledek Lina.
"Kata Pak Henry," jawab Millhewi datar.
Indah menjambak rambut Millhewi kasar. "Tidak usah menakut-nakuti kami, deh. Satu-satunya setan di sini itu kamu. Teman-teman, ayo kita kembali saja. Lagipula kalaupun ada yang harus mati karena Pak Henry. Ya kamulah orangnya."
Mereka meninggalkan Millhewi.
"Kalian semua akan mati. Ahahaha! Pak Henry yang akan membunuh kalian semua!"
Teriakan Millhewi terdengar hingga lantai bawah. Sebenarnya membuat kelima anak itu merinding. Mempercepat langkah.
Setan itu hanya menakuti sekali. Yang kedua kalinya ia akan menjadi teman kita.
🎭🎭🎭
Selanjutnya tak seorang pun dari kelas 2-A yang mengetahui keadaan Millhewi mendatanginya. Selama dua hari berturut-turut. Tak mengonsumsi apa pun selama itu membuat tubuhnya semakin lemah.
Di hari ketiga. Nismaya, Indah, Lakstiara, dan Lina mulai mengkhawatirkan sesuatu. Masalahnya hari ini Edi tak masuk. Tak ada kabar apa pun darinya.
Di tengah pembelajaran kedua. Pintu ruang kelas 2-A yang tenang terketuk. Ibu Dewi membukakan dan orang yang datang adalah Pak Ridwan. Tidak biasa Pak Ridwan sampai mendatangi kelas di tengah pelajaran begini. Pasti ada sesuatu yang penting terjadi, pikir anak-anak sekelas.
Pria itu melihat ke kertas yang dibawanya. "Apa siswa yang bernama Edi Rahmanto kelasnya di sini?" tanyanya.
Bu Dewi yang bernama lengkap Dewi Puji Lestari itu melihat ke murid-muridnya.
"Dia ditemukan mati tenggelam di kolam renang," lanjut Pak Ridwan.
Bersamaan Jethro dan Maurice menyeringai sarkastis.
Beberapa orang anak kelas 2-A langsung menuju TKP. Di sana mereka melihat tubuh Edi yang sudah terbujur kaku dikerumuni oleh polisi.
"Pak, bagaimana kronologisnya?" tanya Jethro pada Pak Ridwan.
"Pukul 08.30 saya menyapu di sekitar sini. Lalu, di permukaan air di bagian terdalam kolam saya melihat ada bayangan hitam. Setelah saya naikkan ternyata itu jasad orang mati. Ah, sebenarnya saya malas, Tuan Muda. Mengurusi orang mati terus. Seperti pengangguran saja," jawab Pak Ridwan datar tanpa ekspresi.
"Bagaimana keadaannya saat itu, Pak?" tanya Maurice.
"Kantong celananya dipenuhi batu. Kedua kaki dan tangannya juga terikat temali yang mengikat batu-batu besar," jawab Pak Ridwan.
Maurice ganti menengok ke seorang polisi. "Pak, apakah ini bunuh diri?" tanyanya.
"Kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bisa antarkan kami ke kelasnya?" tanya polisi itu balik.
Polisi melakukan penyelidikan di ruang kelas 2-A. Mereka menemukan tanda-tanda kehadiran Edi di kelas ini sebelum kematiannya. Entahlah. Mereka menemukan sidik jadi kelima jari Edi di seluruh benda di ruang kelas 2-A. Menurut anak lainnya Edi tak melakukan hal yang bisa menghasilkan hal itu kemarin. Jadi, ia pasti melakukannya saat sudah tidak ada orang. Mereka juga menemukan surat terakhir tulisan tangan Edi yang jelek di kolong meja. Yang paling mengejutkan adalah tulisannya,
"...kepada kelas 2-A yang berdosa dan bersalah,
Selama ini aku telah berdosa pada Millhewi. Aku menghakiminya tanpa alasan yang jelas. Kini aku sadar itu adalah kesalahan yang tak terampuni. Aku telah merenggut hari-hari yang dapat dilaluinya dengan senyuman. Akulah yang berdosa dan harus terjebloskan ke neraka terdalam. Maafkan aku, Millhewi. Hanya kematian yang pantas kudapatkan...
TTD RID Edi Rahmanto."
Semua anak kelas 2-A yang mendengarkannya tak urung menenggak ludah. Edi sampai melakukan itu karena Millhewi adalah... hal yang mustahil.
Lain pendapat polisi, "Baiklah. Benda ini akan kami bawa ke kantor untuk diperiksa. Ada yang keberatan?" tanyanya.
Anak-anak itu diam saja.
Setelah polisi pergi. Nismaya diikuti ketiga anteknya langsung berlari menuju tempat penyekapan Millhewi. Mereka melangkah keluar untuk memastikan.
Millhewi masih ada pada tempatnya. Malah keadaannya semakin buruk. Matanya dilingkari lingkaran hitam. Entah mata panda atau lebam bekas tonjokan.
Menyadari kedatangan Nismaya dkk. Ia tersenyum. "Kenapa? Ada yang mati, ya?" tanyanya.
Keempat gadis itu menenggak ludah. Dengan sekuat tenaga mereka berusaha menekan hawa dingin yang memenuhi tempat itu.
"Berikutnya kalian," katanya lagi.
Plaak! Lakstiara mendaratkan tamparannya di pipi Millhewi. "Dasar orang gila!!!" teriaknya sebelum menuruni tangga.
"Meski tidak waras. Tapi, ucapanku benar, 'kan?" katanya pada ketiga orang yang masih tinggal.
"Cara apa yang kamu gunakan?" tanya Lina geram. "Mustahil dia bisa melakukan itu."
"Lebih baik rasionalkan tindakan gila kalian sendiri. Jika aku mati aku bersumpah akan menghantui kalian. Dengan ketakutan hingga berpikir kematian jauh lebih menyenangkan."
Tanpa suara mereka meninggalkan Millhewi sendirian.
🎭🎭🎭
Jethro dan Maurice di kantin.
"Kenapa RID?" tanya Jethro.
"Dia kan bunuh diri karena penyesalan. RID itu pasti artinya beristirahat dalam kesulitan," tebak Maurice.
"Kelam sekali. Tapi, ia pantas untuk itu," respon Jethro.
"Jethro, kamu kan yang membunuh Panji?" tanya Maurice.
"Ahaha, kamu selalu bercanda," balas Jethro.
"Aku tidak main-main. Di handphonemu aku menemukan pesan yang kau kirimkan pada Panji. Isinya menyatakan kamu telah bekerja sama denganku akan membunuh Sandra jika ia tidak melompat dari carillon. Iya,'kan?"
Panik Jethro langsung memeriksa pesan keluar dari smartphone Chocolate Love-nya. Benar saja. Ia menemukan pesan yang dikatakan oleh Maurice. "I, ini bukan..."
"Aku tidak peduli siapa pun yang ingin kau bunuh. Tapi, jika tindakanmu mengakibatkan penderitaan bagi Millhewi. Aku tak akan bisa mengampuninya," tegas Maurice.
"He, hentikan Maurice. Aku sama sekali tidak ingat pernah membuat ataupun mengirim pesan ini. Aku bahkan tidak tahu mengapa pesan ini bisa berada di handphone milikku."
"Hentikan kepura-puraanmu, Jethro. Kurasa kau tak benar-benar mencintai Millhewi. Kau hanya ingin semakin membuatnya menderita. Entahlah. Mungkin karena patuh pada ayahmu," tuding Maurice.
Nada suara Jethro meninggi, "Itu salah besar! Dengan berkata begitu. Aku malah jadi curiga padamu. Bukannya kau yang bekerja sama dengan Sandra untuk melenyapkan Panji? Karena ia adalah stalker yang mengganggu," balik tuding Jethro.
"Tidak mungkin. Hubunganku dengan Sandra hanya pura-pura. Lagipula aku dan Panji sudah menjadi musuh sejak awal. Membunuhnya pun tak akan berpengaruh apa pun untukku," jawab Maurice.
"Lalu, dengan begitu kau jadi bebas menuduhku macam-macam? Pasti kau kan yang ingin menyengsarakan Millie? Kau kan hanya anak baru yang..."
Speaker di pojokan kantin berbunyi, "Panggilan terhadap Jethro dari kelas 2-A. Harap datang ke ruangan Kepala Sekolah."
"Hari ini dia datang...?" gidik Jethro.
Maurice menepuk pundaknya. "Maafkan aku. Bicaraku memang keterlaluan. Hati-hati, ya."
Jethro berlari meninggalkan kantin dan sop ayamnya yang masih utuh. Beberapa orang anak yang ia lewati berbisik, anak itu akan dapat masalah.
(Sumber gambar: Avogado6)
Let me see, Granny...
Ikuti terus ceritanya! Jangan lupa share like dan comment 👍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments