Ya, benar, lakukan saja dosa itu...
Karena kita manusia!
(disclaimer)
Esoknya pun tiba. Mata Jethro terlihat lelah karena tak bisa tidur sama sekali. Mengingat ucapan ayahnya.
"Sampai kamu berhubungan dengannya lagi. Kamu tidak boleh meninggalkan rumah ini satu langkah pun!" ancam Marquis.
Mulai sekarang Jethro diikutsertai seorang supir. Seisi sekolah merupakan antek-antek Marquis. Yang siap memantau apa pun yang Jethro lakukan.
Jethro ingin pergi sejauh mungkin dari kegilaan ini.
🎭🎭🎭
"Ayo kita cari lagi!" ajak Maurice saat istirahat tiba.
Jethro menggeleng pelan. "Aku tidak bisa. Jika kamu memang bisa membahagiakannya dan duniamu mendukung. Maka lakukanlah. Yang kuinginkan hanya kebahagiaan Millie. Bukan diriku lagi. Mungkin aku tidak akan pernah bisa berhubungan dengannya lagi. Saat itu tiba. Tolong bahagiakan dan lindungi dia!" pohon Jethro merendahkan kepalanya.
Duak! Maurice tak ragu menjitak ubun-ubun Jethro.
"Kenapa...?" tanya Jethro terkejut.
"Serendah ini usahamu rupanya. Benar-benar tidak berarti. Apa kau tahu bagaimana perasaan Millhewi padamu? Saat ini ia pasti menanti penuh harap dirimu yang akan datang menyelamatkannya," kata Maurice berusaha menyadarkan.
"Katanya ia mencintaimu," ucap Jethro tak mengerti.
"Ia berbohong untuk melihat keseriusanmu. Aku ingin mendapatkannya melalui jalan ksatria yang bersih. Maka aku dapat menikmati hasilnya. Sekarang kau adalah rivalku. Jangan lemah pada hidupmu!" kata Maurice lagi. Mentransfer spiritnya pada jiwa pangeran rapuh itu.
Millhewi, Maurice, mereka benar. Aku terlalu lemah. Jika memiliki harapan: yang harus kulakukan adalah berlari sekuat tenaga. Untuk menggapainya. Millhewi sendiri ada di hadapan mataku. Ia menungguku. Aku benar-benar memalukan... rupanya.
Jethro berdiri dan berjalan keluar kelas. "Kau benar. Tiba-tiba aku dapat pencerahan. Satu tempat yang belum kita datangi. Di carillon."
"Di mana tempatnya?" tanya Maurice.
"Di belakang kolam renang. Ada pepohonan yang tumbuh lebat seperti hutan. Dari sana kau berjalan ke arah barat daya. Untuk patokannya carilah sungai kecil. Jika kau telusuri sungai itu ada jembatan dan lewatilah. Setelah itu akan terlihat jalan setapak berbatu yang mengantarkan ke carillon. Bagian tertinggi carillon memang hanya terlihat dari lantai 3. Millie pasti disekap di sana," jawab Jethro.
Jethro menarik tangan Maurice dan memasuki rimbunnya pepohonan belakang komplek sekolah. Di dalamnya Maurice melihat keindahan yang belum pernah ia saksikan sepanjang hidup. SMA Nusantara Senja seperti anugrah karena keindahannya. Meski memang sedikit seram.
"Tidak terpakai lagi semenjak penjaganya terjun dari atas sana dua kali berturut-turut," cerita Jethro.
"Ya sudah, cepat masuk! Aku fobia ketinggian. Kutunggu di sini saja," kata Maurice.
Jethro mempercepat langkahnya menaiki anak tangga menuju puncak. Tapi, aneh. Lorong menuju ke dalam biasanya tidak terhalangi apa pun, pikirnya sambil meraba-raba partition. Apa karena ada yang bunuh diri?
"Millhewi, apa kamu di dalam?!!!" tanyanya setengah berteriak.
Tidak adanya jawaban. Membuat Jethro semakin curiga. Mengambil ancang-ancang siap melabrak. Ia pun berlari melubangi benda itu.
Ia menatap Millhewi tak percaya. Kedua tangan dan kakinya diikat dalam posisi menyerupai huruf Y. Mulutnya terlakban dua lapis.
Jethro mendekatinya. Tatapannya kosong. Namun, pandangannya memiliki sejuta makna. Dipenuhi oleh kebencian. Dipeluk tubuh itu lembut.
"Aku bahagia tidak terjadi apa pun padamu. Sekarang aku akan melepaskanmu. Kita balas manusia-manusia busuk itu," kata Jethro menuturkan tekad.
Millhewi menggeleng lemah. Jethro melepaskan lakban yang membungkam mulut Millhewi.
"Biarkan saja mereka memperlakukanku begini. Aku lelah terus disalahkan. Kamu juga tidak boleh mengotori tanganmu, Jethro. Baik kamu maupun Maurice adalah suci. Kamu akan mendengar semua ucapanku, bukan?" tanya Millhewi lemah.
"Aku tidak mungkin bisa. Mereka akan tetap menyalahkanmu," jawab Jethro. Matanya menatap Millhewi iba.
"Aku memiliki rencanaku sendiri. Tugasmu hanyalah membantuku. Bukannya menghalangi. Enyahlah dari hadapanku. CEPAT!" perintah Millhewi.
Jethro menuruni tangga dan melihat Maurice yang duduk di anak tangga terbawah. Ia menggeleng lesu. "Tidak ada."
Maurice melihat ke atas curiga. Pasti ada sesuatu, pikirnya.
🎭🎭🎭
Millhewi memejamkan mata. Mengingat bagaimana Nismaya dan anak-anak lain membawa dan mengikatnya paksa di kayu tersilang ini. Mereka semua sangat jahat dan pantas mati. Pantas mengalami penderitaan yang lebih darinya.
Seseorang muncul lagi dari tangga.
"Kamu terlalu kasar kepadanya."
Millhewi tersenyum bahagia. "Sailendra, akhirnya kamu datang juga."
Sailendra memeluk Millhewi. "Jangan takut. Aku akan selalu di sini untuk mendukungmu."
Millhewi mengangguk lemah.
Sailendra duduk bersila di depan Millhewi. "Tidak selalu menyenangkan untuk bisa mengendalikan orang lain seperti yang kita inginkan."
"Kata Maurice kamu penyihir," beritahu Millhewi. Tersenyum kecil.
Sailendra memeluk lututnya dengan perasaan tak menentu. "Bisa jadi. Penyihir hati."
🎭🎭🎭
18.00 PM.
"Millie, aku pulang, ya. Kau tidak apa sendirian?" tanya Sailendra.
"Sebelum langit benar-benar gelap aku telah terlelap. Sehingga tak mengkhawatirkan apa pun tentang perasaan malam," jawab Millhewi.
Sailendra pun kembali. Sebenarnya bukannya tak menakutkan apa pun. Millhewi memejamkan mata dan berusaha memasuki alam bawah sadar.
24.00 PM.
SLEPT.
"Hah?!" Millhewi tersadar dalam keterkejutan. Ia tak habis memimpikan apa pun. Tapi, seolah ada kekuatan gelap dari luar yang memaksanya membuka mata.
Mengamati situasi gelap gulita loteng. Ia mencoba menutup matanya. Namun, gagal. Terus gagal. Seperti ada suara dan hawa tidak enak yang menyelimuti tempat itu. Membuatnya terus terjaga. Keringat dingin membasahi sekujur tubuh. Digerakkan tangannya berusaha melepaskan diri. Percuma. Anak-anak kelas 2-A tak pernah bermain-main dalam menyakitinya. Tubuhnya pun hanya bisa meronta tanpa hasil.
Deng deng deng!
Millhewi menengok ke arah lonceng besar yang diletakkan di belakangnya. Lonceng itu sudah tak digunakan selama bertahun-tahun. Kini terdengar suara orang memukulnya dengan pipa besi.
Deng deng deng!
Suara itu terus terdengar. Namun, tak tampak rupa siapa pun. Anehnya Millhewi tak bisa melepaskan pandangan darinya. Bukan tak bisa melepaskan. Ia terlalu takut untuk kembali melihat ke depan. Lehernya serasa kaku. Tubuhnya membeku.
Dikembalikan arah pandangannya. Sesosok wajah setengah hancur dengan kulit putih pucat berada tepat di depan wajahnya.
"Pak...," ucapnya tertahan. Berusaha dirontakan seluruh tubuhnya dengan kekuatan yang tersisa. Namun, tak ada lagi yang tersisa. Ia lumpuh oleh cengkraman kegelapan. Wajah itu terus menatapnya. Menatap dengan sepasang rongga mata yang kosong. Gelap dan hampa bagai neraka.
KAAAAK!!!! Beberapa burung gagak yang tengah bertengger di puncuk pohon berterbangan. Saat itu harusnya ia tersadar. Bahwa dendam bukan hanya milik yang hidup.
(disclaimer)
Kepada siapakah dendam itu akan tertambat...
pada akhirnya?
Ikuti terus ceritanya! Jangan lupa share like dan comment 👍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments