Apa yang ia lakukan malam itu?
(disclaimer)
Pagi seusai pelajaran olahraga. Maurice masih berusaha keras untuk tak mengingat apa yang telah ia ketahui. Pikirnya, toh Millhewi biasa saja. Ia berusaha menyembunyikan apa yang ia rasakan. Entah untuk apa. Mungkin agar tak terlihat lemah.
Sikap mereka sendiri biasa saja padaku. Kekuasaan akan hidupku menghilang saat mereka turut menjauhiku. Aku yang dulu bahagia bersama teman yang baik.Harus terjebak dalam masalah ini. Yang kusyukuri... setidaknya ada yang telah kuketahui.
Yang harus kulakukan adalah mencari orang di sekitar sekolah yang memiliki motif untuk membunuh Pak Henry. Juga Pak Eros. Kupikir anak kelas 1 bukan korban dari pelaku yang sama. Entah apa yang membuatku berpikir begitu.
Sesampai di kelas Millhewi panik. Menyadari tasnya tak ada di mana pun.
"Kalian ke manakan?!" teriak Maurice pada seisi kelas.
Tidak ada yang merespon ucapan Maurice maupun Millhewi. Mereka sibuk bicara sendiri seolah dua orang itu tak pernah ada.
Millhewi kembali duduk. Ditutup kedua matanya. Hal seperti ini sudah dua kali terjadi saat kelas 1. Ia selalu menemukan barang-barangnya di tempat sampah atau dalam kloset. Ia berdiri dan berjalan keluar kelas.
Guru sudah masuk. Dan ia belum kembali. Ia pun melewatkan pelajaran kedua dengan berkeliling sekolah. Mengobok-obok tempat sampah. Semua orang menatap aneh. Dalam hati ia berkata, sudah biasa. Saking biasanya. Semua ejekan dan hinaan itu tak berasa apa pun lagi.
Hingga bel pulang berdering. Millhewi yang belum kembali membuat Maurice sangat khawatir. Sebelum keluar kelas untuk mencari. Ia berkata pada kelas 2-A, "Jika terjadi sesuatu padanya. Aku tak akan memaafkan kalian semua."
Indah. Gadis pendek. Berkulit gelap. Berjidat lebar. Menjawab, "Memangnya siapa yang akan meminta maaf?" Ia dan teman-temannya tertawa puas.
Yang sebenarnya terjadi. Beberapa saat sebelum Maurice dan Millhewi tiba. Nismaya yang baru masuk kelas melihat tas Millhewi. Muncul pikiran jahat. Berbeda dengan yang sudah-sudah. Kali itu mereka memasukkan semua barang Millhewi ke mesin pembakar sampah.
Tawa mereka semua tergelak hebat saat melakukannya. Millhewi memang pantas menderita. Ia aneh, aneh, aneh! Gila, gila, gila! Setan, setan, setan!
Saat kembali ke kelas. Jethro yang tertinggal sendirian melihat semua temannya masuk dengan tampang sendu. "Tidakkah kalian keterlaluan?" tanyanya.
Lina, gadis pendek tambun berambut merah itu menjawab, "Waah, Jethro membela pembunuh? Ciyeee!" sorakannya diikuti oleh anak lainnya.
Jethro menunduk di mejanya.
🎭🎭🎭
Maurice tanpa memerdulikan rasa lelah. Tetap berkeliling sekolah mencari Millhewi. Jika dicari ke mana pun tidak ada, berarti, ditengoknya suatu pintu. Toilet perempuan lantai dua. Akhirnya dimasuki pintu itu dengan mata terpejam. Nampak seorang gadis lusuh di depan salah satu stall.
Maurice memeluk tubuh Millhewi. Mengusap belakang kepalanya lembut. "Akan kuhancurkan. Semua yang membuat air matamu menetes. Tenang saja," janjinya.
Millhewi merasa tenang di pelukan Maurice. Membenamkan kepalanya lebih dalam.
Mereka berdua berjalan keluar beriringan. Nasib yang tak begitu baik mempertemukan mereka dengan rombongan anak kelas 2-A. Saat berpapasan. Maurice dan Millhewi tak terhindarkan dari olokan mereka.
"Wahaha, pasangan serigala berbulu domba," ledek mereka.
"Serigala pun masih terlalu bagus untuk mereka. Mereka itu iblis yang mencat diri warna putih! Munafik!" ledek mereka lagi.
Ucapan seperti itu sama sekali tak ia hiraukan. Kemudian pandangannya menangkap perbedaan dari ketua kelas. Ia berjalan memisahkan diri di barisan belakang dan mengamatinya. Dunia seolah terpisah membentuk slow motion untuk Maurice dan Jethro. Jethro mendekati Maurice dan menempelkan telapak tangannya di dada Maurice. Memasukkan sesuatu ke kantong kemejanya. Hingga dunia kembali normal saat Jethro telah menjauh.
Mereka kembali berjalan. Diam-diam diambilnya selembar kertas yang diberikan Jethro.
gedung olah raga
Maurice menggandeng tangan Millhewi. Berlari menuju gedung olah raga. Sesampainya mereka. Benar saja. Tas hitam berhiaskan pita putih Millhewi berada di sana. Tepat tersangkut di atas tiang bendera. Duk, lututnya terjatuh tak percaya.
"Oh, terima kasih sekali Maurice. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika tidak ada kamu," syukur Millhewi nyaris meneteskan air mata.
"Bukan aku." Apa yang harus kukatakan? Jika berkata bahwa ini memang karena aku, mungkin Millhewi akan menyukaiku. Tapi, aku tidak bisa berbohong. Jethro yang sudah melakukan ini.
Millhewi memeluk tasnya erat tanpa memerdulikan semua barang yang tadinya ada di sana. "Kamu tahu dari mana?" tanya Millhewi.
Ia menjawab, "Dari Jethro."
"Jangan bercanda," respon Millhewi diiringi senyuman.
Tanpa memerdulikan kata-kata Maurice selanjutnya. Millhewi berjalan keluar gedung dengan tenang.
🎭🎭🎭
Maurice di kamarnya gundah memandangi selembar kertas lusuh yang diberikan Jethro. Mengapa ia melakukan itu? Tulisan di kertas itu bukan hanya pemberitahuan di mana kelas 2-A menyembunyikan tas kesayangan Millhewi. Tapi, juga sederet nomor telepon.
Nada sambung berbunyi mendebarkan. Menelepon ketua kelas menjadi seperti gambaran seorang pemuda yang ingin menghubungi gadis yang ditaksirnya. Tepat begitu. Saat terdengar suara balasan. Maurice akan mematikan. Yang ia pikirkan, Jethro dan teman-temannya pernah memperlakukan dirinya dan Millhewi dengan tidak hormat. Mungkin harusnya Maurice marah.
Tillilit... tillilit... Handphone Maurice tiba-tiba menyadarkannya dari lamunan. Dilihat ke layar. Dari nomor itu. Maurice bersiap mematikan. Tapi, diurungkan saat menyadari itu tindakan yang lebih tidak hormat.
Suara di seberang menjawab, "Maurice?"
"Benar. Siapa ini?" Tetap ditanyakannya. Meski sudah tahu.
"Ini Jethro. Bisa besok kita bertemu sepulang sekolah?" tanya Jethro.
Diingatnya lagi saat peristiwa bully sadis itu. Jethro hanya berdiri di belakang yang lainnya. Yang melakukan itu semua padanya Edi dan Panji. Bukan Jethro. Lalu, apakah itu berarti ia tak bersalah? Masih terlalu cepat memutuskan. Sebelum mengetahui apa yang akan dikatakannya besok.
🎭🎭🎭
Sesuai rencana harusnya Maurice akan bertemu empat mata dengan Jethro. Tapi, apa yang terjadi ia malah tidak masuk?
Maurice bersama Millhewi berjalan melewati lorong. Diperiksa apakah ada pesan masuk dari anak itu. Tapi, nihil. Tak ada panggilan maupun pesan.
"Maurice, hari ini kamu pendiam," kata Millhewi.
Drrr, dering handphone pertanda sebuah pesan masuk. Dibacanya pesan itu tanpa berkedip membawa reaksi curiga dari gadis di di sampingnya. Ia langsung berkata gugup, "Millhewi, aku duluan, ya." Maurice meninggalkan Millhewi.
Gadis itu berjalan sendirian lagi. Semuanya seolah de javu dalam waktu. Dihentikan langkanya. Melihat anak-anak lain berjalan bersama. Aku memang berbeda.
Saat Maurice berlari melewati gerbang sekolah. Sesosok pemuda berjaket denim menarik tangannya menjauh.
🎭🎭🎭
Sampailah mereka di taman dekat sekolah. Mereka berdua duduk di sepasang ayunan yang warnanya telah memudar. Taman itu tampak sangat tidak terawat dan sepi. Jethro menurunkan tudung yang menutupi kepalanya.
"Orangtuaku merupakan pemilik yayasan yang mendanai SMA Nusantara Senja. Sejak ini semua terjadi. Aku sudah tidak nyaman dengan sikap mereka. Apalagi kedudukanku sebagai ketua kelas. Aku harusnya mengayomi seluruh anggota. Bukannya ikut-ikutan," buka Jethro.
"Aku tak tahu bagaimana bersikap sebagai pemimpin yang rakyatnya terbagi menjadi dua kubu. Sejak kamu datang mereka semakin menjadi."
"Aku bahagia Millhewi dapat tersenyum. Sejak menjadi teman sekelasnya. Aku tidak pernah melihat ia tersenyum. Aku jatuh cinta padanya. Namun, tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkannya."
Hati Maurice berat. Meski begitu ia tetap mencoba berpikir objektif. "Caranya dengan menemukan siapa pembunuh Pak Henry. Yang sebenarnya."
"Percuma. Mereka membenci Millhewi bukan hanya karena itu. Mereka menggunakan tuduhan itu sebagai alasan untuk semakin membencinya. Itu pola pikir," respon Jethro.
"Kalau begitu aku akan tetap menemukannya," putus Maurice.
"Asal jangan sampai bertemu setan saja," peringat Jethro.
"Aku tidak takut setan atau hantu apa pun. Apalagi yang bisa membunuh. Memang ini film apa," respon Maurice menyepelekan.
"Kamu sudah melanggar sebuah tradisi sekolah. Yakni masuk ke ruang arsip. Saat tengah malam tanpa seizin guru." Jethro mengaitkan kedua tangannya pada rantai ayunan. Ia tertunduk dan tersenyum, "Setan itu ada di mana pun, Maurice."
Decit ayunan menghasilkan bunyi yang begitu mencolok. Kriit... kriit... Jethro menggerakkan ayunannya pelan menambah suasana dingin tempat itu. Bulu kuduk Maurice meremang.
"Alasanku ingin berbicara denganmu adalah tolong jaga Millhewi. Keberadaanku hanya berdasar status. Aku takut suatu saat nanti harus melakukan hal buruk padanya."
"Jika saat itu akhirnya tiba. Jangan pedulikan dunia. Habisilah aku. Dengan tanganmu."
Ini semua tidak masuk akal! Maurice berlari sekuat tenaga menjauhi Jethro. Aku harus melupakan peristiwa barusan.
Setelah cukup jauh. Maurice melambatkan langkah. Segera dikeluarkan notes dan mencatat suatu nama. Dalam daftar orang yang mungkin saja menjadi pelaku pembunuhan Pak Henry.
Ia berpikir lagi, kalaupun mengetahui siapa pembunuh Pak Henry di antara kedua orang ini. Apa yang bisa ia lakukan? Tubuhnya terjatuh di trotoar. "Haah... Haah... Haah..." Orang-orang yang berjalan di sekelilingnya melihat aneh. "Ah, ah, ahahahaha!!!!! Ini semua gila. Ini tidak waras. Luar biasa menarik. Hwahhhahha!!!!" tawanya kencang.
Semua orang yang lewat mengamati seragam Maurice sebagai siswa SMA Nusantara Senja bergidik ngeri. Penuh tanya. Ada anak gila, pantaslah siswa sekolah begitu, bisik mereka.
Seorang wanita muda yang baru turun dari mobil mendekatinya. "Kamu Maurice, bukan? Putranya Bu Miranda," tanyanya.
Maurice melihat wanita itu dengan tatapan kosong.
🎭🎭🎭
"Mama tidak habis pikir apa yang terjadi pada kamu hingga tertawa sendiri di tengah jalan begitu. Kamu kenapa, sih?" tanya Miranda cemas.
"Mama pikir aku gila?" tanya Maurice balik.
"Bukan begitu, Maurice sayang. Sikap kamu berubah. Lebih sering mengurung diri. Kamu tidak terlibat ke pergaulan yang salah, 'kan? Apa yang sudah terjadi di sekolah itu?" tanya Miranda lagi.
Maurice berdiri dan menaiki tangga tanpa mengatakan apa pun. Sudah sejak lama ia menantikan situasi seperti ini.
"Khi khi khi..." Ia tersenyum menyeringai.
🎭🎭🎭
"Papa. Aku sayang Papa. Jangan pernah tinggalin aku," ucap anak kecil itu.
Lelaki dewasa di depannya mengusap kepala bocah itu lembut. Dengan latar di sebuah rumah sederhana. Sebuah keluarga yang harmonis tinggal.
*"Tidak akan pernah, Nak,"*jawabnya.
Bayangan itu bergerak semakin cepat. Memutar memori diri bertahun-tahun silam.
Sesosok yang tertutup bayangan hitam mengayunkan kendi ke kepala lelaki yang dipanggilnya papa. Memuncratkan banyak darah. Setelah itu ia membasahi kedua tangannya dengan darah. Melumurkannya ke kedua pipi Maurice kecil. Ia yang belum memahami apa pun hanya merasakan darah itu hangat. Dan orang yang menangis pilu di hadapannya. Tak berucap apa pun.
Maurice tidak ingin mengetahui siapa sosok di balik bayangan hitam itu.
🎭🎭🎭
Maurice memejamkan mata. Mengingat hal yang membuatnya terobsesi pada kematian. Ia telah menahan diri begitu lama. Hingga ia menemukan suatu tempat. Di mana ia dapat bermain lagi dengan kematian. Kenapa ia baru sadar? Itulah alasannya pindah ke SMA Nusantara Senja. Yang ia inginkan hanya misteri. Kematian. Melodi kesedihan. Air mata. Kegelapan. Juga darah.
"Jika itu permintaanmu. Aku akan mengabulkannya, Pangeran... Ahahaha!!!"
Miranda yang mendengarkan tawa Maurice dari luar pintu merinding. Sebenarnya ia ingin masuk dan menanyakan hal itu. Tapi, ia tak sanggup. Sudah terlalu banyak kesalahan tak tertebuskan yang ia lakukan pada Maurice.
Semoga ia baik-baik saja. Hanya itu doa yang dapat ia panjatkan.
(disclaimer)
Sang Pangeran kegelapan telah muncul dan membentuk aliansi dengan Maurice.
Apakah itu akan memudahkannya. Atau malah menjerumuskannya?
Apa niat Jethro sebenarnya?
Ikuti terus ceritanya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Rena Harianto
cantik thor poto cewek nya
2021-06-27
0
Rena Harianto
saya sudah merasakan sedikit ke hororan nya thor,
semangat ya thor.
2021-06-27
0
Winda Widya
memangnya tmn²nya bener² g tau ya? nanti kalo udh tau kebenarannya...
2021-03-01
1