First Day in Nusantara Senja

Hari perdana untuk Maurice menyiapkan dirinya sebagai siswa SMA Nusantara Senja. Dipandangi dirinya yang tersenyum sendiri di depan cermin. Menatap dirinya dari atas kepala hingga ujung kaki dengan seragam SMA Nusantara Senja. Berbeda dengan seragam SMAN 279. Yang seperti seragam SMA pada umumnya.

Dilihat celana panjangnya yang telah tersetrika rapi oleh Mbok Ratih, pembantunya. Sekilas terlihat seperti celana SMP dengan warna navi yang lebih gelap. Atasan kemeja putih panjang dan blazer hitam lengkap dengan lambang SMA Nusantara Senja di dada kanan. Berkali-kali dibenarkan posisi dasi yang bermotif strip hitam-merah. Untuk meyakinkan di hari pertamanya ia sudah tampil sempurna.

Senyum tak kunjung mengempis. Dilupakan semua ungkapan negatif orang-orang. Ia menatap kalem wajahnya sendiri di cermin. "Are you ready?"

Maurice menuruni tangga dan melihat mamanya tengah dengan telaten menyiapkan sarapan. Ia tersenyum sehangat nasi yang baru matang. Dilihat jam tangan G-Shock-nya. Tak ingin membuang waktu. Diambil tas selempang hitamnya. Mengajak Miranda bergegas.

🎭 🎭 🎭

Mereka berhenti di depan sebuah pagar besar berkarat yang terbuka lebar. Maurice menuruni mobil itu. Menginjak dedaunan lembab yang berserakan di tanah. Kenapa daunnya banyak sekali? gerutunya dalam hati.

Saat Maurice memutuskan untuk segera memasuki bangunan sekolah melalui sebuah pintu kayu gelap. Besar pandangannya menangkap seorang pria tua yang tengah serius menyapu. Dalam pikirannya, jika telah ada yang membersihkan mengapa harus seberantakan ini? Pak tua berjenggot putih itu mengangkat sampah yang telah dikumpulkannya. Menghamburkannya kembali. Maurice memutuskan tetap mengamati. Ia melakukan hal yang sama berulang kali. Terus menyapu, namun kembali menghamburkan. Pak tua itu menyadari dirinya tengah diawasi dan menatap balik. Dengan matanya yang tajam. Tanpa menunggu lagi Maurice berlari.

Sesuatu terjadi lagi. Saat akan dinaiki tangga menuju pintu. Ia melihat ke arah jendela. Jika pada sekolah negeri pada umumnya yang tampak dari bagian luarnya adalah lorong. Yang tampak dari sana adalah kelas dengan para muridnya yang sibuk bercanda.

Jika pada sekolahnya dulu jendela dari kelas itu cukup tinggi—setidaknya harus berdiri untuk melihat keluar. Jendela pada bangunan SMA Nusantara Senja pendek. Sebatas meja sehingga orang-orang dapat berpangku tangan di kusennya. Bersamaan dengan itu. Maurice menyadari ada seorang siswi dari kelas yang tengah dipandangnya mengamati balik. Dengan pandangan yang dingin. Dengan sebelah mata yang tertutup eyepatch. Sangat tidak bersahabat.

Maurice mulai tenang. Diangkat kepalanya dan dilihatnya pemandangan dalam sekolah. Sambil berjalan mencari ruang guru ia berpikir, interiornya mirip rumah.

Perasaannya jauh lebih hangat. Saat telah berjalan di samping seorang guru yang terlihat ramah menuju kelas barunya. Jika melihat pemandangan dari luar. Tak ada bedanya dengan sekolah mana pun, kok.

Guru itu membuka sebuah pintu kayu. Sebelum masuk Maurice mengamati papan kayu yang tergantung di atasnya. Memberitahunya identitas ruangan yang akan ditempatinya mulai saat ini, kelas 2-A. Dimasuki kelas itu dengan berdebar. Suasana kelasnya biasa.

Saat guru masuk. Kelas yang berisik mendadak tenang. Menurutnya itu wajar. Karena karakteristik pelajar di negara ini semuanya begitu.

Dengan semangat Maurice mengembangkan senyumannya. Hendak memperkenalkan diri, "Namaku..."

Seketika ucapannya terhenti. Saat melihat seorang siswi dengan eyepatch yang duduk sendiri paling belakang melihatnya sepintas. Lalu, mengalihkan pandangan ke luar jendela. Pandangan ke luar jendela yang dingin. Dan gelap.

Selesai sesi perkenalan. Maurice ditawarkan pada beberapa pilihan tempat duduk. Benar juga. Berbeda dengan sekolahnya dulu yang seluruh kelas penuh terisi murid. Ada dua bangku di ruang kelas 2-A yang kosong.

Satu bangku yang bersebelahan dengan seorang siswa. Satu bangku lagi bersebelahan dengan si gadis misterius. Sedikit berpikir... akhirnya ia memutuskan untuk berjalan menuju tempat duduk bersama sang gadis.

Meski kesan pertamanya berlangsung kurang baik. Malah hal itu yang menariknya.

Hal aneh terjadi saat Maurice memutuskan untuk duduk bersama si siswi. Kelas yang semula masih sedikit ramai mendadak senyap. Dengan tampang salting. Maurice berjalan pelan menuju tempat duduk barunya. Dengan seisi kelas yang mengikutkan pandangan aneh. Ditaruh tas dalam kolong meja. Mengamati situasi yang masih terasa tidak enak. Dilepas blazer hitamnya dan duduk.

Saat ia telah duduk dipandanginya beberapa orang anak baik siswa maupun siswi membisikkan sesuatu ke telinga teman sebangkunya. Ditenangkan hati untuk reaksi yang jauh dari bayangan ini.

Dialihkan pandangannya melihat gadis itu. Diulurkan tangannya dan tersenyum mengajak berkenalan. Namun, gadis itu malah mengembalikan pandangannya. Pada pemandangan di luar jendela. Maurice menarik kembali tangannya sedikit kesal.

Sekolah ini jauh lebih mengerikan dari yang terlihat di luar sana. Dan meski orang-orang telah memberitahunya untuk berubah pikiran. Kini telah terlambat.

Pelajaran pertama: biologi yang diajarkan oleh wali kelas pun dimulai.

🎭 🎭 🎭

Saat tiba waktu istirahat. Dilihatnya gadis yang sejak tadi belum berucap sepatah kata pun itu tak meninggalkan tempatnya. Meski sebagian besar anak telah keluar untuk makan siang.

"Oh ya, nama kamu siapa?" tanya Maurice.

Di luar dugaan gadis itu menengok padanya. Lalu, ia menjawab lirih tanpa ekspresi, "Millhewi."

Maurice terkesiap sehingga tak langsung membalas ucapannya. "Aku Maurice. Ya, Maurice," ucapnya salah tingkah.

Gadis bernama Millhewi itu tersenyum hangat seolah memberi cahaya bagi tempat menyeramkan itu. Tapi, tidak dengan kata yang diucapkan selanjutnya. Yang seperti mengembalikan suasana kelam, "Mau apa kamu pindah ke sekolah ini?" tanyanya datar.

Diperhatikan lagi. Hanya Millhewi murid yang tak membuka blazernya. Maurice tak bisa menjawab pertanyaan itu.

"Kalau tidak mau dijawab. Tidak usah dijawab," ucapnya lagi.

Dunia seakan membeku dan pemandangan di luar jendela terasa semakin dingin. Dengan Pak Tua yang berulang kali menyapu dan hanya menghamburkannya kembali.

"Di sini tak sebaik bayanganmu. Sebaiknya berhati-hati," beritahunya beranjak berdiri.

Maurice terduduk diam hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar juga. Sosialisasi. Penting, 'kan?

🎭 🎭 🎭

Di jalan menuju kantin. Ah, kantinnya jauh juga, gerutunya sambil beberapa kali menengok ke belakang.

"Halo, anak baru. Bagaimana aku harus memanggilmu?" Pemuda ini yang tempat duduknya tidak dipilih oleh Maurice. Seorang pemuda ramah berpostur ideal yang cukup tampan dan tampak menawan.

Maurice tersenyum. "Panggil saja Maurice. Bagaimana dengan kalian?" tanyanya balik.

"Namaku Jethro. Kalau mereka Edi dan Panji," jawab pemuda tampan itu.

Setelah cukup lama berjalan dalam diam. Anak yang bernama Edi bertanya, "Kenapa kamu tidak duduk bersama Jethro?"

Saat Maurice ingin melihat Edi ia memalingkan wajahnya."Memang kenapa?" tatapnya pada Edi yang belum melihatnya.

Maurice melihat Edi dan Panji. Postur mereka sangat terbanting dibanding Jethro. Mereka seperti karakter teman tokoh utama yang tidak begitu ganteng dan tugasnya hanya melawak atau memberi saran tidak berguna.

Tiba-tiba terdengar suara tawa menggelegak dari Jethro. Ia merangkul pundak Maurice. "Tidak perlu dipikirkan, Maurice. Nanti kamu mau makan apa?" tanyanya ramah.

"Nasi goreng," jawab Maurice.

"Wah, selera kita sama," ucap Jethro ramah.

🎭 🎭 🎭

Sementara di sisi lain sekolah itu. Seorang siswi berambut pendek yang tengah dikeroyok oleh sekelompok siswi lain di kamar mandi perempuan SMA Nusantara Senja. Mencoba berteriak memohon pertolongan. Tendangan dan pukulan melemahkan suaranya. Ia hanya merintih.

"Apa kamu senang sekarang ada yang mau duduk bersamamu, heh? Gadis jalang," tanya seorang siswi seraya menendangi tubuh siswi itu.

"Dasar cewek aneh. Kenapa kamu tidak enyah saja ke neraka sana?" tanya yang lain sambil memukuli tubuhnya. Dari badan sampai kaki.

Byuur. "Dasar sampah!" kata seorang siswi lain setelah menumpahkan air pel lantai kamar mandi yang hitam dan bau ke tubuh siswi itu.

Mereka lantas tergelak dan meninggalkan Millhewi yang menangis pilu. Bagaimana ia harus meneruskan hari ini? Seharusnya ia tak ingin buang air kecil. Seharusnya ia tak ke mana pun. Namun, mengapa dunia ini seolah tercipta hanya untuk memberikan pilihan buruk padanya? Seperti... hidup selalu jahat.

Bel berdering pertanda para murid dan guru harus kembali memulai KBM. Pelajaran Matematika diawali dengan absensi. Sampai saat guru memanggil murid dengan nomor absen terakhir.

"Millhewi." Diulangi hingga tiga kali panggilannya itu. Namun, tak menuai jawaban. Guru berjenggot itu menggeram kesal. "Ke mana anak itu?" Seisi kelas hanya cengengesan.

Maurice mengamati bangku di sebelahnya. Perasaan khawatir muncul pada apa yang terjadi pada chairmate-nya.

Untuk Maurice sendiri. Istirahatnya berlangsung menyenangkan. Ia mendapatkan banyak teman. Diterima dalam pergaulan. Dan kebahagiaannya berlanjut dengan sukses. Tapi, apa yang terjadi pada Millhewi benar-benar mengganggu konsentrasinya.

Dipindahkan duduknya ke tempat Millhewi dan mengamati pemandangan di luar jendela. Kalau-kalau dirinya muncul. Maurice tetap setia mengawasi pemandangan di luar jendela.

Kurang lebih satu jam kemudian pintu terketuk. Guru matematika bertampang batak menjawab ketukan dengan teriakan, "Siapa?!"

Suara di luar menjawab pelan, "Millhewi."

Guru itu menurunkan tangannya yang menggenggam kapur. Melihat pintu dengan wajah sangar. Dengan berat ia berkata, "Masuk!"

Perasaan Maurice tak enak membayangkan apa yang akan terjadi. Pintu kelas terbuka perlahan dan Millhewi memasukinya. Sebelum beranjak ke tempat duduk ia membungkuk dengan raut takut.

"Habis dari mana kamu?" tanya guru.

"Kembali ke rumah. Tadi baju saya..."

Belum menyelesaikan ucapannya Millhewi mengamati empat orang siswi yang duduk berdekatan: Nismaya, Lakstiara, Indah, dan Lina, alias pelaku dari semua yang terjadi padanya bertampang percaya diri sambil memelototinya dan mengacungkan genggaman tangan. Melihat situasi. Ia sadar walaupun mengadukan yang sesungguhnya. Keadilan tak akan pernah berpihak padanya.

"basah kuyup karena terpeleset di kamar mandi. Tapi, sebelum meninggalkan sekolah saya telah meminta izin," jawabnya.

Guru itu langsung menjambak rambut Millhewi. "Kamu pikir saya percaya, anak sontoloyo? Guru piket tidak mengatakan apa pun soal kamu."

Millhewi jujur. Guru itu yang berbohong.

"Dasar anak nakal! Kamu berdiri di depan kelas sambil mengangkat satu kaki dan kedua tangan memegang telinga!" perintah guru itu.

Millhewi beranjak melakukan yang diperintahkan oleh guru. Seisi kelas tertawa terpingkal-pingkal. Karena hal yang terjadi. Menjawab sedikit banyak pertanyaan Maurice saat istirahat. Ada apa dengan Millhewi?

Dari tempat duduknya. Maurice melihat Millhewi yang menunduk. Kedua kakinya gemetar. Wajahnya dingin dan tidak memerdulikan apa pun. Seolah yang terjadi padanya adalah hal biasa. Apa yang sebenarnya terjadi pada sekolah ini? pikir Maurice sambil menyalin tulisan guru di papan tulis.

Menurutnya guru itu kejam sekali. Tidak wajar. Maurice pikir mungkin alasan ia pindah kemari adalah untuk menyelesaikan pertanyaan itu. Ia merasa sangat prihatin dengan kondisi sekolah. Millhewi terlihat menahan tangis. Dan ia berhasil. Tak setetes air mata pun menetes.

Dua jam berlalu. Posisi gadis berambut pendek itu mulai goyah. Murid lain tertawa kecil.

"Maaf, Pak, bolehkah saya duduk?"

Namun, guru itu tak menggubris dan terus menerangkan, "Ini akan ada di ulangan minggu depan. Harus kalian pelajari yang baik."

"IYA, PAAAK!!!" jawab anak sekelas semangat.

"Pak...?" panggil Millhewi lagi.

Tubuhnya gemetar. Maurice menyadari sesuatu yang tidak baik akan terjadi. Mereka semua kenapa, sih? pikirnya emosi sambil mengamati sesisi ruangan. Semuanya seperti tidak melihat Millhewi. Ini keterlaluan.

BRAK. "Pak Guru," teriaknya. Seisi kelas memandang sinis.

Guru itu menaruh bukunya dan merespon, "Ada yang perlu ditanyakan?"

Maurice menunjuk Millhewi yang wajahnya terlihat pucat. "Mungkin saya anak baru. Saya tidak berniat lancang. Tapi, jika dibiarkan lebih lama dia bisa... dia bisa..."

Guru bertampang gahar itu menengok Millhewi. Ia berkata, "Sudah, kamu duduk."

Millhewi bertampang lega dan membungkuk pada guru bernama Eros itu. "Terima kasih."

Tampang Maurice pun berangsur tenang dan mempersilahkan Millhewi menduduki tempatnya.

Maurice mengamati lagi dan sinyal permusuhan kembali terpancar. Yang entah dari mana. Dan untuk siapa. Maurice merasa ada yang tak beres dengan sekolah ini.

🎭 🎭 🎭

Bel pulang berbunyi. Kelas berakhir. Saat semua pelajar keluar dari kelas. Maurice kembali melihat ketidakseimbangan antara sekolah dengan jumlah pelajarnya. Kalau di sekolahnya dulu satu tingkat bisa diisi hingga sepuluh kelas. Di SMA Nusantara Senja kelas 2 hanya diisi oleh 5 kelas dengan anggota perkelas kurang-lebih 30 anak. Untuk kelas 3 keadaannya sama. Jika kelas 1 setiap kelasnya diisi 40 orang anak, tapi jumlah kelasnya hanya 4.

Alhasil banyak kelas kosong bernuansa horor. Wajar sih, peminatnya sedikit. Andai saja sekolah ini mau survive sedikit. SMA Nusantara senja bisa jadi sekolah yang terkenal.

"Kamu tahu apa alasannya?" tanya Millhewi yang sejak tadi berjalan di sisinya.

"Eh, apa? Memangnya aku bicara apa?" tanya Maurice.

Millhewi melanjutkan. "Semua karena sejarah kelam yang melingkupi SMA Nusantara Senja. Itu membuat Kepsek SMA Nusantara Senja gila."

"Maksudmu?" tanya Maurice.

Millhewi pun menceritakan asal usul julukan itu, "Sejak saat itu sekolah ini tidak pernah tenang. Tawa yang muncul pun hanya bohongan. Apalagi setelah kematian Pak Henry. Sikapnya semakin aneh. Sejak saat itu ia jarang datang."

Maurice memegang dagunya serius. "Itu semua seperti kasus yang harus dipecahkan. Seharusnya seseorang bisa menjelaskannya. Aku akan menyelidiki semua itu. Pasti!" ujarnya semangat sambil menonjokkan kepalan tangannya ke telapak tangan satunya lagi.

"Ha-ha. Jangan. Di sini ada setan pembalas dendam. Kalau kamu mengganggu. Nasib kamu akan sama seperti Pak Henry," peringat Millhewi.

"Oh, ya? Memangnya setan bisa membunuh?" tanya Maurice.

"Bisa, dong. Kalau setannya merasuk ke manusia. Kan ada namanya. Manusia setan," jawab Millhewi.

Dari kejauhan beberapa anak lain di kelas 2-A mengamati kedekatan Maurice dan Millhewi. Mereka melihat wajah Millhewi yang menikmati kedatangan dan keberadaan Maurice dengan benci. Karakteristik orang yang membenci itu sama, 'kan? Tidak suka melihat orang yang dibenci bahagia.

"Anak itu menyebalkan, ya?" kata Nismaya seraya menyilangkan kedua tangannya.

Lakstiara melanjutkan, "Bukankah seharusnya sekolah ini jadi neraka untuknya?"

"Tidak ada teman di neraka," sambung Lina.

Maurice yang merasa cocok dengan Millhewi. Merasa nyaman di sisinya. Mengajak pulang bersama. Walau gadis itu menolak. Sisi pemaksa Maurice berkata lain. Langsung ditarik paksa tangannya. Maurice paham sejak awal. Millhewi bukan tipe yang akan ngambek hanya karena hal begini.

"Oh, teman barunya Maurice?" tanya Miranda dari jok kemudi.

Millhewi dengan sopan menyalami tangan Miranda.

"Sebenarnya apa saja yang sudah terjadi di sekolah? Soal hantu itu kamu serius? Lalu, kamu tahu mengapa polisi dilarang mengungkit kasus itu lebih jauh?" tanya Maurice memburu.

"Beberapa tahun yang lalu ada kematian yang sama. SMA Nusantara Senja bukan sekolah yang suka mengurusi hal kecil. Jika cuma orang mati, sih, biasa. 'Keberadaan polisi cuma akan mengganggu', begitu kata Bu Ressel," cerita Millhewi.

"Sepertinya ada komplikasi," ucap Maurice yakin.

Wajah Millhewi berubah khawatir. Melihat Maurice yang bertopang dagu. "Komplikasi apa?" tanyanya.

"Antara Bu Ressel. Kasus kematian Pak Henry dan dilarangnya polisi untuk turut campur. Semua berhubungan. Ditambah dengan sikap guru yang tidak wajar. Sesuatu disembunyikan oleh seluruh penghuni SMA Nusantara Senja. Kamu tahu si tukang sapu tua? Aku yakin hal yang dilakukannya bukan tanpa makna. Tapi, ia menunggu seseorang untuk menyadari bahwa terjadi kesalahan."

"Sebaiknya kamu buang semua itu kalau sudah masuk SMA Nusantara Senja. Kamu benar-benar akan dihabisi. SMA Nusantara Senja itu sekolah tua. Lebih baik hidup biasa saja kalau tidak mau menderita," peringat Millhewi.

Mobil berhenti di persimpangan yang dimaksud Millhewi. Dari luar mobil ia melambaikan tangannya.

"Anak tadi matanya kenapa?" tanya Miranda.

Benar juga. Kenapa tidak terpikirkan?

"Sepertinya ia orang yang sangat ceroboh," jawab Maurice tersenyum kalem.

(Disclaimer)

"Apakah pemandangan di luar jendela menampilkan kebenaran?"

Apa yang terjadi pada Millhewi?

Apa yang akan Maurice lakukan?

Terus ikuti ceritanya!~~~~

Terpopuler

Comments

Nadine Sabrina

Nadine Sabrina

suka bangett oyyy 💓💓💓💓💓💓💓

2021-10-13

0

syaa

syaa

tulisannya bagus, jelas....

2021-06-14

0

@aini*_Thalita

@aini*_Thalita

aku suka dengan novelnya
semangat buat author

2021-04-28

1

lihat semua
Episodes
1 Voice in the Twilight
2 First Day in Nusantara Senja
3 Second Day in Nusantara Senja
4 Third Moment in Nusantara Senja
5 Fourth Day for Maurice Anandratama Saputra Haryo
6 Past for Maurice Anandratama Saputra Haryo
7 Today for Jethro Dick Rise Rivanno
8 Question for Sailendra Fathillah Amorgan 1
9 Question for Sailendra Fathillah Amorgan 2
10 Guilt for Jethro and Maurice
11 Song for Soul and Anxiety 1
12 Song for Soul and Anxiety 2
13 Sense of Life for Sense of Lost 1
14 Sense of Life for Sense of Lost 2
15 Sense of Life for Sense of Lost 3
16 Sense of Life for Sense of Lost 4
17 Immoral Memory of Pathetic Person 1
18 Immoral Memory of Pathetic Person 2
19 Immoral Memory of Pathetic Person 3
20 Immoral Memory of Pathetic Person 4
21 Immoral Memory of Pathetic Person 5
22 Vessel for Milquetoast 1
23 Vessel for Milquetoast 2
24 Vessel for Desperate 1
25 Vessel for Desperate 2
26 Vessel for Desperate 3
27 Vessel for Desperate 4
28 What They Want (1-A)
29 What They Want (1-B)
30 What They Want (1-C)
31 What They Want (2-A)
32 What They Want (2-B)
33 What They Want (3-A)
34 Menemukan yang Kau Cari?
35 Pengumuman novel Scenery Out the Window of CORRUPTION
36 Maurice pada: Bumi Cen Xi
37 Luka Bumi
38 @A_A_A_
39 Artelier's Canyon of Madness
40 Luka Bumi Cen Xi's End
41 Alasan Bumi
42 The Answer?
43 Doa Bumi
44 C111A46G571
45 Way of Me
46 Ally on the Blanket
47 Their Spirit
48 Their Decision
49 Rotten Apple
50 Bumi's Violation
51 Chen Xi's Deviations
52 Dream Vs. Dreaming
53 Morisery Offer
54 Among Them
55 Undergoing Suffering
56 Important Promise
57 Real Stupper
58 Equals
59 Their Minds
60 Going into Her Room
61 Reason for a Treason
62 Marcy's Wish
63 Meeting of Two Streams of Springs
64 False Dream
65 Fallen into Heaven
66 Their First Meeting
67 Curse of Hope
68 Their Bond
69 Patency
70 Human Hope
71 We Need to Talk About the Machine
72 The Beginning of a Disability
73 Gorge
74 That Happened to Him
75 Their Destiny
76 The Return of Earth's Destiny
77 The Dancing Hell
78 Reality Shun the Sun.
79 Morisery and Malika: Mereka
80 Pengumuman novel Scenery Out the Window of DESTRUCTION
81 Red Thread Blood Bonds
82 Serving Fate
83 Coercion
84 Fate to God
85 No Way Out
86 Tachyon
87 Death of Starlight
88 Reality of the Dim Star
89 Comparison
90 Absentis Fragmina
91 Dance of the Destiny of the Sun
92 Destroy or Get Rid of
93 The Meeting of Two Reverse Current
94 Mad Love
95 Trust in Wind Dust
96 The Storm's Implicit Smiles
97 Black Star Sheen
98 Manifestations of the Black Hole Ruler
99 Reluctance of the Black Hole Ruler
100 Madness Element of Furies
101 Not a Bit Ironic Apathy
102 Irony for the Ruler of the Black Hole
103 Light Shines on the Edge of a Cliff
104 Chaos
105 Esperano a-te
106 End or Beginning?
107 Scenery of Destruction
108 Bumi's True Plan
109 His Breakcity
110 Beginning of End for Light
111 tres Horae
112 Star Wound Optimistic Suggestions
113 Destiny
114 "Earth's" Destruction
115 Let Me In
116 Digital Destruction
117 Hurricane of Life
118 Destruction Preparation
119 Digital Doomsday
120 Maurice's Conclusion 1
121 Scenery Out the Window of Avior
122 Visualitation of Hope
123 Wielder
124 His Identity
125 T Reason
126 Figure Behind the Name
127 Dynasty
128 Punishment
129 Arsa Offer
130 God's Right Hand Plan
131 Love Statement
132 Treachery
133 Relation entre les humains
134 Kaisar's Beliefs
135 Authentical Proof
136 Fil emmêlé
137 Holy Grail
138 Unreality
139 Fake Throne
140 Innovation for Destruction
141 Cross Sanguine
142 Writer Project
143 Secret Dimension
144 True Reaction
145 Duelity
146 Another Rate
147 Black Sample
148 Dualism Wielder
149 Tasa
150 Writer Uncompleted Reveal
151 Ozora
152 Dalang Dialang
153 Surmise
154 Defense
155 End of Battle
156 Avior
157 Welcher, Kaisar?
158 Ihr Schicksal
159 Ende von Mihal
160 Schatten
161 Naomi Schicht
162 그 얼굴의 소유자
163 Next Case
164 New Stage
165 Blast of Heart
166 Ghindara's Decision. Or Not?
167 Anastasia Love
168 Final Destination
169 Public Enemies
170 MIHAL
171 brOKen
172 Some Sick Bastard
173 Awaken
174 Macabre
175 Maurice's Pre-Conclusion 1
176 Maurice's Meeting Back
177 Which Part
178 Wicker Think
179 Maurice's Amisit Iterumque
180 Maurice's on Noir Grotesque: Noir
181 Maurice's on Noir Grotesque: Grotesque
182 Maurice's Today is
183 Scenery Out the Window of Acute Myself
184 Acute Myself Zero
185 Acute Myself One
186 Acute Myself Two
187 Acute Myself Three
188 Acute Myself Four
189 Acute Myself Five
190 Acute Myself Six
191 Acute Myself Seven
192 Acute Myself Eight
193 Acute Myself Nine
194 Acute Myself Ten
195 Acute Myself Eleven
196 Acute Myself Twelve
197 Acute Myself Thirteen
198 Acute Myself Fourteen
199 Acute Myself Fifteen
200 Acute Myself Sixteen
201 Acute Myself Seventeen
202 Acute Myself Eighteen
203 Acute Myself Nineteen
204 Acute Myself Twenty
205 Acute Myself Twenty One
206 Acute Myself Twenty Two
207 Acute Myself Twenty Three
208 Acute Myself Twenty Four
209 Acute Myself Twenty Five
210 Acute Myself Twenty Six
211 Acute Myself Twenty Seven
212 Acute Myself Twenty Eight
213 Acute Myself Twenty Nine
214 Acute Myself Thirty
215 Acute Myself Thirty One
216 Acute Myself Thirty Two
217 Acute Myself Thirty Three
218 Acute Myself Thirty Four
219 Acute Myself Thirty Five
220 Acute Myself Thirty Six
221 Acute Myself Thirty Seven
222 Acute Myself Thirty Eight
223 Acute Myself Thirty Nine
224 Acute Myself Fourty
225 Acute Myself Fourty One
226 Acute Myself Fourty Two
227 Acute Myself Fourty Three
228 Acute Myself Fourty Four
229 Acute Myself Fourty Five
230 Acute Myself Fourty Six
231 Acute Myself Fourty Seven
232 Acute Myself Fourty Eight
233 Acute Myself Fourty Nine
234 Acute Myself Fifty
235 Acute Myself Fifty One
236 Acute Myself Fifty Two
237 Acute Myself Fifty Three
238 Acute Myself Fifty Four
239 Acute Myself Fifty Five
240 Acute Myself Fifty Six
241 Acute Myself Fifty Seven
242 Acute Myself Fifty Eight
243 Acute Myself Fifty Nine
244 Uncertainty of Maurice's Predestination
245 (Acute) Maurice's Pre Conclusion 2
246 Maurice's Little Trick
247 Acute Myself Sixty
248 Acute Myself Sixty One
249 Acute Myself Sixty Two
250 Acute Myself Sixty Three
251 Pengumuman... haseyo!
252 Pengumuman: HOROR BARU!!!
Episodes

Updated 252 Episodes

1
Voice in the Twilight
2
First Day in Nusantara Senja
3
Second Day in Nusantara Senja
4
Third Moment in Nusantara Senja
5
Fourth Day for Maurice Anandratama Saputra Haryo
6
Past for Maurice Anandratama Saputra Haryo
7
Today for Jethro Dick Rise Rivanno
8
Question for Sailendra Fathillah Amorgan 1
9
Question for Sailendra Fathillah Amorgan 2
10
Guilt for Jethro and Maurice
11
Song for Soul and Anxiety 1
12
Song for Soul and Anxiety 2
13
Sense of Life for Sense of Lost 1
14
Sense of Life for Sense of Lost 2
15
Sense of Life for Sense of Lost 3
16
Sense of Life for Sense of Lost 4
17
Immoral Memory of Pathetic Person 1
18
Immoral Memory of Pathetic Person 2
19
Immoral Memory of Pathetic Person 3
20
Immoral Memory of Pathetic Person 4
21
Immoral Memory of Pathetic Person 5
22
Vessel for Milquetoast 1
23
Vessel for Milquetoast 2
24
Vessel for Desperate 1
25
Vessel for Desperate 2
26
Vessel for Desperate 3
27
Vessel for Desperate 4
28
What They Want (1-A)
29
What They Want (1-B)
30
What They Want (1-C)
31
What They Want (2-A)
32
What They Want (2-B)
33
What They Want (3-A)
34
Menemukan yang Kau Cari?
35
Pengumuman novel Scenery Out the Window of CORRUPTION
36
Maurice pada: Bumi Cen Xi
37
Luka Bumi
38
@A_A_A_
39
Artelier's Canyon of Madness
40
Luka Bumi Cen Xi's End
41
Alasan Bumi
42
The Answer?
43
Doa Bumi
44
C111A46G571
45
Way of Me
46
Ally on the Blanket
47
Their Spirit
48
Their Decision
49
Rotten Apple
50
Bumi's Violation
51
Chen Xi's Deviations
52
Dream Vs. Dreaming
53
Morisery Offer
54
Among Them
55
Undergoing Suffering
56
Important Promise
57
Real Stupper
58
Equals
59
Their Minds
60
Going into Her Room
61
Reason for a Treason
62
Marcy's Wish
63
Meeting of Two Streams of Springs
64
False Dream
65
Fallen into Heaven
66
Their First Meeting
67
Curse of Hope
68
Their Bond
69
Patency
70
Human Hope
71
We Need to Talk About the Machine
72
The Beginning of a Disability
73
Gorge
74
That Happened to Him
75
Their Destiny
76
The Return of Earth's Destiny
77
The Dancing Hell
78
Reality Shun the Sun.
79
Morisery and Malika: Mereka
80
Pengumuman novel Scenery Out the Window of DESTRUCTION
81
Red Thread Blood Bonds
82
Serving Fate
83
Coercion
84
Fate to God
85
No Way Out
86
Tachyon
87
Death of Starlight
88
Reality of the Dim Star
89
Comparison
90
Absentis Fragmina
91
Dance of the Destiny of the Sun
92
Destroy or Get Rid of
93
The Meeting of Two Reverse Current
94
Mad Love
95
Trust in Wind Dust
96
The Storm's Implicit Smiles
97
Black Star Sheen
98
Manifestations of the Black Hole Ruler
99
Reluctance of the Black Hole Ruler
100
Madness Element of Furies
101
Not a Bit Ironic Apathy
102
Irony for the Ruler of the Black Hole
103
Light Shines on the Edge of a Cliff
104
Chaos
105
Esperano a-te
106
End or Beginning?
107
Scenery of Destruction
108
Bumi's True Plan
109
His Breakcity
110
Beginning of End for Light
111
tres Horae
112
Star Wound Optimistic Suggestions
113
Destiny
114
"Earth's" Destruction
115
Let Me In
116
Digital Destruction
117
Hurricane of Life
118
Destruction Preparation
119
Digital Doomsday
120
Maurice's Conclusion 1
121
Scenery Out the Window of Avior
122
Visualitation of Hope
123
Wielder
124
His Identity
125
T Reason
126
Figure Behind the Name
127
Dynasty
128
Punishment
129
Arsa Offer
130
God's Right Hand Plan
131
Love Statement
132
Treachery
133
Relation entre les humains
134
Kaisar's Beliefs
135
Authentical Proof
136
Fil emmêlé
137
Holy Grail
138
Unreality
139
Fake Throne
140
Innovation for Destruction
141
Cross Sanguine
142
Writer Project
143
Secret Dimension
144
True Reaction
145
Duelity
146
Another Rate
147
Black Sample
148
Dualism Wielder
149
Tasa
150
Writer Uncompleted Reveal
151
Ozora
152
Dalang Dialang
153
Surmise
154
Defense
155
End of Battle
156
Avior
157
Welcher, Kaisar?
158
Ihr Schicksal
159
Ende von Mihal
160
Schatten
161
Naomi Schicht
162
그 얼굴의 소유자
163
Next Case
164
New Stage
165
Blast of Heart
166
Ghindara's Decision. Or Not?
167
Anastasia Love
168
Final Destination
169
Public Enemies
170
MIHAL
171
brOKen
172
Some Sick Bastard
173
Awaken
174
Macabre
175
Maurice's Pre-Conclusion 1
176
Maurice's Meeting Back
177
Which Part
178
Wicker Think
179
Maurice's Amisit Iterumque
180
Maurice's on Noir Grotesque: Noir
181
Maurice's on Noir Grotesque: Grotesque
182
Maurice's Today is
183
Scenery Out the Window of Acute Myself
184
Acute Myself Zero
185
Acute Myself One
186
Acute Myself Two
187
Acute Myself Three
188
Acute Myself Four
189
Acute Myself Five
190
Acute Myself Six
191
Acute Myself Seven
192
Acute Myself Eight
193
Acute Myself Nine
194
Acute Myself Ten
195
Acute Myself Eleven
196
Acute Myself Twelve
197
Acute Myself Thirteen
198
Acute Myself Fourteen
199
Acute Myself Fifteen
200
Acute Myself Sixteen
201
Acute Myself Seventeen
202
Acute Myself Eighteen
203
Acute Myself Nineteen
204
Acute Myself Twenty
205
Acute Myself Twenty One
206
Acute Myself Twenty Two
207
Acute Myself Twenty Three
208
Acute Myself Twenty Four
209
Acute Myself Twenty Five
210
Acute Myself Twenty Six
211
Acute Myself Twenty Seven
212
Acute Myself Twenty Eight
213
Acute Myself Twenty Nine
214
Acute Myself Thirty
215
Acute Myself Thirty One
216
Acute Myself Thirty Two
217
Acute Myself Thirty Three
218
Acute Myself Thirty Four
219
Acute Myself Thirty Five
220
Acute Myself Thirty Six
221
Acute Myself Thirty Seven
222
Acute Myself Thirty Eight
223
Acute Myself Thirty Nine
224
Acute Myself Fourty
225
Acute Myself Fourty One
226
Acute Myself Fourty Two
227
Acute Myself Fourty Three
228
Acute Myself Fourty Four
229
Acute Myself Fourty Five
230
Acute Myself Fourty Six
231
Acute Myself Fourty Seven
232
Acute Myself Fourty Eight
233
Acute Myself Fourty Nine
234
Acute Myself Fifty
235
Acute Myself Fifty One
236
Acute Myself Fifty Two
237
Acute Myself Fifty Three
238
Acute Myself Fifty Four
239
Acute Myself Fifty Five
240
Acute Myself Fifty Six
241
Acute Myself Fifty Seven
242
Acute Myself Fifty Eight
243
Acute Myself Fifty Nine
244
Uncertainty of Maurice's Predestination
245
(Acute) Maurice's Pre Conclusion 2
246
Maurice's Little Trick
247
Acute Myself Sixty
248
Acute Myself Sixty One
249
Acute Myself Sixty Two
250
Acute Myself Sixty Three
251
Pengumuman... haseyo!
252
Pengumuman: HOROR BARU!!!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!