Lelah pria itu rasakan, pekerjaannya sangat menumpuk sehingga hampir setiap hari dia pulang saat langit sudah berubah gelap. Lift terbuka, Aji berjalan menuju unitnya sambil melonggarkan dasi yang terasa mencekik.
“Mas, sudah pulang!” seru Asha yang datang menyambutnya. “Aku sudah siapkan teh hangat di meja makan. Ada juga pisang goreng di sana, semoga kamu suka,” ucap wanita itu mengikuti langkah kaki suaminya. Asha kemudian berhenti saat Aji menghentikan langkah kakinya.
“Kamu tidak perlu melakukan itu.”
“Tidak apa-apa. Tugasku kan mengurus kamu. Aku bosan di rumah dan aku—“
Aji melanjutkan langkahnya saat Asha menyelesaikan ucapannya. Dia peduli apa yang dipikirkan istrinya saat ini.
“Hah!” desah Asha lelah. Akan tetapi, dia tidak akan menyerah. Baginya untuk sekarang ini menjadi istri yang baik adalah tugasnya, tak mungkin dirinya akan mengabaikan Aji sementara laki-laki itu sudah sangat baik kepadanya. Ya, baik dalam artian tidak mengusirnya dari sini.
“Mas! Kamu sudah makan malam? Cepat keluar. Aku akan panaskan sayur!” Isi pesan yang Asha kirimkan ke ponsel sang suami. Aji segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah selesai, pria itu turun dan duduk di meja makan. Aji menatap beberapa sayur yang ada di atas meja makan, dia melihat piring Asha yang masih bersih.
“Kamu mau makan apa?” tanya Asha. Aji tidak menjawab, dia akan mengambil nasi. Akan tetapi, Asha telah lebih dulu mengambil nasi dan menyimpannya di atas piring Aji.
“Kamu mau sayur ini? Aku sudah masak, tapi maaf kalau masakanku kurang enak buat kamu, Mas,” ucap Asha, beberapa lauk pauk dia simpan di atas piring Aji. Mereka kemudian menikmati makan malam mereka dengan tenang.
Aji kembali ke dalam kamar, sementara itu Asha membereskan bekas makan mereka. Tak lupa Asha juga membersihkan ruangan dapur sebelum dia tidur nanti. Dari dapur Asha melihat Aji pergi ke ruang kerjanya, dia berinisiatif untuk membuatkan Aji kopi. Untung saja ruang kerja suaminya ada di lantai satu jadi dia masih bisa ke sana.
Pintu diketuk, Aji tak menyahut karena telinganya tengah mendengarkan musik dengan menggunakan headset. Lama Asha menunggu, tapi tak terdengar suara sang suami yang mempersilakannya masuk. Akhirnya wanita itu memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut. Barulah saat Asha sampai di depan meja dan menyimpan kopi Aji mengalihkan tatapannya dari layar laptop.
“Siapa yang suruh kamu masuk?” tanya Aji ketus setelah membuka headset-nya.
Asha menundukkan kepalanya mendengar nada suara suaminya yang marah seperti itu. “Maaf, Mas. Aku sudah ketuk pintu tadi, tapi Mas tidak dengar sepertinya. Jadi, aku masuk saja. Maafkan aku,” ucap Asha, kemudian menganggukkan kepalanya dan berbalik badan untuk pergi dari sana. Aji mengiringi langkah Asha hingga wanita itu menutup pintu ruangan kerjanya.
Dengkusan sebal terdengar dari mulut Aji, ditatapnya kopi yang masih mengepulkan asap tipis itu, dia hanya meliriknya sekilas kemudian kembali lagi pada pekerjaannya.
Di depan pintu ruangan kerja Aji, Asha tengah tersenyum tipis sambil memeluk nampan yang ada di tangannya. Dia akan melakukan yang terbaik untuk Aji, meski hidup bersama dengan laki-laki itu hanya dua tahun lamanya. Akan tetapi, di dalam hati dia menginginkan jika laki-laki itu akan menerimanya dan akan hidup bersama selamanya.
“Tuhan, bolehkah aku egois dan ingin terus bersama dengannya?”
***
“Mas, apa nanti kamu pulang malam lagi?” tanya Asha saat Aji berada bersamanya untuk sarapan pagi. Beberapa hari ini Aji sering pulang malam dan selalu membuatnya khawatir.
“Hem. Ada apa?” Lirikan mata laki-laki itu pada Asha, tapi segera sang istri menggelengkan kepalanya dengan cepat, tepatnya ragu untuk melanjutkan perkataannya.
“Nggak ada. Cuma tanya saja. Mau tambah nasi?” tawar Asha.
“Tidak perlu kamu berbaik hati seperti itu, Asha. Pikirkan saja diri kamu sendiri,” ucap Aji. Asha terdiam mendengar penolakan dari suaminya. Matanya kini basah, tapi dia berusaha untuk menahan tangis. Jangan sampai membuat Aji semakin marah karena melihatnya.
Aji telah selesai sarapan, dia beranjak bangun dan mengambil tas kerjanya.
“Mas. Tunggu!” seru Asha saat Aji baru saja akan pergi.
“Apa?”
“Anu ... aku sudah buatkan bekal untuk kamu.”
Asha segera pergi ke arah dapur dan memberikan kotak makan siang yang telah dia siapkan untuk suaminya.
“Kamu pikir aku anak kecil?” tanya Aji menatap malas kotak makanan yang disodorkan sang istri. Tanpa banyak bicara lagi, laki-laki itu meninggalkan Asha yang berdiri mematung di tempatnya.
Apa lagi yang bisa dia lakukan selain menerima perlakuan laki-laki itu? Toh, tetap saja di mata Aji dirinya selalu salah dan wanita yang menjijikkan. Dia hanya bisa terduduk kembali di kursinya dan menatap kotak bekal makanan itu dengan sedih.
Aji telah sampai di mobilnya yang terparkir di basement, dia terdiam sebelum melajukan mobilnya. Apakah sikapnya sangat keterlaluan pada wanita itu?
“Hah, dia pantas mendapatkannya!” gumam laki-laki tersebut, kemudian mulai meninggalkan gedung apartemennya.
Sementara itu, Asha mencoba untuk menghabiskan makanannya meski dia sudah enggan untuk menelannya. Apa pun yang terjadi, jangan sampai janin yang ada di dalam perutnya kurang nutrisi.
Jam sepuluh pagi Asha sudah bersiap, hari ini dia akan pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan rutin. Tadi pagi, dia ingin sekali meminta Aji untuk mengantarnya, tapi melihat tatapan Aji yang sangat dingin seperti itu membuatnya urung menyampaikan maksudnya.
Asha mengirimkan pesan pada Aji dan meminta izin untuk pergi hari ini. Suara notifikasi terdengar dengan sangat jelas, tapi Aji mengabaikannya karena dia tengah bertemu dengan seorang yang penting hari ini.
Asha menunggu balasan dari Aji, juga ada sekelumit harap bila mana Aji akan mengajukan diri untuk mengantarkannya ke rumah sakit.
“Apa yang kamu harapkan, Asha! Jangan berharap banyak. Dia sudah terlalu baik membiarkanmu untuk tinggal di sini,” gumam Asha yang merasa bodoh sendiri. Bagaimana pun juga dia tak ingin menambah patah hatinya lagi. Asha hanya bisa menepuk pipinya sedikit keras agar dia terbangun dari hal yang jauh dari harapan besarnya.
Lift membawanya turun ke lantai bawah, dia segera pergi untuk mencari taksi yang akan mengantarnya ke rumah sakit.
Sementara itu di kantor, tamu Aji telah pulang. Aji ingat jika dia mendengar suara notif di ponselnya dan segera membuka beberapa pesan yang ada di sana. Beberapa pesan di antaranya adalah dari ibunya, Aji mengabaikan pesan itu, tapi nama yang ada di bawahnya membuat dia melirik kembali ponsel yang baru saja dia simpan kembali di atas mejanya.
Aji hanya melihat pesan itu tanpa mau membalasnya. ‘Wanita yang bodoh, semoga saja dia selamat hingga sampai ke rumah sakit!’.
Di sebuah kedatangan pintu bandara, seorang wanita cantik tengah berjalan mendorong kopernya. Bibirnya tersenyum senang, kaca mata hitam bertengger di atas kepalanya. Dia senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan orang yang sudah lama dia rindukan.
“Aku akan datang dan memberi kamu kejutan, Aji!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 264 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
kayaknya calon pelakor nih
2023-04-15
1