Dering telepon terdengar saat Aji tengah berada di dalam kamar. Asha melirik ponsel yang ada di atas meja, jelas nama Naura dan juga foto profilnya yang sangat cantik terpampang di layar benda pintar tersebut.
“Ada apa dia menghubungi?” gumam Asha. Baru saja dia akan mengangkat panggilan itu, Aji keluar dari kamar membuatnya urung dengan niatnya tadi. Asha kembali berpura-pura menyibukkan diri dengan ponselnya.
“Iya? Ada apa?” tanya Aji, Asha berusaha untuk membuka telinganya lebar-lebar. Suaminya itu pergi ke dekat jendela dan membuka sedikit tirai yang tertutup.
“Besok? Oke, baiklah. Aku akan menyusulmu ke rumah,” ucap laki-laki itu, panggilan tersebut kemudian terputus. Terdengar tawa kecil Aji saat laki-laki itu pergi ke kamarnya.
Pikiran Asha tidak tenang lagi sehingga dia menyimpan ponselnya di atas meja dengan perasaan kesal. Entah apa yang akan mereka lakukan besok, tetapi wanita itu tidak suka sama sekali.
Aji tahu jika Asha tidak suka akan kehadiran Naura, tetapi rasanya sangat menyenangkan sekali saat melihat wanita itu yang marah seperti tadi.
“Biar kamu tau rasanya dipermainkan, Asha!” gumam Aji.
Semenjak hari itu Naura sering bertemu dengan Aji, Asha tau akan hal itu, tetapi dia hanya diam saja karena sang suami sering kali pulang malam dan saat dirinya akan bertanya, pria itu langsung masuk ke dalam kamarnya.
Seperti malam ini, Aji baru saja mengantarkan Naura pulang setelah sedari sore tadi mereka bertemu. Gadis itu merasa senang karena Aji selalu meluangkan waktu untuknya. Dia juga pernah mengabaikan telepon dari istrinya.
“Apa dia juga suka padaku?” gumam Naura sambil menatap Aji yang diam-diam dia foto tadi. Naura tersenyum dan mengusap wajah Aji seakan tengah membelai laki-laki itu.
“Iya, aku yakin kalau aku lebih baik dari Asha, tidak mungkin 'kan kalau dia cinta Asha dia mengabaikan panggilannya?” gumam Naura dengan sangat yakin. Ya, mengingat perlakuan Aji pada Asha sewaktu di rumahnya, membuat Naura yakin jika Aji tidak suka dengan wanita itu.
***
“Kamu mau menikah dengan Aji? Apa kamu sudah gila, Naura?” tanya sang ibu menatap putrinya dengan tidak mengerti. Suasana di meja makan itu tampak terasa tidak nyaman lagi saat Naura berbicara akan keinginan hatinya yang dia ungkapkan kepada kedua orang tuanya.
“Tentu aja nggak. Mama pikir aku bisa terima begitu saja Aji menikah dengan wanita lain? Kenapa kalian nggak kasih tau aku kalau Aji menikah dengan orang lain, Ma?” tanya Naura dengan marah dan kesal kepada kedua orang tuanya. Hal yang seperti ini dia tidak ketahui sama sekali.
“Ra, jangan gila kamu! Aji sudah beristri. Apa jadinya kalau kamu jadi istri keduanya? Apa kata orang nanti?” tanya sang ibu kepada putrinya. Naura tidak menerima penolakan dari ibunya.
“Terserah apa kata orang, Ma. Aku ingin menikah sama Aji. Aku nggak peduli mau jadi istri kedua atau ketiga, yang terpenting Aji harus jadi suamiku!” seru Naura. “Mama sudah tahu kan, aku sedari dulu suka dengan Aji, aku nggak bisa kalau kehilangan dia lagi. Pokoknya aku nggak mau tahu, Mama dan Papa harus ke rumahnya untuk melamar Aji!” ujar gadis itu tidak mau tahu.
Naura tidak lagi ingin mendebat, dia memutuskan untuk pergi dari meja makan menuju ke kamarnya. Bagaimanapun juga dia harus bisa membuat kedua orang tuanya untuk datang ke rumah haji dan meminta anak laki-laki mereka untuknya.
“Ra. Naura!” panggil sang papa, tapi Naura sama sekali tidak menggubris panggilan tersebut. Pun dengan ibunya yang diabaikan.
“Astaga, Ada apa dengan anak kita?” gumam sang Ibu menatap Naura yang kini telah berada di lantai atas dan terdengar dia membanting pintu kamarnya dengan keras.
“Kamu terlalu memanjakan dia.”
“Hai kenapa kamu salahkan aku? Bukannya kamu sendiri yang selalu memberikan apa yang dia mau?” ujar sang istri tidak mau disalahkan. “Mama akan bicara sama naura.”
Wanita itu bangkit dan meninggalkan suaminya di sana.
Di dalam kamar (Mama Naura) berbicara dengan putrinya itu. Sang Putri memang sedari dulu menyukai Aji, tapi dia tidak menyangka jika rasa suka itu telah berubah menjadi cinta.
“Naura Apa kamu tahu apa yang kamu katakan tadi?” tanya mamanya. Naura tengah tertelungkup sambil memainkan hp-nya.
“Kan, aku suka sama dia, Aku cinta sama dia.”
“Tapi dia itu sudah punya istri. Kamu tahu kan resikonya kalau kamu menikah dengan laki-laki yang sudah punya istri? Kamu akan mereka sebut sebagai pelakor sayang!” sang Ibu memberikan peringatan. Sungguh dia tidak mau jika masyarakat menyematkan sebutan itu kepada putrinya.
“Aku nggak peduli soal itu. Yang terpenting aku memilikinya sebagai suami. Apa salahnya kalau kalian tinggal datang ke sana dan meminta aji untuk menikahiku?” ujar Naura tidak mau tahu. Sang Ibu merasa bingung dengan permintaan aura.
“Tidak bisa!” tiba-tiba saja suara papanya terdengar dari ambang pintu yang terbuka lebar. Naura dan ibunya seketika menoleh ke arah sana. “Papa sudah jodohkan kamu dengan orang lain dan papa yakin dia lebih baik dari Aji. Dia anak pengusaha besar melebihi keluarga Aji Dan Kamu mau tidak mau harus menikah dengan dia!” teriak sang ayah dari tempatnya.
“Nggak! Aku nggak mau. Aku nggak mau menikah selain dengan Aji!” jerit suara Naura menggema di dalam kamar tersebut.
“Naura Jangan membantah! Kamu tidak bisa seenaknya mau minta sesuatu seperti itu kepada kami. Itu hal yang tidak mungkin.”
“Kenapa tidak mungkin papa? Aku sudah bilang aku tidak peduli—”
“Kamu boleh tidak peduli tapi papa peduli! Seperti yang kamu bilang, pokoknya Papa tidak mau tahu kamu harus menikah dengan pria pilihan papa!” bentak laki-laki itu membuat Naura terdiam dan tidak percaya menatap sang ayah yang bisa melakukan hal seperti itu kepadanya. Juga dengan sang istri yang tidak menyangka hal tersebut bisa dilakukan oleh suaminya.
“Papa—” baru saja sang istri akan berbicara suaminya mengangkat tangan yang menandakan jika dia harus berhenti.
“Keluar! Dia harus merenungkan perkataan kita. Kalau dia masih mau menikah dengan laki-laki yang beristri, lebih baik keluar dari rumah ini sekarang juga!” ucap laki-laki itu dengan tegas. Sang istri membulatkan matanya mendengar hal yang tak masuk akal yang diucapkan oleh suaminya.
“Mama keluar!”
Baru saja wanita itu akan menyanggah, mulutnya kembali tergatup saat melihat gerakan tangan pria itu yang menunjuk ke arah pintu. Jika sudah seperti itu dia tidak bisa berbicara lagi.
Kedua orang itu pergi meninggalkan Naura yang kini menangis dalam kamarnya.
“Papa tega kalau mau ngasir anak kita dari sini,” ucap sang istri.
“Dia harus bisa berpikir dengan benar. Jangan hanya mengedepankan keegoisan semata. Kita juga harus memikirkan perasaan dari istri Aji dan juga kedua orang tuanya. Memangnya kamu mau kalau orang lain menggunjing kita di belakang dan berbicara yang macam-macam tentang anak kita?” tanya sama suami padanya. Wanita itu hanya terdiam setuju dengan ucapan sang suami. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi hanya mengikuti langkah pria itu untuk turun ke lantai bawah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 264 Episodes
Comments
Hasrie Bakrie
Dasar Naura ke gatelan, masa pengen lamar laki orang. 🤦
2023-04-20
0