*Pemandangan apakah yang akan ia tunjukkan kali ini?
Bersiaplah*...
(disclaimer)
Suatu sore sepulang sekolah. Bagi para pelajar SMA Nusantara Senja di tengah semester pertama. Ada kelas yang belum kosong. Yakni kelas 2-A. Beberapa orang murid di kelasnya yakni Nismaya, Indah, Lakstiara, Lina, Edi, dan Panji masih tinggal guna membahas suatu perkara.
"Tindak tanduk Jethro benar-benar aneh. Dia sangat berubah sejak saat itu," buka Nismaya penuh emosi. Sangat jijik ia bayangkan sampai Jethro berhubungan dengan gadis bertanduk iblis seperti Millhewi.
"Kenapa Jethro seolah selalu melindungi perempuan tengik dan si anak baru bau kencur itu? Pasti ada sesuatu yang terjadi," tanya Lakstiara menambahkan.
Lina yang dapat menebak pikiran Lakstiara lantas berkata, "Bagaimana jika Jethro jatuh cinta pada Millhewi? Kalian berdua kan sahabatnya. Apa bisa menebak sesuatu?" tanyanya pada Edi dan Panji.
"Tidak," jawab keduanya menggeleng serempak.
Alasan mereka berkata begitu bukan karena tak tahu. Namun, karena berusaha menutupi. Bagaimanapun yang terjadi. Jethro tetaplah sahabat mereka. Mereka tak ingin membahayakannya dengan memberitahu yang sesungguhnya pada para gadis ini. Mereka tau cewek-cewek ini amat berbahaya.
Bukan mereka saja. Hampir semua siswi di sekolah berbahaya. Soal apa pun yang berhubungan dengan Millhewi.
Di balik kediaman Edi dan Panji. Indah, gadis pendek berjidat lebar itu merasakan sesuatu. Ia menyenggol lengan teman-temannya berkata, "Eh, kalian tahu tidak? Maurice kan pacaran dengan Sandra. Panji, Sandra itu gadis yang kamu kejar selama ini, bukan?" tanyanya.
Tubuh Panji kelu mendengar itu semua. "Bukannya sudah putus?" tanyanya.
Indah mengaitkan kedua telunjuknya dan berkata, "CLBK."
Memang belakangan ini Sandra semakin lihai menghindarinya. Teman-temannya bilang Sandra sudah punya pacar. Tapi, tak pernah mengatakan siapa orangnya. Panji pikir itu hanya akal-akalan Sandra.
Ia menunduk lesu. "Tidak mungkin."
"Oh, ya?" kata Indah seraya menekan-nekan tombol handphone-nya. Ia menyodorkannya lengkap dengan gambar dua orang pemuda-pemudi yang tersenyum bahagia menautkan telapak tangan mereka di layarnya. Kebetulan karena Maurice tak bisa mengandalkan Sailendra lagi. Ia memperpanjang kontrak dengan Sandra menjadi setengah tahun.
"Masa kamu sebagai anak yang selalu mengikutinya tidak tahu?" tanya Lina.
Tampang Edi langsung panik melihat Panji dengan kegundahannya. Ia bisa saja membocorkan hal yang mereka jaga.
"Ayolah, Panji. Kamu pasti menyembunyikan sesuatu, 'kan?" tanya Indah.
Ganti Nismaya yang beraksi, "Edi, kamu masih bagian dari kami, bukan? Kamu tidak mau berubah dan harus berdekatan dengan perempuan tengik itu, bukan? Kamu tidak rela melihat sahabatmu bersama dengannya, bukan? Kalau begitu ayo kita selamatkan dia."
Lakstiara menyambung dengan suaranya yang cempreng memekakkan telinga, "Benar. Apa yang akan Bu Ressel katakan jika tahu Jethro jadi memihak pada musuhnya? Orang yang telah membunuh putranya. Dan mengotori sekolah ini. Eeeyuuukh."
Panji diam karena terpukul. Edi diam karena berpikir.
"Oh iya. Kita tak perlu susah-susah tanya mereka. Mengapa tidak kita tanyakan Lendra saja?" usul Lina.
Berpikir dampak ke depannya. Membuat dua pemuda itu mengenyampingkan keselamatan Jethro. Khusus untuk Panji. Alasannya bukan hanya itu.
"Apa yang mau kamu lakukan selanjutnya, Nismaya?" tanya Edi.
"Hmm, sedang kupikirkan. Yang jelas aku tak akan melukai Jethro. Namun, akan aku berikan hard examination pada perempuan jalang itu," jawab Nismaya.
"Setuju!" jawab kelima anak lainnya semangat.
🎭🎭🎭
Keesokan harinya. Jethro benar-benar berubah. Ia tidak pernah mengobrol atau tertawa ria lagi bersama anak-anak lain di kelas 2-A. Kini hampir seluruh waktunya dihabiskan bersama Maurice dan Millhewi. Teman-temannya anak kelas 2-A khawatir. Bagaimana jika sampai Kepala Sekolah mengetahui perihal ini semua.
Ketika istirahat. Nismaya dan teman-temannya mendatangi meja Maurice dan Millhewi. Maurice melihat tajam ke sekumpulan anak itu. Edi dan Panji langsung menarik kedua lengan Maurice. Keluar dari tempat duduknya. Sementara anak laki-laki yang lain melakukan hal yang sama pada Jethro.
Tanpa ancang-ancang Lakstiara menjambak rambut Millhewi dan membenturkan kepalanya ke meja. Duak!
"Apa yang sudah kau lakukan pada Jethro, 'hah?!" tanya Indah sambil mendorong tubuh Millhewi keras membentur dinding. Ia mengambil dasi dari tangan Lakstiara dan menggunakannya untuk mencekik leher Millhewi.
"Millhewi!!!" teriak Jethro dan Maurice hampir bersamaan.
Lakstiara menengok pada Jethro. "Apa yang sudah perempuan sialan ini lakukan hingga merubahmu, Jethro?" tanyanya.
Jethro berusaha melepaskan diri dan berteriak, "Tidak ada. Jangan sakiti dia lagi!" pintanya.
Tampang Nismaya berubah meledek Jethro. DUK! Satu pukulan keras mendarat di perut maiden tak berdaya.
"Ayolah Jethro, sadarlah! Apa yang telah merubahmu? Padahal Tuan Marquis adalah orang terdekat Kepala Sekolah. Mengapa putranya malah seperti ini? Pasti pembunuh ini yang sudah mempengaruhimu dengan bisikan setan. Benar, bukan?" tanya Nismaya.
"Diam kalian semua! Mengapa kalian harus selalu mengkait-kaitkan keberadaanku dengan Ayah? Aku adalah diriku. Aku tidak segan mengatakan bahwa tradisi yang ditetapkan Kepala Sekolah adalah KESALAHAN BESAR. Tidak aneh jika ada pembunuh misterius yang melenyapkan satu demi satu pengikutnya. Apa kalian tidak sadar?" tanyanya. "Bukalah mata kalian, setan!!!"
Nismaya memperhatikan ucapan Jethro. Setelahnya ia melihat Millhewi. Tanpa suara ditaruh telapak tangannya di leher Millhewi. Dicengkramnya sekuat tenaga.
"Millhewi!" panggil Jethro.
"Ini adalah kebenaran di sini, Tuan Muda. Kebenaran di sekolah ini adalah ucapan Kepala Sekolah. Siapa pun kau tak berhak melawannya," kata Nismaya. Melotot. Memandang Jethro bak binatang.
Lakstiara melanjutkan, "Ia yang telah membunuh Pak Henry. Kita semua paham bahwa kematian akan menjadi hukuman yang terlalu ringan untuk pendosa menjijikkan sepertinya. Hanya siksaan dan penderitaan yang pantas untuknya. Benar kan, teman-teman?" tanyanya diiringi anggukan setuju teman-temannya.
Air mata menetes membasahi kedua tebing pipi Jethro. Diliriknya Maurice yang tergeletak di lantai menghadapi pukulan bertubi-tubi Edi dan Panji. Ia merasa kehidupannya sungguh tanpa arti. Ia hanya ingin mendapatkan arti hidup dengan melindungi seseorang yang ia cintai.
Untuk Maurice. Ia hanya tak ingin kehilangan apa pun lagi. Dengan tubuh babak belur. Hatinya menangis pilu.
Melihat kediaman Jethro membuat Nismaya dan ketiga temannya mendekati. "Lepaskan dia!" perintahnya pada anak yang memegang kedua lengan Jethro.
Duk! Lututnya terjatuh dengan keras di lantai. Namun, rasa sakit tak mendera lututnya. Melainkan perasaannya yang telah hancur lebur.
Hhh... Hhh... Hhh...
"Kamu sudah sadar kan, Jethro?" tanya Nismaya. Ia tersenyum merasa menang.
Lina berkata pada Jethro, "Mungkin ada peraturan yang kamu lupakan, Ketua Kelas. Jika kamu tidak termasuk dari kami..."
"maka kamu adalah bagian dari mereka. Mereka adalah musuh. Seorang pangeran tak pantas dengan musuh. Di sisi rakyatmu lah kamu harus berada, Jethro," lanjut Lakstiara.
Jethro menutupi wajahnya berusaha menahan air mata yang terjun membasahi lantai. Mereka kira itu air mata penyesalan. Nismaya kembali mendekati Millhewi dan mencekik lehernya lebih kuat. Dihantamkan kepalanya ke dinding hingga pandangan gadis itu gelap seketika.
"Nah, ayo bangun, Jethro! Sekarang kamu telah kembali menjadi bagian dari kami," kata Indah mengulurkan tangannya.
Jethro mengangkat kepalanya dan menampik tangan itu keras. "Kalian pikir bisa memengaruhiku lagi? Kalian melakukan ini bukan karena patuh pada tradisi. Melainkan karena memang membenci Millhewi.
Selama ini aku patuh pada tradisi karena status sebagai putra pemilik yayasan. Namun, semua itu bukan diriku. Aku mencintai Millhewi sejak tahun pertama. Terpaksa menyakitinya demi mencari posisi aman. Diantara kalian yang ********!
Sejak awal kalian semua bukanlah temanku. Kalian adalah musuh yang suatu saat akan mati dihabisi oleh sang setan."
Semua anak tak tahu harus merespon apa. Ucapan Jethro sangat menyakiti perasaan mereka. Ia seseorang yang mereka anggap sebagai teman. Melepaskan diri karena merasa telah menemukan kebenaran yang otentik.
Panji mengangkat kakinya dari kepala Maurice. "Jadi, itu yang kau pikirkan tentang kami selama ini, Jethro?" tanyanya.
"Benar. Tidak salah sedikit pun. Sebenarnya aku membenci sistem yang amat sangat salah ini," jawab Jethro.
Bel masuk berdering. Guru memasuki kelas. Permainan akan dilanjutkan esok hari.
Untuk Millhewi saat itu. Meski pandangan tak dapat melihat. Namun, pendengarannya menangkap sayup-sayup ucapan Jethro. Ia sangat terharu. Dan bahagia.
Maurice. Ia berharap matanya tidak perlu terbuka lagi.
🎭🎭🎭
Sepulang sekolah.
"Millhewi," panggil Maurice seraya menghampirinya yang tengah berjalan menuju pintu keluar.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Millhewi.
"Aku sudah baik-baik saja. Aku ingin berbicara denganmu. Mengenai sesuatu," kata Maurice.
Mereka berdua pergi ke taman dekat sekolah. Sebuah taman kecil sepi yang akan menjadi saksi bisu perbincangan keduanya.
"Aku tahu ini pertanyaan yang lancang. Tapi, benarkah kamu oleh Pak Henry sudah..."
Millhewi mengangguk dan menceritakan kronologisnya.
Jadi, itu semua sungguhan. Ini pasti hanya mimpi di siang bolong. Seharusnya ia akan segera terbangun. Disentuh lututnya oleh tangan yang basah oleh keringat. Dihela nafasnya dalam-dalam menatap tanah yang kering kerontang.
Maurice terduduk lesu di ayunan berkarat. Ayunan yang menimbulkan bunyi derak di setiap gerakannya.
"Aku tidak ingin kehilanganmu... Kumohon putuskanlah." Dialihkan pandangannya dari Millhewi. Ia berusaha menyembunyikan deras tetes air matanya. "Aku tahu alasan perubahan Jethro kini. Mungkin ia laki-laki yang baik untukmu... Tapi..."
Dadanya begitu berat. Ia ingin berteriak sekuat tenaga menumpahkan seluruh air matanya. Namun, apa yang terjadi membuatnya hanya terus-terusan menjadi tertahan. Tertahan sepanjang hidup.
Millhewi mendekati Maurice. Millhewi membuat Maurice menatapnya bulat-bulat. Dikecupnya bibir yang basah oleh air mata. Masa dunia seolah berhenti memanjangkan waktu dari ukuran sistematika yang sesungguhnya.
Waktu seolah berhenti membuat Maurice tak bisa berpikir rasional. Cinta memang terlalu absurd untuk dirasionalkan.
Millhewi berlutut di depan Maurice sambil menggenggam kedua tangannya. "Semua memang buruk, Maurice. Karena itu juga aku menjadi kuat dan lebih realistis melihat kehidupan. Dunia tidak selalu dipenuhi oleh hal baik yang indah-indah. Terkadang ada juga kejadian dalam hidup. Yang berat dan sulit dilupakan.
Dari sana muncul pilihan untuk kuat dan bertahan. Atau lemah kemudian hancur. Itu adalah mob rule sederhana yang harus dipahami setiap manusia."
Dihapus air matanya sambil tersenyum kecil menyadari betapa memalukan dirinya. Di hadapan wanita setegar Millhewi.
"Baiklah. Sampai perasaan suka terhadapnya hilang. Biarkan aku terus menunggumu, Millhewi," pinta Maurice.
Millhewi membalas permintaan Maurice dengan sebuah pelukan erat.
(disclaimer)
Semua telah terjadi.
Semua tengah terjadi!
Cinta telah disampaikan. Keputusan telah dibuatnya.
Akankah Maurice menyerah dan mati?
Lalu, apa yang akan gadis itu rencanakan?
Ikuti terus ceritanya! Jangan lupa share like dan comment 👍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Bunga
Heran, novel sebagus ini kenapa dapet like nya dikit😔
2021-06-22
1