Status Ayah Di Akta Anakku
“Saya terima nikahnya Farasya Nur Apriyanti binti Bapak Toni Hermansyah dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”
“Bagaimana saksi, Sah?”
“Sah.”
“Sah.”
“Alhamdulillah.”
Setetes air mata jatuh membasahi pipi Asha, yang tidak lain adalah mempelai wanita. Entah dia harus bahagia atau sedih. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam hatinya. Apalagi saat mendengar rasa syukur yang diucapkan keluarga, semakin menambah perih di hatinya.
Seorang ustaz membaca doa yang ditujukan pada pasangan pengantin, yang baru saja sah menjadi pasangan suami istri. Senyum terukir dari semua keluarga dan juga para tamu yang hadir, tidak terkecuali keluarga pasangan pengantin. Semua orang begitu bahagia, sampai resepsi pun digelar dengan begitu mewahnya di sebuah gedung yang begitu besar. Semuanya menggunakan jasa wedding organizer yang terkenal di kota itu.
Kedua orang tua pasangan pengantin saling berpelukan, mereka terlihat begitu bahagia. Ini adalah keinginannya dari dulu, membuat kedua keluarga menjadi satu. Mereka sudah berjanji satu sama lain akan memperlakukan anak mereka seperti anak sendiri.
Para tamu satu persatu mengucapkan selamat pada kedua pengantin dan juga kedua orang tuanya. Banyaknya tamu membuat Asha dan Aji merasa kelelahan. Namun, keduanya masih tetap harus menjamu tamu yang masih ada. Apalagi kerabat jauh yang sudah lama tidak bertemu.
“Apa kamu lelah? Kalau kamu lelah, biar aku antar ke kamar saja lebih dulu. Nanti aku sendiri yang akan menyambut para tamu,” ucap Aji yang hari ini sudah sah menjadi suami Asha.
“Tidak usah, Mas. Aku tidak apa-apa, aku masih kuat. Lagi pula acaranya juga sebentar lagi akan selesai,” sahut Asha dengan tersenyum meskipun tubuhnya benar-benar sangat lelah. Entah kapan pesta ini akan berakhir.
“Tapi kamu sepertinya sangat kelelahan sekali. Sebaiknya kita istirahat di kamar yang sudah disediakan saja.”
“Sungguh, aku tidak apa-apa. Wajar juga, dari pagi kita sudah banyak sekali acara yang dilangsungkan. Ini hanya tinggal sedikit lagi, aku juga nggak enak sama papa dan mama kita kalau pergi begitu saja.”
“Ya sudah, kalau begitu. Jika setengah jam lagi tamu juga belum pulang semua, kita kembali saja ke kamar. Aku juga sudah capek,” ucap Aji yang diangguki oleh Asha.
Wanita itu memang sudah sangat lelah, tapi mau bagaimana lagi. Dia juga tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya yang sudah menyiapkan acara sebesar ini. Aji kembali menyambut para tamu yang datang, sesekali pria itu menatap wajah sang istri sambil tersenyum. Dia merasa bahagia akhirnya bisa menikah dengan wanita yang begitu lembut seperti Asha.
Kebanyakan tamu berasal dari kalangan pengusaha, teman Asha hanya beberapa saja. Wanita itu memang sengaja tidak mengundang banyak orang agar tidak terlalu berlebihan. Apalagi sejak dirinya putus dengan kekasihnya, dia semakin menutup diri.
Aji beruntung bisa menikah dengan wanita itu yang memang pilihan orang tua. Dia yakin jika Asha adalah wanita baik dan sholihah. Hingga setengah jam kemudian Mama Tia meminta Aji membawa istrinya ke kamar, karena wanita itu bisa melihat wajah sang menantu yang tampak sangat pucat. Pasti karena kelelahan. Aji yang melihat itu pun juga merasa kasihan pada sang istri. Akhirnya dia membawa wanita itu ke dalam kamar yang sudah disiapkan.
“Mas, apa tidak apa-apa kalau kita meninggalkan pesta?” tanya Asha yang merasa tidak enak saat melihat ke sekeliling masih ada beberapa tamu.
“Tidak apa-apa, lagian juga tinggal sedikit, ada papa dan mama yang pasti akan menghadapinya. Jangan terlalu dipikirkan, ayo kita masuk ke kamar.”
Asha pun mengangguk mengikuti langkah sang suami. Aji menggenggam telapak tangan sang istri menuju kamar yang sebelumnya sudah ditunjukkan oleh pegawai di sana. Pria itu juga sudah membawa kunci kamar. Sepanjang perjalanan telapak tangan Asha selalu ada dalam genggaman Aji.
Dalam hati wanita itu merasa takut jika genggaman itu akan terlepas nantinya. Tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Aji adalah pria yang baik, sementara dirinya hanya manusia yang penuh dosa. Dia menggelengkan kepala, tidak sanggup untuk melanjutkan apa yang sedang ada di kepala.
“Akhirnya kita sampai juga, ini kamarnya,” ucap Aji yang kemudian menatap sang istri. Dia mengerutkan keningnya saat mendapati mata Asha yang terlihat seperti ingin menangis. “Kamu kenapa? Kamu menangis?”
“Tidak apa-apa, Mas. Aku hanya merasa terharu,” jawab Asha menangis. Dia tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya.
“Ya sudah, ayo kita masuk!” Aji pun membuka pintu dan membawa masuk sang istri.
Keduanya begitu takjub melihat dekorasi yang serba merah. Lampu temaram serta lilin-lilin yang ada di lantai, membuat suasana semakin romantis. Aji merasa bahagia melihatnya ternyata tidak ada yang muncul berbeda dengan sang suami, Asha hanya diam mematung dengan ekspresi ketakutan. Kepalanya juga tiba-tiba terasa pusing, padahal tadi dia baik-baik saja. Wanita itu berpikir mungkin karena kurang makan jadinya sekarang terasa pusing.
“Asha, kenapa kamu diam saja?” tegur Aji. Dia merasa aneh saat melihat wajah sang istri yang terlihat pucat.
“Ti–tidak apa-apa, Mas. Aku hanya terkejut.”
“Tapi kenapa kamu dari tadi memegangi kepalamu?”
“Ini hanya ... hanya ... sedikit pusing, Mas.” Asha tertawa canggung ke arah sang suami.
Pusing yang dirasakan oleh wanita itu semakin menjadi, membuat tubuhnya tidak stabil. Sebisa mungkin dia terlihat baik-baik saja, tetapi tetap saja wajahnya terlihat pucat. Aji yang melihat itu pun segera mendekati sang istri dan memegangnya. Pria itu juga berpikir jika istrinya kelelahan.
“Kamu tidak apa-apa? Sepertinya kamu benar-benar sakit, kamu duduk saja biar aku panggilkan dokter.”
“Jangan, Mas!” pekik Asha membuat Aji menatapnya heran. “Maksudku tidak usah, Mas. Nanti juga akan baik-baik saja.”
“Sudah seperti ini kamu masih saja bilang tidak apa-apa, kamu sampai pusing begitu. Aku khawatir kalau kamu sakit, apalagi jika sampai terlambat ditangani dokter, pasti aku akan merasa sangat bersalah. Bagaimanapun juga kamu adalah istriku dan tanggung jawabku. Kamu harus mulai terbiasa dengan kehadiranku,” ujar Aji panjang lebar, membuat Asha semakin bersalah. Mata wanita itu juga berkaca-kaca.
“Kenapa kamu baik sekali padaku?”
“Karena kamu adalah istriku dan tanggung jawabku.”
Wanita itu tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Rasa pusing yang dirasakan semakin menjadi, hingga akhirnya tubuhnya jatuh dan tidak sadarkan diri. Aji begitu panik mendapati istrinya tergeletak begitu saja. Dia segera mengangkat ke atas ranjang. Pria itu mencoba mencari ponselnya agar bisa menghubungi dokter.
Aji meminta Dokter Ihsan datang ke kamar pengantinnya, yang berada satu gedung dengan tempat diadakannya resepsi tadi. Awalnya dokter itu menolak, dia merasa segan datang ke kamar pengantin di malam pertama. Akan tetapi, setelah Aji memaksa dan mengatakan keadaan istrinya akhirnya Dokter Ihsan mau datang juga.
Sebelum menutup panggilan, Aji memperingatkan Dokter Ihsan untuk tidak mengatakan apa pun pada keluarganya. Dia tidak ingin kedua orang tua serta mertuanya khawatir. Pria itu yakin jika Asha hanya kelelahan, besok atau lusa saja Aji memberi kabar.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 264 Episodes
Comments
momnaz
Menarik....
2023-04-27
0
Hasrie Bakrie
Assalamualaikum mampir ya yakin deh ceritanya bagus banget
2023-03-10
0