Maurice Anandratama Saputra Haryo.
(Disclaimer)
Untuk kematian Pak Eros. Bu Ressel merubah pikiran untuk tak melibatkan polisi. Mungkin khawatir para murid merasa terancam. Penyelidikan dilakukan.
Menurut hasil autopsi: tubuh Pak Eros menjadi mayat sekitar dua hari. Perkiraan dia dibunuh pada malam Sabtu. Dengan satu tusukan di punggung dan tiga tusukan di perut dan dada. Matanya dicongkel setelah tusukan pertama. Saat ia masih sadar. Indikasi lain mengatakan sebelum tusukan di jantung. Pak Eros dibuat tidak bisa bernafas. Karena di sekitar kolam renang tidak ditemukan reaksi luminol. Bisa jadi hanya kepalanya yang ditenggelamkan. Ia pun tewas. Tusukan di jantung hanya untuk pengecoh. Itulah kesimpulan sementara yang didapat Maurice.
🎭🎭🎭
Esoknya mereka tetap masuk. Tapi, kelas diliburkan. Beberapa orang anak famous di kelas 2-A bercanda dengan mengatakan, "Sering saja ada yang meninggal."
Maurice di bangkunya melanjutkan analisa. Millhewi tetap dengan ritualnya.
"Yang harus dipertanyakan adalah mengapa Pak Eros bisa berada di sekolah pada malam hari?"
"Terompet pemanggil manusia," kata Millhewi tanpa menoleh.
Maurice terbengong-bengong. "Apa alibimu pada malam Sabtu?" tanya Maurice.
"Aku tidak pernah membunuh atau melakukan kesalahan," ucapnya datar. Ditelungkupkan kepalanya di kusen jendela. "Aku bersih," katanya lagi. Menegaskan.
🎭🎭🎭
Bel sekolah berdering tiga kali pertanda berakhirnya KBM. Jika pada kelas lain murid-muridnya akan langsung berhamburan keluar kelas. Berbeda dengan kelas 2-A. Saat guru keluar seorang anak menutup pintu. Tak ada yang dikhawatirkan Maurice saat itu. Tapi, tidak saat Panji menarik kerahnya dan mendorongnya keluar ruangan. Millhewi tertinggal.
DOK DOK DOK!!! "Apa yang ingin kalian lakukan? Buka! Buka! Buka!"
Teriakannya hingga menarik perhatian anak-anak kelas lain. Karena lantai 2 diperuntukan hanya untuk kelas 2. Status ke-anak baruan Maurice membuatnya terlihat aneh.
Sementara keadaan di dalam kelas. Millhewi duduk tenang di kursinya. Menopangkan dagu. Memandang ke luar jendela.
"Siapa lagi yang akan kau bunuh?!" tanya Panji–pemuda pendek gempal berkulit gelap dengan nada meledek.
"Kalian semua menyedihkan." Ia meraih tas gendong berwarna hitamnya dan berdiri.
"Lihatlah dia! Mau duduk atau berdiri tetap saja mengerikan," cibir Indah.
Ia melepaskan blazer. Menujukkan bekas-bekas luka di tubuhnya guna memberitahu. Kelas 2-A lah pelaku dari semua itu. "Jika ada orang yang harus mati. Akulah orangnya," katanya dengan mata melotot.
Tanpa suara mereka semua beranjak membubarkan diri. Meski tanpa suara. Pandangan mereka sudah mengatakan banyak hal. Bahwa entah Nismaya, Indah, Lakstiara, Lina, Edi, Panji, dan semuanya. Sangat membenci Millhewi.
SMA Nusantara Senja tidak memiliki sistem moving class setiap perubahan tahun ajaran. Sederhananya sekali masuk kelas A kau akan terus mendekam di kelas A hingga lulus.
Kelas 2-A muak dengan sistem yang menyebabkan mereka harus terus bersama dengan orang yang mereka benci. Tapi, apalah boleh dibuat. Tradisi SMA Nusantara Senja menegaskan semuanya. Meski begitu mereka senang karena setiap hari punya hiburan.
Millhewi itu aneh. Itu hal pertama yang menumbuhkan ketidaksukaan mereka. Aneh, udik, kampungan, selalu menarik diri. Gadis itu tak bisa membaur dan terlihat angkuh. Mereka semua tidak suka sekali padanya.
Apa pun alasan seseorang atau sekelompok orang membenci sesuatu. Memang tidak selalu bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Di perjalanan menuju gerbang. Maurice di sisi Millhewi. Millhewi tanpa mengatakan apa pun berjalan sambil melihat lantai. "Mati," ucapnya pelan. Mendengar itu menghentikan Maurice. Millhewi tetap melangkah menjauh. "Seharusnya mereka yang mati," katanya lagi.
Ucapannya seolah menyatu dengan udara. Mengantarkan permintaan pada Sang Setan. Maurice menenggak ludah. Berjalan pelan mengikuti Millhewi. Berbagai pikiran menghantui.
Setan itu mengetahui siapa saja yang harus mati selanjutnya.
🎭🎭🎭
Esoknya ditengah-tengah jam ketiga SMA Nusantara Senja. Dikejutkan oleh teriakan nyaring seorang guru di lantai 2 lorong 5. Bukan tanpa sebab. Di hadapannya terdapat mayat seorang siswa kelas 1. Sekujur tubuhnya terdapat luka sayatan pisau. Darah berceceran di lantai.
Maurice langsung mendatangi TKP begitu mendengar teriakan bersama guru dan para murid. Memandang tak percaya akan pemandangan di hadapannya. Sementara Millhewi bergelayut di dada Maurice ketakutan. Yang aneh, para guru berpandangan lain. Mereka tetap tenang. Bagaimana mungkin mereka semua bisa bersikap seperti itu. Sementara ada pembunuh di sekolah ini?
Bukan hanya itu. Hanya murid kelas 2-A yang mendatangi TKP. Karena saat teriakan kelas tanpa guru. Kelas lain tetap berjalan seperti biasa seolah tak terjadi apa pun. Bahkan kelas anak yang ditemukan tewas juga seolah menganggap anak itu tak pernah ada. Saat bersamaan pihak BP menelepon ke orang tua murid bahwa anak itu tidak masuk.
Dengan begitu kematiannya tak akan menimbulkan perkara bagi sekolah. Kematiannya seolah dirancang memang untuk memudahkan pelaku. Si pembunuh keji yang haus darah orang tak bersalah.
🎭🎭🎭
Kelas 2-A. Maurice di bangkunya uring-uringan.
"Ada orang mati dan sekolah malah menutupinya? Ada apa sih dengan tempat ini?" gusarnya.
"Sepertinya Kepala Sekolah tidak ingin muridnya khawatir. Jika hanya satu orang yang mati tidak masalah. Tidak perlu dirisaukan," kata Millhewi.
"Kenapa kamu bicara seolah kematian itu adalah hal yang biasa?" tanya Maurice.
"Logika saja. Sekolah ini sudah jelek. Mereka bilang anak-anak yang sekolah di sini anak buangan. Apa jadinya jika ada pembunuhan dua kali berturut-turut?" tanya Millhewi.
"Millhewi. Ada pembunuh di luar sana," kata Maurice. Menunjuk ke arah lorong.
Anak-anak lain di kelas itu berkumpul di tengah ruangan sambil sesekali melirik ke arah Millhewi. Maurice tebak, pasti mereka mengucapkan hal yang sama dengan saat ditemukannya mayat Pak Eros. Ini semua tidak bisa dibiarkan. Maurice harus memulai langkah lebih nyata. Jika tak ada yang bisa diandalkan untuk menguak misteri ini.
🎭🎭🎭
Esok malamnya di SMA Nusantara Senja.
SMA Nusantara Senja adalah sekolah dengan sejarah panjang. Semua cerita dicatat rapi dan disimpan di ruangan arsip. Maurice mengetahui itu semua dari Sailendra. Anak kelas B yang bagai database. Informan sempurna yang tidak berminat pada kasus ini. Hanya mengharapkan seporsi mie ayam untuk setiap informasi yang dijualnya. Ia tahu segala hal tentang SMA Nusantara Senja.
🎭🎭🎭
Di lorong sekolah depan kelas A saat istirahat siang.
"Lalu, mengapa anak-anak sekolah ini menuduh Millhewi yang membunuhnya?" tanya Maurice.
"Ini informasi berbahaya. Harganya mahal," jawab Sailendra.
Maurice bersikeras, "Akan aku bayar berapa pun!"
"Aku tidak minta uang. Aku menginginkan sebutir saja bola matamu yang masih hidup. Mahal, 'kan?" katanya sambil menaikkan sebelah alisnya dan bertampang meledek.
🎭🎭🎭
Akhirnya Maurice memutuskan mencaritahu sendiri. Dengan datang ke sekolah saat tengah malam.
Hanya sebuah lampu jalan yang tidak begitu terang menjadi sumber cahaya. Ditatapnya gedung sekolah dari luar pagar yang tergembok. Pagar itu terlalu tinggi dan besar untuk Maurice panjat. Ia berpikir dengan keras. Bagaimana cara masuk.
Sampai ia hampir mati membeku karena melihat kelebat hitam yang mendekat. Kedua tangannya berkeringat mencengkeram pagar besi karatan. Ia tak bisa bergerak. Menyesali larangan mamanya untuk keluar malam. Seharusnya ia menurut. Keringat dingin mengucur dengan lancar. Mendengar bunyi daun yang terinjak berjalan mendekat.
"Mau apa?" tanya sosok itu.
Maurice menangis melihat penyebab ketakutannya yang mulai nampak saat mendekat. "P-Pak Tua Penyapu?"
Raut dingin ditambah keriput yang tampak dari wajah Pak Tua Penyapu misterius aneh. Tak membuatnya mengurangi rasa takut. Yang membuatnya bersuara hanya karena Pak Tua itu manusia. Sejujurnya ia dan hantu juga beda tipis. Lelaki itu melihat Maurice seolah pengganggu.
"Ada buku yang tertinggal. Saya ingin mengambilnya," jawab Maurice.
Tanpa berkata lagi lelaki itu mengeluarkan kunci dari kantong celana tuanya dan membuka gerbang untuk Maurice. "Cepat," peringatnya. Saat Pak Tua membuka kunci gedung ia melihat Maurice penuh rasa curiga. "Hati-hati. Aku tidak mau kerepotan mengurusi mayat orang yang dibunuh setan lagi," pesannya.
"Setan kan tidak bisa membunuh. Bapak tenang saja, hehe," tawanya canggung.
Dengan senter yang dibawanya. Maurice berjalan mengikuti denah yang diberikan Sailendra. Bukannya tidak takut. Takut pada hantu sedikit. Lebih banyak takut pada setan pembunuh.
Ia percaya kebaikan akan terus bersamanya. Melindunginya. Dan tujuannya berada di tempat yang siang saja sudah mengerikan. Karena ia tak ingin ada lebih banyak orang yang kehilangan nyawa. Mungkin?
Benar-benar gelap. Ia khawatir kalau cahaya senternya menangkap wujud lain. Sekolah ini besar dan tidak teratur. Setiap tangganya terpisah jauh. Ia berusaha tetap tenang. Berjalan dengan irama padu.
Cklek. Ia membuka kunci suatu ruangan di lantai 3 yang tampak gelap.
🎭🎭🎭
"Kalau malam ruang arsip pasti dikunci, bukan?" tanya Maurice.
"Saat jam pelajaran terakhir pergilah ke luar kelas. Saat itu waktu paling aman untuk menyusup ke ruangan kunci," beritahu Sailendra.
...
Dengan takut diraba-raba dinding dekat pintu mencari saklar lampu. Klik! Kini ruangan itu terang benderang. Maurice menyenderkan punggungnya pada dinding dan beranjak jatuh. "HOOOH..... leganya."
Hatinya kembali tertekan saat melihat jejeran rak tanpa nama atau petunjuk apa pun. Bagaimana ia akan mencari data yang diperlukannya?
Akhirnya dengan telaten dan sabar diperiksa satu demi satu folder yang dilihatnya.
Jam menunjukkan pukul delapan saat ia datang. Kini telah pukul sembilan. Ia belum menemukan apa pun. Jarum bergerak menuju angka sepuluh. Saat jarum panjang bergerak melewati angka sebelas. Barulah Maurice menemukan sebuah kasus atas nama Pak Henry. Tepat sebelum kematiannya.
Perlahan ditelusuri baik-baik tulisan itu...Brak! Dijatuhkan tubuhnya sendiri. Sekali lagi dilihatnya tulisan di folder. Tanpa disadari air matanya meleleh. Tanpa isak membasahi kertas itu. Berulang kali hatinya berkata, tidak mungkin. Mustahil. Ada nama Millhewi di sana. Selanjutnya... diperkosa...?
Ini pasti lelucon, pikirnya. Di hati sudah tak ada ruang untuk ketakutan. Bruk! Ia menabrak sesuatu. Seharusnya tak ada barang apa pun. Siapakah yang ditabraknya? Apakah hantu? Apakah setan pembunuh? Ia tak peduli.
Sosok yang tak diketahui Maurice itu memegang tangannya. "Miillhewi?" Sikapnya makin kikuk saat berusaha menghapus air matanya. "Apa yang kamu lakukan malam-malam begini?" tanya Maurice.
"Mengambil buku yang tertinggal. Kenapa kamu menangis?" tanyanya khawatir melihat wajah sembab Maurice.
Ia berusaha tertawa, "A-ha-ha, karena gelap aku terjatuh."
Gadis itu menggandeng tangan Maurice lembut. "Jika sudah selesai ayo keluar bersama," ajaknya sambil tersenyum. Hangat.
Jangan Millhewi. Jangan tunjukkan lagi senyumanmu. Aku tahu itu hanya kebohongan. Jika kau sedih menangislah.
"Kenapa kalian keluar berdua?" tanya Pak Tua setelah di luar.
"Tadi bertemu. Sudah, ya, Pak Ridwan," teriak Millhewi dari luar pintu gerbang.
Lelaki itu tahu. Tak satu pun dari mereka yang meminta izin masuk dengan alasan sama itu. Yang mengambil bukunya.
Maurice melambaikan tangannya lesu melihat gadis itu terus menjauh. Masuk ke dalam kegelapan. Bagaikan siang yang tertelan malam.
Millhewi Melody Requiem. Nama yang bagus.
Tradisi nomor 38 SMA Nusantara Senja yang meniadakan nama kedua, ketiga maupun selanjutnya. Maurice membelalakkan mata. Kalau begitu dia tahu dari mana?
(Sumber gambar: Avogado6)
Misterinya bertambah.
Muncul tokoh baru yang membantu Maurice dengan informasinya.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Millhewi?
Ikuti terus ceritanya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Bunga
keren sumpah
2021-06-19
0
nina niawati
semangat
2020-11-14
0