Asha tidak bisa tidur, berkali-kali melirik Aji yang ada di kursi sofa, sangat tenang sekali tanpa bergerak lagi. Senyumnya mengembang tipis, setidaknya suaminya bisa tidur nyenyak malam ini dan dia juga tidak perlu canggung dengan laki-laki itu.
‘Apa Mas Aji sedang memberikan perhatian kepadaku?’ batin Asha, kedua tangannya dia kepit di bawah pipinya, tatapannya tidak dia alihkan dari punggung laki-laki itu yang lebar dan tampak hangat. Jika hal di masa lalu tidak pernah terjadi, mungkin saja dia akan sering memeluk Aji dari belakang dan merasakan kehangatannya.
‘Mas, kenapa kamu nggak bilang aja kalau lagi perhatian sama aku? Kan aku nggak akan bertanya-tanya kayak gini,’ batinnya lagi. Semua hal yang terjadi, perlakuan baik dan juga buruk yang diberikan oleh suaminya itu menjadikan Asha merasa tidak nyaman, apa lagi hari ini saat mereka bertemu dengan Naura.
‘Apa aku bisa mengambil hatimu, Mas?’
Asha menutup matanya saat Aji bergerak memutar tubuhnya sehingga mereka kini saling berhadapan. Terkejut karena tiba-tiba saja Aji bergerak. Dia membuka matanya sedikit dan menghela napas lega saat Aji kembali diam.
Ah, jika saja lampu bisa menyorot wajah Aji, pastilah Asha akan sangat senang sekali bisa menatap wajah laki-laki itu.
Tanpa Asha tahu, Aji menatapnya dari pembaringannya. Sedari tadi dia hanya berpura-pura menutup mata agar mereka tidak merasa canggung berada di dalam satu tempat yang sama seperti ini. Dia juga tahu sekali Asha menurunkan volume suhunya, dia juga tahu saat Asha memakaikan selimut padanya.
Andai sang ibu tidak memintanya untuk menginap, tentu saja sekarang ini dia akan bisa tidur dengan nyenyak di dalam kamarnya.
Detik jam terdengar dengan sangat jelas sekali. Beberapa kali Asha menguap, tapi matanya belum mengantuk sama sekali. Bayangan demi bayangan tercipta di dalam kepalanya.
“Astaga! Bangun dan pergilah, jangan menggangguku!” ujar wanita itu sambil memukul kepalanya sendiri. Senyumnya mengandung malu, lancang sekali memikirkan hal yang tidak mungkin dilakukan oleh mereka saat ini. Jangankan untuk berbuat lebih, hanya menatap satu sama lain saja tidak pernah.
Asha menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tipis yang ada di sana dan bergerak-gerak di dalamnya.
Aji menahan tawanya, geli melihat tingkah laku sang istri yang entah tengah memikirkan apa. Dia juga tidak bisa tidur karena khawatir dengan Asha. Bagaimana jika wanita itu pergi ke luar dan bertemu dengan orang tuanya? Ya, meskipun tidak mungkin, tapi entahlah. Rasanya hanya khawatir saja.
Selimut itu tersingkap, memperlihatkan wajah Asha yang menyembul dari balik selimut. Aji refleks menutup matanya, padahal seharusnya dia tidak perlu khawatir karena dia terlindungi oleh kegelapan sehingga Asha tidak tahu sama sekali jika dia belum tidur.
Sementara itu di luar kamar, Naura baru saja naik ke lantai atas saat jam baru saja melewati tengah malam. Dia menatap tajam pintu berwarna coklat di mana kamar Aji berada, seakan dengan tatapannya itu berharap bisa menembus benda padat tersebut dan bisa melihat apa yang terjadi di dalam sana.
Tadi, saat Aji pergi dengan diikuti oleh Asha, dia tak bisa mengabaikan dua orang itu sehingga mengikutinya dengan pandangan saat mereka berdua masuk ke dalam kamar.
Sebenarnya dia sangat ingin sekali banyak berbicara dengan Aji, tapi Tia menahannya dan mengajaknya banyak berbicara sehingga mau tak mau dia harus menemani Tia.
‘Aji bisakah aku berharap kamu akan melihatku sebagai orang lain dan bukan sahabat kamu?’ batin wanita itu sambil mengepalkan tangannya.
Kepulangannya ke tanah air memang untuk bertemu dengan Aji dan ingin lebih dekat lagi, jika pun laki-laki itu tidak juga menganggapnya maka dia yang akan mengatakan cinta pada Aji. Tidak dia sangka jika dia sudah terlambat. Tidak ada kabar sama sekali kepadanya yang mengatakan jika Aji akan menikah dengan wanita lain. Perasaannya sia-sia setelah selama beberapa tahun ini dia pendam sendirian.
‘Tidak. Aku belum terlambat, kan? Masih banyak waktu yang akan bisa kita lakukan setelah ini.’
Senyum Naura mengembang. Dia yakin jika di dalam hati Aji, dirinya menempati bagian yang spesial dari pada wanita itu. Dia sangat yakin sekali dari tatapan Aji yang tidak ada untuk istrinya, juga dengan sikap Aji yang cukup dingin kepada Asha, jika masih bisa membuat celah untuk dirinya masuk ke dalam kehidupan Aji.
Naura pergi ke kamar yang dikhususkan oleh tuan rumah, tepat berada di samping kamar Aji seperti biasanya.
“Aji, aku yakin besok atau lusa, aku akan ada di samping kamu dan menggantikan dia,” ujar Naura sambil tertawa kecut. Ditatapnya gambar Aji saat terakhir mereka bertemu. Menyesal? Pasti, karena dia tidak menyangka jika keraguannya waktu itu malah membuatnya kehilangan Aji.
Hingga pagi menjelang Naura tidak bisa memejamkan matanya karena membayangkan apa yang dilakukan oleh sahabatnya itu bersama dengan istrinya.
Aji masih menatap istrinya dengan diam, wanita itu kini masih saja menatapnya, posisinya tidak berubah sedari tadi, masih tidur dengan posisi miring menghadap ke arahnya. Andai lampu di kamar ini menyala, pastinya mereka tidak akan saling menatap seperti itu satu sama lain.
Tubuh Aji pegal, ingin rasanya berbalik, tapi dia merasa takut jika itu akan membuat Asha tahu jika dirinya tidak tidur. Maka dari itu, dia hanya bisa menahan kakinya yang sudah pegal sebisa mungkin. Hingga akhirnya sampai jam tiga pagi Asha tertidur dan Aji bisa menggerakkan tubuhnya dengan leluasa.
“Akhirnya dia tidur juga,” gumam Aji dengan sangat pelan sekali.
Aji duduk dan bersandar di kursi, kepalanya dia rebahkan sehingga menengadah menatap langit-langit kamar. Kakinya yang panjang di selonjorkan memanjang, mengusir rasa pegal dan banyak semut yang tak nampak, membiarkan aliran darahnya mengalir dengan lancar ke bawah sana.
Ditatapnya sang istri dari tempatnya duduk, wajah itu sangat tenang sekali saat diterpa oleh cahaya lampu yang menyorot dari atasnya. Aji jarang melihat wajah Asha yang berbeda seperti itu, tampak berbeda dan membuatnya aneh.
‘Apa yang aku lihat?’ gumamnya sambil mengusap wajahnya kasar. Aji memutuskan untuk kembali merebahkan dirinya di sofa dan melipat kedua tangan di depan dada. Langit-langit kamarnya gelap, suasana di dalam sana juga sepi, hanya terdengar suara helaan napas halus Asha dan detik jam yang terdengar di indra pendengarannya.
Tanpa Aji sadari di saat tidurnya bibirnya sedikit melengkung dan dia mendapatkan mimpi yang sangat indah.
Aji dan Asha tidur dengan mimpinya masing-masing. Meskipun di dalam kepala mereka memikirkan hal yang berbeda, tapi senyum di bibir mereka memperlihatkan sesuatu hal yang menyenangkan di dalam mimpinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 264 Episodes
Comments
Hasrie Bakrie
Lanjut
2023-04-20
0
Hafifah Hafifah
mau jadi pelakor mbak
2023-04-17
2