(Sumber gambar: manga Kuroshitsuji)
Dua minggu setelah kejadian itu.
Kelebihan paling mencolok SMA Nusantara Senja. Karena memiliki gedung olah raga pribadi. Ditambah jumlah muridnya tidak begitu banyak. Kami tidak harus berpanas-panas ria untuk upacara. Dalam style seragam kami juga tidak menyediakan topi sekolah yang berguna untuk upacara. Diberi sih, topi abu-abu dengan lambang Tutwuri Handayani. Mau dipakai ya terserah. Tidak pun bukan masalah. Khusus untuk upacara sebaiknya topi itu ditinggal saja di loker. Sudah beberapa kali aku upacara. Tidak ada acara berpingsan-pingsan masal seperti di sekolahku dulu. Karena fentilasi udara yang baik juga membuat tempat ini sejuk. Semua tengah berubah.
Ada juga hal yang sama sejak upacara pertamaku. Tidak ada anak yang mau berdekatan dengan Millhewi. Alhasil barisan kelas ini pun selalu jadi yang terunik. Ia selalu berada pada baris paling depan sendirian. Sisi kanannya kosong. Belakangnya pun tidak ada yang mau mengisi. Membuat barisan kelas ini terlihat makin berantakan.
Berbeda dengan sekolah biasa sepanjang hidupku. Upacara SMA Nusantara Senja sangat sepi. Mungkin tenang. Sepertinya disebabkan oleh tradisi SMA Nusantara Senja yang dipegang erat oleh setiap anggota sekolah.
Upacara selesai. Semua murid dan para guru kembali ke gedung sekolah.
"Pak Eros tidak kelihatan, ya?" tanya Maurice pada Millhewi.
Namun, lagi-lagi ia tak menggubris. Meneruskan ritual memandang ke luar jendela. Padahal tak ada yang pernah berubah dari pemandangan di luar sana. Namun, ia tak pernah bosan.
"Pelajaran pertama olahraga, ya? Sayang juga kolam renangnya sudah ditutup. Padahal aku ingin coba berenang di sekolah."
"Airnya masih ada. Kamu bisa berenang kapan pun kamu inginkan," balasnya datar.
"Ahahaha, kamu serius sekali. Tapi, ini pertama kalinya aku olahraga di gedung olahraga. Minggu sebelumnya gurunya tidak masuk. Yang sebelumnya lagi teori," kata Maurice sambil menghitung jari.
🎭🎭🎭
Di gedung olah raga. Kelas 2-A sudah berbaris rapi dengan jarak rentangan tangan. Guru olahraga bernama Reyhan itu berteriak menenangkan semua anak berpakaian seragam jersey SMA Nusantara Senja yang berwarna putih-biru navy.
"Hari ini kita belajar basket," beritahu guru olahraga.
"Yeeey!!!!" sorak semua anak kecuali tahu, lah.
"Ketua kelas?" tanya Pak Reyhan.
Jethro mengangkat tangannya. "Saya di sini, Pak."
"Tolong kamu ambilkan bola basket di belakang gedung olahraga," pinta Pak Reyhan.
Wajahnya meragu. "Saya takut, Pak. Itu kan berdekatan dengan kolam renang," aku Jethro.
Semua anak langsung menyoraki. Jethro tersenyum kecut.
Maurice mengangkat tangan percaya diri. "Biar saya temani, Pak."
Di perjalanan Jethro mengucapkan terima kasih pada Maurice karena bersedia menemani. Masalahnya, ia sudah langganan disuruh mengambil alat olahraga sendirian ke belakang gedung olahraga. Yang langsung berhubungan dengan kolam renang misterius.
"Tidak masalah, kok. Aku juga ingin lihat kolam renang," kata Maurice.
"Itu," tunjuknya. "Cepat angkut bola-bola ini," pinta Jethro sambil mengangkut net yang membungkus selusin bola basket.
"Je, Je, Jethro...," teriak Maurice panik sambil menunjuk-nunjuk arah yang berlawanan dengan tubuh Jethro.
Maurice langsung terjatuh. Sementara Jethro tak bisa bereaksi melihatnya. Tubuh Pak Eros mengambang tak bernyawa di tengah kolam renang.
Kelas 2-A bersama Pak Reyhan yang mendengar teriakan Maurice lantas berhamburan keluar. Menuju sumber suara.
"Bantu saya menaikkannya!" perintah Pak Reyhan.
Penuh keterpaksaan Jethro mencemplungkan diri. Ke kolam renang yang airnya telah berwarna kehijauan butek itu.
Maurice yang dikerubungi anak kelas 2-A tak ragu menumpahkan air mata. Untuk pertama kali. Melihat mayat dengan kondisi setragis itu.
Tubuhnya pucat pasi dan mengambang di air. Dengan kancing baju terbuka yang menunjukkan tiga bekas luka tusukan brutal di perut dan dada. Satu lagi yang mengerikan. Mata kanannya tercongkel. Tak terlihat di mana pun.
Arena belakang gedung olah raga jarang didatangi. Bisa jadi mayat itu telah menginap. Apalagi Pak Eros tidak punya daftar tugas dalam empat hari terakhir. Membuat WKP (Waktu Kejadian Perkara) sulit dijelaskan.
Semua anak yang mengerubungi Maurice langsung menjauh saat Millhewi mendekat. Dirangkul tubuhnya dan mereka terlebih dulu kembali. Millhewi mendudukkan tubuh Maurice di lantai. Ia terlihat lebih ketakutan dari Maurice.
"Itu mengerikan. Matanya..." Ia memegang eyepatch-nya. "Kenapa mata kanannya tidak ada? Maurice..." Ia memeluk tubuhnya sendiri. "aku takut."
Maurice malah yang jadi lebih tenang. "Kamu tidak perlu khawatir. Pasti hanya kebetulan."
"Tidak perlu khawatir bagaimana?!" tanyanya agresif. "Mayat Pak Henry yang ditemukan di kolam renang tahun lalu juga tanpa bola mata kanannya. Ini pasti pembunuhan berantai. Mataku, mataku, setelah ini pembunuh itu pasti akan menghabisiku..."
Maurice memeluk tubuh Millhewi dan mengelus rambutnya lembut. Ini benar-benar di luar bayangan. Masalahnya ia tidak tahu harus kebingungan, ketakutan atau malah... senang?
"Aku akan melindungimu." Hanya itu yang bisa dikatakannya untuk menutupi perasaan yang sesungguhnya.
Saat Pak Reyhan bersama anak-anak lain masuk. Maurice segera menghampiri, "Pak, kita harus segera laporkan ke polisi!"
Guru itu menunduk lemas. Tradisi nomor satu SMA Nusantara Senja: kekuasaan absolut berada di tangan Kepala Sekolah.
Lakstiara menunjuk Millhewi dan berteriak, "Pelakunya pasti dia!"
Anak-anak lain membenarkan, "Bener, Pak. Bener, Pak. Pasti cewek setan itu pelakunya."
Millhewi menangis sambil menutupi telinganya. Mendengar ucapan yang bergema mengisi seluruh lapisan bangunan.
"Hentikan! Kalian tidak boleh menuduh orang lain tanpa bukti!" teriak Maurice emosi.
"Hei, anak baru. Lebih baik buka lagi buku penghubung dan hafalkan tradisi SMA Nusantara Senja," kata Edi si cowok sok pintar.
Tradisi macam apa, sih?
Singkat cerita sekolah bubar lebih awal. Untuk memberi ruang bagi para petinggi sekolah merundingkan yang akan mereka lakukan selanjutnya.
Sedikit menguping obrolan murid lain. Maurice mengetahui sesuatu. Pak Eros juga tidak memiliki istri. Sama seperti Pak Henry. Dan orangtuanya tinggal di tempat yang jauh.
Banyak guru juga begitu. Lebih banyak belum menikah. Mereka semua seolah memang dipersiapkan untuk ini. Tidak punya orang dekat. Mati. Lalu, menghilang begitu saja.
Semua yang terjadi di sekolah ini semakin menggali rasa penasaran Maurice. Apa yang sesungguhnya terjadi?
"Pasti setan itu yang sudah melakukannya. Setan itu yang melakukannya. Tapi, menumpahkan kesalahannya padaku. Karena kata mereka semua, aku..."
Maurice berjalan ke hadapan Millhewi. Dipegangnya kedua pundak gadis itu. Meskipun Millhewi termasuk ukuran yang cukup jangkung untuk perempuan. Maurice dengan tinggi badannya sendiri masih perlu sedikit membungkuk untuk menyamakan posisi.
"Kamu tidak perlu khawatir. Tak akan ada yang menyakitimu. Selama kamu berada di sisiku."
Mereka kembali berjalan. Selama itu Maurice mengajak Millhewi untuk mengunjungi rumahnya. Gadis itu menggulum bibir malu. Mengiyakan.
🎭🎭🎭
Beberapa saat kemudian di depan bangunan rumah Maurice yang didesain tanpa pagar.
"Rumah ini artistik. Tapi, sebenarnya kecil," kata Maurice.
Berbanding terbalik dengan rumah gadis itu. Besar tapi seperti rumah hantu.
🎭🎭🎭
Di kamar Maurice.
"Aku tahu sebenarnya ada banyak hal yang ingin kamu katakan. Tapi, sesuatu begitu menahanmu untuk mengatakannya," kata Maurice sambil tiduran pada Millhewi yang duduk di kursi dekat jendela. Memandang ke luar.
"Hidup terlalu rumit untuk dirumuskan. Setelah ini bagusnya siapa lagi yang mati? Hal yang kerap kali kutemukan di novel misteri. Mungkin mereka berhubungan dengan dosa yang sama," kata Millhewi serius, "Kamu juga. Mengapa tertarik pindah ke sekolah yang paling dihindari? Semua pasti merupakan pola yang diciptakan pelaku. Memanfaatkan kekuasaan absolut Kepala Sekolah. Juga diriku," kata Millhewi tanpa mengalihkan pandangan dari pemandangan di luar jendela.
Ia mengincar sesuatu yang berjalan. "Maksud kekuasaan absolut Kepala Sekolah itu sebenarnya apa? Kamu tidak mencurigai sesuatu?" tanya Maurice.
Millhewi menaruh tangan di dagu. Berkata pelan, "Untuk saat ini, Bu Ressel sebagai Kepala Sekolah. Juga pemimpin keluarga yang memiliki SMA Nusantara Senja. Tapi, sekolah memiliki penyokong dana khusus."
"Maksudmu Kepala Sekolah adalah raja?" tanya Maurice.
"Tepat. Tapi, aku tidak bisa mengatakan lebih banyak. Kalau ingin mendapat informasi lebih banyak... tanyakan pada Jethro. Dia putra pemilik yayasan. Jika kamu serius mencari tahu darinya. Baiknya kamu menjauh dariku," beritahu Millhewi.
"Sebelum itu kita harus mengetahui hasil rapat para guru. Kita harus mencari tahu latar belakang Pak Eros dan orang-orang yang berhubungan dengannya. Dan memiliki motif untuk kematiannya,"kata Maurice.
"Atau malah seperti ini. Pelaku membuat seolah kematian Pak Henry dan Pak Eros berhubungan. Dengan pola pembunuhan yang sama. Ia mencoba membuat orang berpikir bahwa ini adalah pembunuhan dengan pelaku yang sama. Padahal tidak," pikir Millhewi.
"Masuk akal. Jika membentuk pola. Seharusnya kita bisa memperkirakan korban selanjutnya. Tapi, aku kan tidak tahu siapa itu Pak Herman." Maurice mengangkat kedua pundaknya.
"Ia ditemukan mati beberapa tahun sebelum kematian Pak Henry. Sama-sama mengambang di kolam renang belakang gedung olahraga. Pak Herman adalah putra Bu Ressel," beritahu Millhewi.
"Aku akan membuat daftar hal yang harus kita lakukan," putus Maurice.
"Daripada memikirkannya. Aku lebih tertarik melindungi diri apabila aku yang diincar. Lagipula mereka tak pernah begitu baik padaku," kata Millhewi.
Tidak pernah begitu baik padaku? Mereka? "Jika maksudmu mereka bertiga. Kapan kau berhubungan dengan Pak Herman?" tanya Maurice.
Pasti ada yang Millhewi sembunyikan. Pasti yang terjadi padanya bukan hanya yang sudah kulihat. Selama ini perlakuan sebagian besar anak kelas 2 tidak begitu ramah padanya. Kelas 3 juga. Meski hanya beberapa. Pandangan para guru yang terasa aneh. Semuanya.
Melihat Millhewi yang sudah tidak berminat melanjutkan obrolan. Maurice mengalihkannya dengan permainan ular tangga.
Saat jam menunjukkan pukul 14.00 Millhewi pulang. Tertinggallah Maurice bersama seluruh pertanyaan. Andai saja ia mengetahui lebih banyak. Sebelum meninggalkan Maurice Millhewi berkata, "Setan itu benar-benar nyata, Maurice. Jangan buat posisimu terancam."
"Jangan buat posisiku terancam katanya."
Jika ada hal yang harus aku lakukan untuk yang pertama hanyalah: menyelidiki apa yang terjadi padanya. Senyum palsu. Blazer yang tidak pernah terbuka. Pak Tua penyapu misterius. Sikap para guru. Dan hubungannya dengan kematian tiga guru.
(Sumber gambar: @Avogado6)
Korban pertama sejak kepindahan Maurice telah jatuh.
Apakah Maurice akan mampu menahan jatuhnya papan domino di atas papan catur?
Atau malah ia akan turut jatuh?
Apakah kekuatan tekadnya mampu membuatnya terus bertahan?
Ikuti terus ceritanya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
shanbiez.z
alurnya agak mirip kaya anime another
2020-12-23
4
Orang Kaya
semangttt
2020-10-08
0
Priyo
thor,,gambarin foto wajah karakternya dong
2019-11-04
4