(disclaimer)
Maurice merasa sangat bingung. Dalam bayangannya, bagaimana ia harus bersikap. Jika bertemu dengan Jethro. Ingin mengintip melalui celah gorden jendela pun rasanya berat. Pertama Millhewi. Lalu, Jethro. Seolah mimpi buruk yang tak pernah berakhir.
Kriiet, bunyi engsel pintu saat Maurice membukanya begitu berat. Apa yang terlihat saat itu? Lebih tepatnya Millhewi yang lehernya dicengkeram oleh Nismaya di dinding. Dipercepaf langkah kakinya. Ia melepaskan tangan besar itu dari leher Millhewi.
"Apa sih yang kalian lakukan?! Kalian semua ingin jadi kriminal?" tanya Maurice berteriak.
Lakstiara menjawab, "Dia yang mulai. Millhewi selalu datang paling pertama. Dan ia menaruh tumpukan sampah di meja kami."
Maurice melirik Millhewi. Ia menggeleng sambil memegangi lehernya yang merah. "Bisa jadi itu tindakan orang lain. Kalian tidak boleh langsung menuduh tanpa bukti."
Edi berjalan mendekati Maurice. Perasaannya sendiri tidak begitu enak. Dan benar saja. Saat sampai di depannya, Edi mengayunkan sebuah pukulan ke perut Maurice. Menjatuhkannya.
"Ohok!"
"Pukuli saja mereka berdua!" teriak anak-anak lain.
Maurice semakin menutupi tubuh Millhewi. Apa pun yang terjadi ia akan melindungi gadis yang dicintainya.
Maurice dan Millhewi di pagi hari harus menikmati tindakan itu tanpa bisa melakukan apa pun. Mungkin lebih tepatnya mereka memiliki alasan untuk diam. Saat ini.
Untuk Maurice: posisinya sebagai korban bully akan jauh lebih menguntungkan dalam penyelidikan. Toh tak ada pilihan lain juga. Entah apa yang ia pikirkan. Sementara untuk Millhewi: entahlah apa alasannya.
Dari regu para anak cowok: Edi dan Panji memimpin berbagai pukulan pada Maurice. Sementara untuk gadis itu. Di mana luka telah bertebaran di tubuhnya. Ia hanya berpikir, ini baru permulaan. Tunggu tanggal mainnya.
Dak! Dak! Dak! Suara penghapus papan tulis yang menghantam meja guru menghentikan gerakan mereka. "Hentikan semuanya!" teriaknya tegas mencoba berani. Bagaimanapun ia adalah pemimpin, pikirnya. Ia harus mulai memutuskan siapa yang memegang kendali.
"Ada apa denganmu, Jethro?" tanya Panji.
"Kita harus mulai hentikan semua tindakan ini. Ini adalah sarana pendidikan. Tidak seharusnya orang terpelajar melakukan perundungan!!!" jawab Jethro tegas.
Lina berteriak balik, "Apa yang telah mengubahmu dalam satu malam?" tanyanya.
"Karena aku sadar ini semua kesalahan," jawab Jethro.
Panji melanjutkan, "Hanya karena statusmu. Kau tak akan bisa berlari dari ketentuan tradisi. Peraturan yang mengikat kita semua semenjak menjadi bagian dari SMA Nusantara Senja. Bersikaplah sedikit bijaksana dan dewasa untuk pilihanmu, Ketua Kelas."
Jethro menundukkan pandangannya ke permukaan meja yang dilapisi oleh kaca. Dihembuskan nafasnya berat. Perasaannya kembali bimbang tak menentu. Ia menengok ke arah pintu kelas. Pintu. Saksi bisu yang telah menyaksikan seluruh perilaku penghuninya.
Ia meletakkan penghapus penuh debu itu dan berjalan keluar kelas tanpa mengatakan apa pun. Seisi kelas yang ditinggalkannya saling melihat bingung akan sikap ketuanya yang tidak biasa. Mereka membubarkan diri tanpa suara dan beranjak menduduki bangkunya masing-masing. Dalam pikiran mereka, belum pernah Jethro bersikap seperti ini.
🎭🎭🎭
Keadaan Jethro di toilet lantai 1. Dipandangi dirinya yang tertangkap bayangan cermin wastafel. Dalam hatinya yang terdalam, dipertanyakan siapa dirinya sebenarnya. Mengapa ia tak pernah memiliki tempat untuk dirinya sendiri? Mengapa hidupnya dikendalikan oleh orang lain? Mengapa ia tak pernah bisa melakukan hal yang sesungguhnya ia inginkan? Untuk siapa ia melakukan semua ini?
Jawabannya muncul perlahan. Millhewi. Gadis yang tak bisa membuatnya memalingkan wajah saat pertama bertemu. Diingatnya saat baru masuk sekolah. Rambut Millhewi lumayan panjang. Tapi, selalu diikat.
Beberapa bulan kemudian. Entah apa yang terjadi. Ia mulai berpikir untuk menanggalkan ikat rambut hitam-nya. Seisi sekolah memandang takjub setengah tidak percaya. Ditambah senyumannya. Ah, dia sungguh mempesona. Jepitan pita hitam lucu menghiasi rambutnya. Ia berjalan membelah atmosfer suram SMA Nuantara Senja dengan keindahan yang tak biasa.
Macam Nismaya, Indah, Lakstiara, Lina, Edi, Panji, dan yang lainnya jelas terperangah tak percaya. Millhewi yang dulunya anak culun buruk rupa. Dengan sedikit polesan berubah menjadi tuan putri cantik jelita yang mengalihkan dunia. Termasuk guru itu.
Karena perubahan itu. Sikap kelas A maupun kelas lainnya tak begitu saja menjadi baik. Mereka semakin membenci Millhewi. Ada yang berkata gadis sok gaya, sok cantik, dan yang mirip-mirip. Aku mendengarnya dengan dongkol. Tapi, apa yang bisa kulakukan? Saat itu aku masih sangat bingung memilih antara perasaan cinta dan teman. Mungkin karena itu bukan pilihan. Andai saja Millhewi bisa menjadi temanku. Ini semua tak harus terjadi. Aku pun mulai berusaha melupakannya. Meski ia tak pernah berusaha masuk dalam ingatanku.
Terjadilah peristiwa terkutuk itu. Aku hanya bisa menyesali diriku. Mengapa tak dapat melakukan apa pun untuk melindunginya. Bahkan hingga kini saat Millhewi mendapatkan sosok yang rela berkorban untuknya. Aku tetap tak rela. Aku tak rela ia bahagia karena lelaki selain aku!
Jethro mengangkat kepalanya dan melihat kedua matanya yang sembab. Oleh air mata kebingungan. Diraba wajahnya perlahan.
"Padahal ia jadi seperti ini karena aku... Aku memang tak terampuni. Kini ia hanya mengalami penderitaan. Dan aku tak bisa melakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Apakah pantas diriku disebut sebagai orang yang jatuh cinta?" Ia terdiam.
Praang! Tinju Jethro memecahkan cermin. Yang menurutnya menyebalkan. Mengapa ia harus menampilkan dosa yang berusaha ia tutupi?
"Jawab, Jethro!" teriaknya. Bayangan itu tak menjawab. Ia duduk di wastafel. "He he," tawanya pendek. Diangkat wajahnya dan melihat langit-langit.
"Hei, setan pembunuh. Jika kau mau kau dapat membunuhku. Aku tidak tahan jika begini terus."
Ia menengok ke belakang. Melihat dirinya yang rusak di pantulan cermin. Dilihat tangannya yang berdarah dan meringis kecil.
"Aku ingin kau membunuhku..."
Setan itu mendengarnya. Ia tahu siapa saja yang harus mati selanjutnya.
🎭🎭🎭
Jethro kembali. Ia berjalan lunglai hendak memasuki kelasnya sendiri. Sebelum membuka pintu dilongoknya gorden yang tertutup. Pasti ada hal buruk lagi yang sedang terjadi.
Dugaannya salah. Gorden itu hanya sengaja ditutup.
Ia berjalan ke mejanya yang hanya terdapat satu tas. Sebelum duduk ia melirik ke arah Millhewi. Mengamati keadaannya yang tidak baik-baik saja. Ia bertopang dagu. Kedua matanya tetap memandangi Millhewi. Membayangkannya dalam rambut panjang seperti dulu. Ia tersenyum tipis.
Edi dan Panji. Kedua temannya yang duduk di belakang Jethro membisikkan sesuatu. Mereka curiga telah terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
🎭🎭🎭
Sepulang sekolah Jethro merasa aneh pada sikap kedua temannya yang memisahkan diri darinya. Biasanya mereka selalu pulang bersama.
Sebenarnya mereka hanya ingin secepatnya meluruskan apa yang terjadi. Perubahan sikap Jethro dalam waktu singkat merupakan hal serius yang penyelesaiannya tak boleh ditunda. Sedetik pun kalau perlu.
Didepan kelas B. Seorang pemuda berdiri menyenderkan tubuhnya di dinding. Menatap kedua anak dari kelas sebelah itu aneh.
Edi membuka cepat, "Kau tahu segala hal tentang SMA Nusantara Senja, bukan? Apa kau tahu apa yang terjadi pada ketua kelas kami?" tanyanya.
Ia menyeringai. "Heii, kalian salah kaprah. Kalian bisa menanyakan apa pun tentang sekolah ini padaku. Tidak dengan orang-orangnya."
"Kau tidak tahu apa pun soal Jethro?" tanya Panji.
Edi menyenggol lengan Panji dan menghardik, "Bodoh. Itu berarti kau tahu sesuatu kan, Sailendra? Ayolah!"
"Ini mahal sekali. Aku minta 39 helai rambut perawan yang sedang menstruasi. Dan perjaka yang belum mengalami wet dream. Setuju?"
Kata mahal untuk Sailendra jarang tepat pada tempatnya.
"Akan kami berikan, deh," janji Edi dan Panji.
Sailendra memajukan tubuh dan mendekatkan bibirnya ke telinga mereka. Saat menjauh dan tersenyum jahil ia berkata, "Kutunggu dua hari lagi, yaa!" ucapnya. Riang.
Sailendra meninggalkan Edi dan Panji yang tak bisa bereaksi sedikit pun. Mereka tak tahu harus bingung, marah, merasa terkhianati atau yang lainnya.
Setan itu mengetahui segalanya
Hmm.
(Sumber gambar: Avogado6)
Jethro seperti berjalan menuju tiang gantungannya sendiri setiap hari.
Apa yang sebenarnya mengganggunya?
Terus ikuti ceritanya menuju sebuah pengungkapan!
Akan apa yang sebenarnya tampak di luar jendela...
Iblis... atau manusia?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Emmy Ndoen
sailendra mencurigakan...
2021-06-14
1
Bobby Von Belpois
nice novel
2021-02-09
2