“Siapa ayah dari bayi itu?” tanya Aji, seketika membuat Asha terkejut.
“A–apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti,” tanya Asha balik dengan tergagap.
“Kamu tidak usah berlagak tidak tahu. Pasti kamu sudah mengerti maksudku. Jawab saja pertanyaanku, siapa ayahnya.” Aji masih mencoba mengontrol emosinya. Bagaimanapun juga dirinya bukanlah orang yang tempramen. Namun, tetap saja pandangannya tajam ke arah Asha yang duduk di atas ranjang.
Wajah wanita itu begitu pucat, tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu juga. Dia meremas kedua telapak tangannya, guna mengurangi rasa takut yang ada dalam dirinya. Bukan ini yang ingin Asha dengar di malam pertamanya. Sudah beberapa kali wanita itu mencoba untuk melupakannya, tetapi hari ini Aji justru mengingatkannya.
Ini memang bukan kesalahan suaminya, mau bagaimanapun juga kandungannya pasti suatu hari nanti akan terlihat. Sebenarnya Asha juga tidak tahu jika dirinya sedang hamil, hanya saja dia mencurigai sesuatu dari tubuhnya karena merasa berbeda. Namun, wanita itu tidak berani untuk memeriksanya. Asha takut mendengar apa hasilnya.
Kini wanita itu justru mendengar dari orang lain. Dia juga tidak mengalami mual atau mengidam seperti orang hamil pada umumnya. Hanya saja kepalanya kadang pusing. Namun, itu tidak terlalu parah, setelah minum teh hangat pasti kembali baik.
“Kenapa hanya diam saja, jawab pertanyaanku. Siapa ayah dari bayi itu? Kenapa kamu tidak minta pertanggungjawaban darinya? Kenapa justru kamu malah memilih menikah denganku?”
Lagi-lagi Asha hanya diam, tidak tahu harus mengatakan apa karena dia juga bingung. Dilema yang dirasakan wanita itu begitu besar. Aji yang melihat keterdiaman Asha menjadi bertambah geram. Pria itu hanya ingin mendengar satu nama dari mulut istrinya, tetapi sepertinya Asha enggan untuk mengatakan.
“Katakan saja satu nama, setelah itu kamu bisa bebas. Kamu juga bisa menikah dengannya, aku tidak akan menghalagimu.”
Asha menggelengkan kepala, matanya sudah mulai berkaca-kaca. Dia tidak pernah berpikir akan berpisah dengan suaminya. Baginya pernikahan hanya sekali seumur hidup dan hanya dengan Aji masa depannya. Wanita itu tidak menginginkan orang lain lagi bersamanya. Meskipun saat ini dalam perutnya ada anak orang lain, tetapi bagi Asha, ayahnya hanyalah Aji.
“Kenapa menggeleng? Aku hanya ingin tahu siapa ayah dari bayi yang ada di perutmu. Siapa dia?”
“Maaf, maafkan aku.”
Lagi-lagi kata itu yang keluar dari bibir Asha, Aji sampai muak mendengarnya. Wanita lugu yang ada di depannya, yang dia kira wanita baik-baik, nyatanya sama saja seperti di luaran sana. Pandai sekali Asha berakting, bahkan kedua orang tuanya pun percaya padanya. Mengenai sang mertua, entah tahu atau tidak.
“Sebegitu besarkah cintamu pada pria itu, hingga kamu tidak mau mengatakan padaku? Apa kamu takut aku akan berbuat sesuatu padanya? Kamu tenang saja, aku tidak akan melakukan sesuatu padanya. Aku hanya akan meminta pertanggungjawaban darinya untukmu, itu saja. Seharusnya kamu berterima kasih padaku, akan aku pastikan dia akan bertanggung jawab kepadamu.”
“Aku minta maaf, tapi aku tidak bisa mengatakannya,” jawab Asha dengan suara seraknya.
Wanita itu mencoba agar tidak menangis, tetapi sebagai manusia biasa dia sudah tidak bisa menahan diri dan akhirnya air mata itu mengalir begitu saja, seiring rasa sakit yang Asha rasakan. Apalagi kini bayangan itu kembali muncul, semakin menambah luka dalam hati yang sudah coba dia obati. Selama ini wanita itu berusaha sendiri, hingga detik ini pun masih sama. Bukan karena tidak ada yang peduli padanya, tetapi Asha yang tidak ingin merepotkan orang lain.
“Kenapa kamu tidak mau mengatakannya? Apa dia tidak mau bertanggung jawab padamu? Tapi kenapa kamu masih saja melindunginya? Kamu itu bodoh atau apa? Katakan saja namanya, aku akan pastikan kalau dia bertanggung jawab padamu.”
Asha masih menutup mulutnya rapat-rapat, tanpa ada satu kata pun yang keluar. Sungguh kesabaran Aji sudah diambang batas.
“Asha!” bentak Aji yang seketika membuat Asha berjingkat.
Selama hidupnya, baru kali ini dia mendapat bentakan. Yang lebih menyedihkan itu dilakukan oleh sang suami di malam pertamanya. Malam yang tidak akan pernah terjadi diantara mereka. Kedua orang tuanya begitu menyayanginya, itulah kenapa dia tidak pernah dibentak. Bahkan untuk bicara keras saja tidak pernah.
Aji menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk mengendalikan diri. “Sekarang aku tanyakan sekali lagi padamu. Aku harap kamu mengatakannya dengan jujur, jangan sampai kamu membuat kesabaranku habis.”
Asha masih diam dengan menundukkan kepala, dia tidak berniat untuk menjawab apa yang suaminya tanyakan. Wanita itu tahu jika saat ini Aji benar-benar sudah dibatas ambang kesabarannya. Namun, mau apa pun yang akan dilakukan pria itu padanya, dirinya sudah pasrah. Asha tahu kalau suatu hari dia akan mendapatkan perlakuan seperti ini.
Entah karena kehadiran bayi yang ada dalam kandungannya atau karena dirinya sudah tidak perawan lagi. Wanita itu sudah siap becak rencana pernikahan itu dibuat. Saat itu dia hanya percaya jika Aji pria baik dan pasti bisa menerima kehadiran bayi ini, tetapi kini dirinya tahu jika kepercayaannya ternyata salah.
“Katakan siapa ayah dari bayi itu?”
Hening beberapa detik hingga akhirnya Asha menjawab dengan menundukkan kepalanya. “Maafkan aku.”
Lagi-lagi kata itu yang terucap. Aji mengepalkan tangan sekuat-kuatnya. Emosinya benar-benar sudah di ujung tanduk, hingga dia melampiaskan amarah dengan memukul cermin meja rias yang ada di sana, hingga kaca tersebut pecah berhamburan. Asha terkejut dan menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.
Tubuh wanita itu gemetar begitu hebat. Dia yang terbiasa hidup mewah dan diberi kecukupan tidak pernah sekalipun mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Kini harus mengalami hal seperti ini.
Punggung tangan Aji terlihat mengeluarkan darah hingga menetes di lantai. Ada pecahan kaca juga yang menempel di sana. Asha ingin membantunya, tetapi rasa takutnya begitu besar dan membuatnya hanya berdiam diri saja.
“Ternyata cintamu padanya memang benar-benar besar, hingga kamu sangat berusaha untuk menutupinya. Tidak masalah bagiku, terserah padamu apa yang kamu lakukan. Aku juga tidak akan memaksa, tapi jangan salahkan aku jika aku juga melakukan sesuatu.”
Aji segera meninggalkan kamar pengantin tersebut. Entah dia mau pergi ke mana, seharusnya malam pengantin ini menjadi malam yang bersejarah baginya. Namun, sekarang semuanya hancur tidak berbentuk.
Sementara itu, Asha yang berada di kamar pengantin hanya bisa menangis dengan menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia sungguh merasa bersalah akibat kebodohannya dulu, kini masa depannya hancur begitu saja. Satu-satunya harapan kini adalah Aji mau memaafkannya dan melanjutkan pernikahan ini. Wanita itu tidak akan sanggup jika pernikahan ini hancur begitu saja.
Asha tidak bisa membayangkan bagaimana amarah yang akan diterima olehnya nanti. Dia sangat tahu bagaimana karakter papanya yang tidak akan mengingat daratan jika sudah marah. Membayangkannya saja sudah membuat ngeri, entah bagaimana nanti saat itu terjadi.
“Ya Allah, hanya padamu hamba memohon. Hamba memang terlalu banyak berbuat salah, tapi tidak bisakah engkau memberikan kebahagiaan padaku. Aku juga ingin bahagia dengan suami dan anakku, terlepas dari janin ini siapa ayahnya, tetapi sekarang suamiku adalah Mas Aji dan aku menginginkan bersamanya selamanya.” Doa Asha dengan air mata yang semakin deras, dia menyesali semua yang terjadi dalam hidupnya.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 264 Episodes
Comments
ZILIX
astaga gue baru baca udah emosi jiwa..
kesel banget sama ni cewek
2023-08-29
0
Intan Reni Agustina
koq aku gregetan bgt sama alsha 🤣
2023-07-31
0
Diana Dwiari
kog asha egois ya.....kasihan aji harus menanggung....misal saja dia diperkosa mungkin aji masih bisa nerima....tapi klo suka sama suka, ya sebaiknya biarkan ayah sang bayi yg bertanggung jawab....ato jgn2 krna ayah sang bayi yg bejat, makanya asha ga mau menikah dg pria itu, tapi kn kasihan si aji krna dibohongi....
2023-03-24
0