(disclaimer)
Keesokan harinya. Janji Maurice pada Sandra mulai berlaku. Saat jam pelajaran Maurice yang belum pernah pacaran membayangkan bagaimana hari-harinya akan berjalan sebagai pacar bohongannya Sandra.
Ia tak bisa dengan baik mempersiapkan perasaannya. Sementara menghadapi perilaku dingin Millhewi sejak pagi. Maurice paham Millhewi memang bukan tipikal gadis yang akan selalu ramah dengan tersenyum pada semua orang. Tapi, sejak peristiwa kemarin. Ketidakbersahabatan sikap Millhewi padanya semakin parah. Ia menilik sedikit ke loker meja. Dengan berat ia menimang kembali keputusannya untuk menemui Millhewi sore ini.
"Millhewi. Kau masih marah padaku?" tanya Maurice.
Sambil tetap mendengarkan penjelasan guru ia menjawab sesingkatnya, "No."
Setelah itu Maurice mengamati pesaingnya yang terlihat sama sekali tidak membuat persiapan nyata atas rasa sukanya. Berubah jadi bersikap baik padanya? Tidak. Tidak ada apa pun yang bisa menghalangi Maurice untuk memiliki Millhewi.
Jam istirahat datang.
"Mill, mau ke kantin bersama?" tawar Maurice ramah. Kediaman gadis itu telah menjadi jawaban yang cukup jelas. "Kamu suka warna hitam, ya?" tanyanya sambil bertopang pipi. Ia berusaha tersenyum selembut mungkin setelahnya.
Millhewi membalik buku yang tengah dibacanya lalu menjawab, "Apa itu berhubungan dengan misteri yang tengah kau selidiki?" tanyanya.
🎭🎭🎭
Di kantin Sandra telah menunggu bersama status sementara yang akan Maurice sandang. Sandra yang tengah menikmati semangkuk soto betawi memberikan tatapan yang berarti "kamu telat" pada Maurice. Setelah memesan gado-gado kesukaannya. Maurice menanyakan misi utama dari permintaan Sandra ini.
"Ada seorang siswa. Yang selalu menggangguku. Aku tidak suka itu," jawab Sandra.
Karena mengingat nasihat Millhewi akan pertanyaan. Maurice mengurungkan niatnya untuk menanyakan siapa lelaki itu. Dengan berat hati Maurice memeluk Sandra sebagai bukti akan perjanjian mereka.
Seisi kantin melihat pemandangan itu terkejut. Sandra sendiri berusaha menikmati peran barunya. Tersenyum semanis mungkin. Maurice telah menyiapkan segalanya dengan baik. Jika Millhewi bertanya ia tinggal jawab "bohongan".
Karakteristik SMA Nusantara Senja dengannya sama. Tidak suka mengurusi hal kecil. Maka rencana dan tugas Maurice selama seminggu ini akan berjalan harmonis. Amien.
Kelas kembali dimulai dan berjalan biasa. Dengan Maurice yang perasaannya telah tenang.
Saat bel pulang berdering. Maurice tidak seperti biasa. Meninggalkan Millhewi. Anak-anak sekelas melihat heran lalu melirik Millhewi.
"Apa?!" tanyanya sinis sambil berjalan keluar kelas.
Di perjalanan menuju kolam renang tiba-tiba Jethro datang. Proses PDKT mode on.
"Hai, Millhewi. Pintu keluar kan ke arah sana?" tanya Jethro menunjuk ke arah berlawanan dengan arah Millhewi.
"Sudah tahu," jawab Millhewi ketus.
"Lalu, kamu akan ke mana?" tanya Jethro ramah.
Millhewi menghentikan langkahnya dan menatap Jethro tidak suka.
Dalam diri Jethro sendiri ia sangat senang akhirnya bisa berada sedekat ini dengan gadis yang telah lama ia sukai. Wajah tidak bersahabat Millhewi begitu memesonanya.
Millhewi tak berkata apa pun. Mengapa dadanya begitu berdebar? Dag dig dug dag dig dug. Sejak awal ia telah tertarik pada Millhewi. Bukan dari tampang. Bukan dari kepandaian atau kepiawaiannya membawa diri. Alasan Jethro mencintai Millhewi adalah... Ah, haruskah cinta memiliki alasan?
"Apa yang ingin kamu lakukan? Lebih baik kamu kembali ke teman-teman membosankanmu itu. Sebelum kamu juga dirundung sepertiku," kata Millhewi ketus. Tanpa melihat Jethro.
Setelah berkata begitu Millhewi mendekatkan wajahnya ke wajah Jethro. Yang jelas membuat pemuda itu semakin bersemu.
Gadis itu membelalakkan matanya dan berkata, "********. Enyahlah sebelum kau menjadi korban yang selanjutnya!"
"Tunggu!" kata Jethro sambil memegang lengan Millhewi tepat sebelum ia lebih jauh.
Ekspresi wajah Millhewi berubah. Ia merintih pada Jethro, "Tidak puaskah kamu bersama teman-temanmu telah membuatku menderita? Apa lagi yang kamu mau?" tanyanya.
"Tidak!" Jethro berkata demikian cepat. Millhewi belum sempat mencerna maksudnya hingga ia menarik tubuh itu menuju dadanya. Memeluknya erat.
Ganti Millhewi yang kehabisan kata. Di lorong sekolah menuju gedung olah raga saat pulang. Yang tak ada orang selain mereka. Ia lagi-lagi merasakan kehangatan. Pelukan seorang lelaki yang tak pernah dirasanya sepanjang hidup. Ia merasakan kehangatan yang sama.
"Saat aku bertemu denganmu... aku ingin berubah. Menjadi Jethro yang bebas." Jethro menatap wajah Millhewi sebagai bukti kesungguhannya. "Maukah kamu mengajariku?" Melihat raut Millhewi yang masih bingung ia menambahkan, "Yes or no?"
"Ka, kamu apa-apaan, sih? Ini terlalu mendadak. Lagipula bagaimana dengan reaksi teman-temanmu. Kamu pasti hanya memermainkanku, bukan?" tanyanya kalut.
Sangat tampak ketidaknyamanan dari raut wajah Millhewi. Anak yang telah mem-bully-nya tiba-tiba menyatakan cinta padanya adalah hal terbodoh sepanjang masa.
Sebenarnya Jethro tidak sejahat anak lainnya, pikirannya melunak.
"Yes or no?" ulangnya lagi.
Entah karena alasan apa. Ia menyukai tampang bingung Millhewi.
🎭🎭🎭
Millhewi yang telah sampai di belakang gedung olah raga. Melihat Maurice masih menunggu terduduk di tepian kolam memainkan daun yang sengaja dihanyutkan.
Menyadari millhewi telah datang. Maurice membalik tubuhnya dan berdiri. Raut wajah yang tadinya bete diubahnya secepat kilat menjadi semangat.
"Jadi, kamu mau apa?" tanya Millhewi.
Diam-diam gadis itu telah menyiapkan penyengat listrik. Yang ditaruhnya di kantong dalam blazer.
Dengan deguban jantung yang sangat hebat dalam dirinya. Maurice menyodorkan kotak kecilnya. "Kupikir warna putih juga bagus untukmu."
Dunia dalam kepala Millhewi seperti berhenti. Wajah gadis itu bingung. Diambilnya kotak itu dari tangan sang pemuda dan dibukanya perlahan. Dilihat sebuah cincin dengan hiasan yang berbentuk oval. Hiasan itu berwarna putih. Terdapat gambar kucing dengan tiga pasang kumis dan mahkota berwarna hitam. Sangat cantik dan berkilau saat cahaya matahari menimpanya.
Maurice menyentuhkan telapak tangan kanan Millhewi ke dadanya. Ia ingin Millhewi merasakan degub jantungnya kini. Untuk Millhewi, degub jantung Maurice saat itu persis dengan saat telinganya menempel di dada Jethro.
"Kita sudah berteman dengan dekat selama ini. Kejadian buruk yang sama juga sering menimpa kita berdua. Anehnya saat setiap hal itu terjadi. Aku merasa debaran yang hebat. Dengan sok tahunya aku berpikir. Aku pasti merasakan sesuatu padam," kata Maurice.
Millhewi menenggak ludahnya. Rahangnya bergetar. Ia semakin tidak tahu pada apa yang terjadi padanya kini.
"Kini aku paham akan rasa itu. Aku jatuh cinta padamu, Millhewi Melody Requiem," aku Maurice.
Perasaannya kini seperti habis dijatuhi gunung. Pikiran gadis itu berputar. Cenderung berputar ekstrim seperti tong setan. Ia tidak pernah membayangkan hal seperti ini sepanjang hidupnya. Ia dicap sebagai anak aneh sejak kecil. Semua laki-laki yang mendekatinya hanya ingin mengolok atau menghina saja. Tapi, sekarang... ada dua lelaki yang mengutarakan cinta padanya di saat berdekatan? Ini pasti hanya lelucon.
Lelucon macam apa lagi, Tuhan?
Maurice mendekatkan tubuhnya pada Millhewi. "Aku tidak bercanda. Sejak pertama kamu melihatku dari jendela kelas kita. Aku telah merasakan perasaan yang berbeda."
"Sudahlah." Millhewi melepaskan tangannya lembut dan meninggalkan Maurice.
Maurice, Jethro, semuanya bodoh.
Di balik semua yang terjadi pada Millhewi. Sepasang bola mata mengamati dengan baik untuk menambahkan isi pada file-file datanya. Ia bersembunyi di sisi lain gedung olah raga dan melihat kejadian mengharukan itu tanpa ekspresi.
Seraya menurukan tangannya yang tersilang. Ia meninggalkan tempat itu dan berkata lirih, "Membosankan."
🎭🎭🎭
Millhewi memasuki rumahnya dengan tergesa. Tanpa salam atau sekedar tedeng aling-aling. Langsung dimasuki pintu dan berlari menuju kamarnya. Menimbulkan suara gaduh dari lantai kayu yang berdecit.
Dibaringkan tubuhnya. Ditatapnya langit-langit gelap. Dalam otaknya berkecamuk beragam pikiran. Hal yang baru saja dialaminya begitu luar biasa.
"Fantastik."
Mimpi apa aku siang bolong begitu ditembak dua orang laki-laki. Yang sungguh bertolak belakang. Pertama anak yang telah merundungku bersama teman-temannya selama lebih dari setahun. Harus kuakui selama ini ia terlihat hanya sekedar ikut-ikutan saja. Tapi, Jethro yang seorang anak pemilik separuh dari sekolah sialan itu menyukaiku? Hanya satu yang menjadi pikiranku.
Tidak boleh disia-siakan.
Lalu, ada anak baru baik hati bernama Maurice yang juga menyukaiku. Sudah hampir setengah tahun kami kenal. Secepat itukah waktu yang dibutuhkan untuk jatuh cinta? Entahlah. Aku tak pernah merasakan atau memperdulikannya.
Jika harus menjawab pertanyaan mereka berdua... aku maunya bilang tidak tahu. Tapi, aku tahu bahwa itu bukan jawaban. Seperti katanya yang mana jawaban itu hanya dua: yes or no.
Diangkat handphone-nya dan menghubungi sebuah nomor.
Suara di seberang menjawab, "Selamat siang. Dengan Sailendra Fathillah Amorgan. Silahkan katakan keperluan Anda dalam tiga menit dimulai dari... sekarang!"
Nada bicara yang seperti menerima panggilan dari nomor asing. Membuat kesal hati Millhewi.
"Sekarang sudah sore," balas Millhewi ketus.
"Oh, ya? Masih panas, kok. Kalau di negara ini kapan saja juga panas, ya? Hahaha," balas lawan bicaranya.
"Kamu tahu yang baru saja terjadi padaku?" tanya Millhewi.
"Tahu," jawab Sailendra.
Entah mengapa pemuda itu hanya memberikan informasinya secara gratis pada Milllhewi.
"Lalu... menurutmu bagaimana?" tanya Millhewi. Ragu.
"Kau pasti bingung, ya? Pilih saja yang dapat memudahkan segalanya. Cinta itu ada untuk memudahkan. Dan membudakkan segala sesuatu. Jangan sampai jadi seperti orang bodoh yang menderita karena cinta. Ingat itu, sayang."
"Keduanya potensial," kata Millhewi. Masih meragu.
"Jadi, kamu tidak akan membalas cinta dua orang pangeran tampan itu?" tanya Sailendra.
"Untuk saat ini aku masih belum tahu artinya apa. Bagaimana mungkin aku bisa merasakan? Kamu sendiri tidak bisa menjawabnya, Sai."
"Begitulah. Habis cintaku sudah lama musnah."
"Mazeltov," kata Millhewi.
"Mazeltov," balas Sailendra.
Tok tok tok.
Saat pintu kamar Millhewi terketuk. Langsung diputuskan hubungan teleponnya dengan pemuda itu. Pintu terbuka sedikit dan wajah sesosok wanita paruh baya muncul dari baliknya. "Jangan berisik! Adik sedang tidur," pintanya seperti berbisik.
Saat Mamanya sudah pergi. Ia berpikir, anak itu juga lebih baik mati saja.
Andai saja aku seorang megalomaniac jenius yang dapat menurunkan populasi dunia. Aku akan menyingkirkan seluruh manusia yang tidak menyenangkan. Tidak berguna. Sampah. Dan hanya memboroskan oksigen.
*Pertama-tama aku harus menyingkirkan kalian: SMA Nusantara Senja. Untuk 2-A saja. Apa kalian tahu kalau nafas kalian itu telah mencemari paru-paruku yang suci?
Terima kasih untuk segala infonya selama ini, Sailendra. Sangat membantu*.
(Sumber gambar: Avogado6)
Apa yang akan Millhewi rencanakan... bersama Sailendra?
Apa ini akhir dari keputusan Maurice?
Untuk mencintai kegelapan itu!
Ikuti terus ceritanya! Jangan lupa share comment vote dan like 👍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
senja
yg ngintip itu si Sai ya
2020-01-27
1
senja
widihhh sejak kapan Momo pengen milikin Mimi?
2020-01-27
0
Kasmawati
dri awal sampe skarang suka banget sama crita.y👍👍👍
2020-01-25
0