Aji masih duduk di tepi ranjang, menunggu dokter yang belum juga datang. Dia masih berusaha agar membuat sang istri bangun. Namun, belum ada tanda-tanda wanita itu akan sadar. Aji jadi takut jika istrinya akan sakit atau mungkin sebenarnya sudah sakit, tetapi sang mertua tidak memberitahunya.
Ingin sekali pria itu menghubungi mertuanya, tetapi takut jika akan menambah beban pikiran. Apalagi saat ini orang tuanya juga bersama mereka jadi, dia memutuskan untuk menunggu dokter saja. Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Asha. Tidak berapa lama, dokter yang ditunggu pun akhirnya datang, membuat Aji merasa lega sekaligus kesal.
Aji sempat protes karena Dokter Ihsan terlalu lama, tetapi tidak dihiraukan dokter itu sama sekali. Aji memang orang yang sopan dan lembut. Namun, dia paling tidak suka dengan keterlambatan. Apalagi keadaan istrinya yang belum juga sadar, sementara dirinya tidak tahu apa-apa tentang wanita itu.
Dokter Ihsan segera membuka peralatan yang dibawa dan memeriksa keadaan Asha. Dokter tersebut merasa aneh dengan keadaan Asha karena semuanya terlihat normal. Kelelahan memang wajar di saat acara seperti ini, kemudian dia tersenyum saat tahu sesuatu. Dia pikir jika Aji pria baik, nyatanya sama saja dengan orang lain, tetapi Dokter Ihsan memakluminya karena dia juga laki-laki.
“Bagaimana keadaan istriku, Dok? Kenapa Anda tersenyum?” tanya Aji yang merasa aneh, padahal dirinya sedang khawatir, tetapi dokter itu malah tersenyum sendiri. Bahkan terlihat seperti sedang mengejeknya.
Dokter Ihsan yang melihat kekhawatiran Aji pun jadi kembali tersenyum. Dia yakin jika pria itu sangat menyayangi istrinya. Pria itu sangat mengenal Aji dan ingin yang terbaik untuknya.
“Dok, ditanya malah senyum-senyum sendiri. Apa yang terjadi pada istriku?” tegur Aji yang belum mendapat jawaban tentang keadaan istrinya.
“Saya tidak bisa memastikan yang sebenarnya, tapi saya mencurigai sesuatu. Cobalah kamu bahwa dia ke dokter kandungan, mudah-mudahan kamu mendapat jawaban di sana.”
Aji mengerutkan keningnya dan bertanya, “Dokter kandungan? Kenapa saya harus membawa istri saya ke dokter kandungan? Kenapa tidak ke dokter umum saja?”
“Itu dia maksud saya, Aji. Saya curiga saat ini istrimu sedang hamil, makanya saya menyarankan kamu untuk pergi ke sana.”
Bagai disambar petir, tubuh Aji membeku, dia begitu terkejut, tidak tahu harus melakukan apa. Ini adalah malam pengantin mereka, tetapi dirinya justru mendengar berita yang sangat luar biasa mengejutkannya. Keduanya bahkan belum melakukan apa-apa. Selama ini juga pria itu berusaha menjaga diri agar tidak melakukan kesalahan, tetapi kenyataannya justru membuatnya geram.
“Aji, kamu mendengarkan aku, kan?” Dokter Ihsan melambaikan tangannya di depan wajah Aji karena pria itu hanya diam dengan pandangan yang kosong.
“Iya, Dok. Saya mendengarnya,” jawab Aji dengan nada datar, pandangannya beralih menatap ke arah sang istri. Rasa kecewa dalam hatinya berubah menjadi rasa benci.
“Baiklah, lebih baik kamu bicarakan berdua dengan istrimu. Saya juga mengerti, sudah biasa memang bagi pasangan suami istri yang baru menikah, tapi sudah hamil jadi, jangan malu untuk mengakuinya. Juga jangan melakukan kesalahan yang akan kamu sesali seumur hidup,” ucap Dokter Ihsan dengan menepuk pundak Aji.
“Dokter tenang saja, saya tahu apa yang harus saya lakukan.”
“Baiklah, saya pergi dulu.” Dokter Ihsan pun segera membereskan perlengkapannya.
“Terima kasih, Dok. Nanti saya akan transfer ke rekening Anda. Seperti yang saya katakan tadi, tolong rahasiakan ini dari siapa pun, termasuk kedua orang tua kami.”
“Tenang saja, aku akan menjaga rahasia ini.”
Aji mengangguk, dokter tersebut pun keluar dari kamar meninggalkan pasangan pengantin baru. Sementara itu, Aji sendiri kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu pikirannya. Mereka menikah karena perjodohan, pertemuan mereka juga sangat jarang sekali karena Aji memang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Mereka juga hanya pergi beberapa kali.
Jangankan berbuat hal yang tidak senonoh, bahkan untuk berpegangan saja tidak pernah. Baru hari ini setelah mereka sah menjadi suami istri, Aji berani mendekatinya. Akan tetapi, sekarang justru dia mendapatkan kabar begitu mengejutkan soal istrinya yang tengah hamil. Sungguh berita yang sangat menyakiti hati pria itu serta harga dirinya sebagai seorang laki-laki dan juga suami.
Tiba-tiba saja Aji merasa jijik berada di dekat Asha. Dia mengira istri yang lemah lembut serta sopan santun itu wanita baik-baik, ternyata sama saja dengan wanita di luaran sana. Bahkan lebih terhormat mereka daripada Asha. Mereka jelas-jelas menjual diri demi mempertahankan hidup.
Keluarga Asha dari keluarga terpandang dan kaya, tidak mungkin wanita itu merasa kekurangan uang. Pasti dia melakukannya dengan pacarnya. Sungguh hal yang tidak pernah Aji bayangkan jika dirinya mendapatkan perlakuan seperti ini.
“Kalau Asha memang sudah memiliki kekasih, kenapa dia menerima pernikahan ini? Kenapa tidak menolak dan menikah dengan kekasihnya. Apa kekasihnya itu tidak mau bertanggung jawab, hingga membuat Asha akhirnya terdiam dan menerimanya begitu saja? Tapi kenapa harus melibatkanku? Angan-anganku untuk memiliki seorang istri yang sholehah harus hancur begitu saja karena kehadiran Asha,” gumam Aji dengan mengepalkan tangannya.
Pria itu masih diam di tempat dengan menatap tajam ke arah Asha yang belum sadarkan diri. Kini dirinya sudah dipenuhi dengan kebencian. Wanita itu sudah menghancurkan masa depannya, sampai kapan pun dia tidak akan memaafkannya begitu saja. Aji menerima perjodohan ini demi baktinya pada kedua orang tuanya, tetapi yang didapat justru wanita yang tidak tahu diri.
Kini yang ada dalam pikiran pria itu adalah bagaimana dirinya nanti akan mengatakan pada kedua orang tuanya. Pasti mereka akan merasa sedih dan terluka. Mengenai kedua orang tua Asha, entah keduanya tahu atau tidak mengenai kehamilan ini. Jika mereka tahu, berarti ini adalah konspirasi mereka. Kalau mereka tidak tahu, sungguh pintar sekali Asha menyembunyikan keburukannya dan ini menandakan bahwa wanita itu memang tidak layak untuk jadi istrinya.
Hingga tidak berapa lama, Asha pun sadar. Dia melihat ke sekeliling, barulah dia sadar jika baru saja melangsungkan pernikahan. Dirinya dan sang suami saat ini berada di dalam kamar pengantin, yang didekorasi sedemikian rupa. Saat wanita itu melihat ke arah sang suami, ada perasaan aneh karena pria itu seperti sedang menahan amarah. Padahal pandangan Aji tadi penuh cinta dan kasih sayang, berbanding terbalik dengan keadaan yang dilihat kini.
“Mas, kenapa kamu melihatku seperti itu? Apa ada sesuatu yang aneh dalam diriku?” tanya Asha pelan, mencoba untuk berbicara tenang agar tidak memancing amarah sang suami. Dilihat dari ekspresinya saja Aji terlihat begitu mengerikan.
“Kenapa kamu melakukan ini padaku?” tanya Aji dengan nada dingin.
Asha terkejut dengan nada bicara sang suami. Dia pun memberanikan diri bertanya, “Me–melakukan ini? Melakukan apa, Mas? Aku sama sekali nggak ngerti apa maksudmu.”
“Kamu mau pura-pura bodoh atau kamu memang benar-benar bodoh! Kamu pasti tahu apa yang aku maksud. Tadi kamu pingsan, sudah ingat?” berang Aji yang semakin membuat Asha ketakutan.
Asha menundukkan kepala, dia baru sadar jika tadi dirinya tidak sadarkan diri. Tadinya Asha berpikir jika dia tadi tertidur di atas ranjang, sekarang wanita itu mengingat tadi saat masuk ke kamar kepalanya terasa sangat pusing dan saat bangun sudah di atas ranjang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 264 Episodes
Comments