Viollet pov;*
Dering telpon mengusik tidurku. Aish sial! Siapa yang berani mengganggu tidur ku!??
Dengan mata terpejam, aku mengangkat panggilan online tersebut dan meletakan handphone genggam ku di telinga.
"Anak sialan mau berapa jam lagi kau berdandan hah, kenapa terlambat? Kau ingin mempermalukan aku di depan tuan Lou!??"
Mampus!!!
Segera ku dudukan badan ku lalu menengok ke arah jam dinding.
Pukul 07:25...
"Mati aku" rutuk ku pelan. Tanpa ba-bi-bu, aku langsung berlari ke kamar mandi dan membersihkan badan ku ala kadar nya saja.
Dengan tergesa-gesa aku memakai make up tipis yang biasa aku pakai ketika kondangan. Bodohnya aku tertidur tanpa memasang alarm. Dokter Wolsen pasti sangat marah pada ku sekarang.
Persetan dengan orang tua bau obat tersebut. Yang ku pikirkan adalah keluarga tuan Salazar. Aish bagaimana pandangan mereka setelah keterlambatan ku ini.
Dengan lihai aku menata rambut. Tidak perlu di ikat atau di sanggul, karena ini acara formal jadi aku menggerai rambut indahku yang kecoklatan dan memakaikan anting panjang menjuntai.
Simlasabim... Walaa...
Aghhh aku sangat cantik Tuhan!!!
Setelah semuanya siap, aku segera memesan taxi dan meluncur ke Salazar Resto. Ku mohon Tuhan beri aku kesempatan sekali saja untuk merubah nasib ku. Aku sedikit bosan karena terus berkutat dengan pisau beda dan ruang operasi.
Pukul 08:42...
Aku bergegas menuju lift khusus yang telah di beritahukan oleh dokter Wolsen padaku tadi siang. 1 jam viollet. Satu jam kau terlambat.
Pintu lift itu menutup. Astaga tidak!!!!
Tangan ku terulur untuk menahan pintu lift tertutup. Akhirnya pintu itu terbuka juga. Aku segera masuk. Eh ada orang di sini. Siapa pemuda tampan ini? Badannya terlihat kekar di balik jas yang ia gunakan. Aku menekan tombol 13. Lift pun bergerak.
Aku membuka pouch ku lalu meratakan tumpukan bedak ketika Aku berlari tadi. Mengoleskan lipstik ke bibir ku. Cantik! Ujarku dalam hati.
Dering handphone ku memecahkan keheningan. Siapa lagi sang penelepon abadi jika bukan Leo. Kuhembuskan napas berat.
"Berhenti menghubungi ku Leo!" Bentak ku marah. Hanya hewan yang harus di perintahkan berkali-kali.
"Jangan terlalu kejam Viollet, aku mencintaimu" jawab Leo tak Terima bentakan ku. "Persetan dengan ancaman mu Viollet Alfea Lavender. Sungguh aku tidak pernah takut" sambung pria itu lagi.
"Oh jadi kau tidak takut dengan kuku ku yang panjang ini? Hmm oh iya... Berhenti menghubungi ku atau ke potong ***** kecil berkerut mu yang bau itu! Dasar sialan!!!" Tanpa sadar aku melampiaskan kemarahan ku di sini. Huhh sabar Viollet.
Aku kembali memasukan handphone ke dalam tas tangan. Suara orang tertawa. Aku menoleh ke belakang. Ku lihat pria tua tadi tertawa geli. Yeahhh dia pasti mendengar omongan buruk ku tadi.
Ku mohon cepat lah sampai. Aku malu pada pria tua yang tampan ini. Tapi kenapa dia selalu memandang ku dari belakang. Sudah ku bilang kan bahwa semua pria itu sama saja. Aku mendelik ngeri.
Tuhan Aku ingin satu pria berkarakter fiksi dalam hidup ku.
Ting!!!
Ah akhirnya sampai juga. Aku bergegas melangkah ke luar. Sekarang tugas ku adalah mencari ruangan bertuliskan "Salazar' room".
Aku memperhatikan sekitar. Tunggu!!!
Kenapa pria di lift tadi mengikutiku. Aku mulai was-was. Dan mempercepat langkah kakiku.
"Apa dia pedofil?" Gumam ku berprasangka buruk. Oh tidak jangan sampai dia menangkap ku. Aku semakin mempercepat langkah ku.
Aku sesekali melirik ke belakang. Benar saja pandangan pria itu aneh. Ia juga terus mengikuti ku.
Salazar' room!
Aku segera menarik knop pintu. Tapi tiba-tiba pria itu langsung menarik tangan ku kasar.
"KYAAAAA..." teriak ku melengking. Dasar pedo sialan. Bertepatan dengan itu, pintu ruang di buka dari dalam. Seorang wanita cantik berdiri sambil memegangi telinganya. Aku tau wanita ini! Dia adalah Luis Bellen Salazar.
"Damian! Viollet!" Ujar Nyonya Luis.
Aku langsung menoleh ke arah pria di samping ku. APA!!!
DAMIAN CARL SALAZAR!!!
J-jadi pria tua tampan yang ku anggap pedofil ini adalah putra tunggal pewaris kekayaan Salazar grup. Aku seketika berharap musnah dari muka bumi.
⚖️⚖️⚖️
Canggung...
Itulah yang di rasakan oleh dokter muda Viollet. Ia duduk gelisah di samping dokter Wolsen. Lima orang berkumpul malam ini. Hanya tiga dari mereka yang menikmati acara dengan damai dan nyaman. Sedangkan Damian tidak peduli.
"Wah aku tidak menyangka bahwa Damian akan tumbuh secepat ini" ujar dokter Wolsen memandang kagum pada pria itu.
"Yeahhh kau tau, dia iblis bertangan ringan. Sudah puluhan wanita yang ku kenalkan padanya" sahut Lou sambil menggelangkan kepalanya. "Tapi sekarang para wanita itu sudah menjadi abu. Damian selalu membunuh mereka"
Viollet melotot kaget. Membunuh?
Sontak saja Viollet menoleh ke arah Damian yang ternyata sedang menatap nya tajam. Viollet meneguk saliva nya dengan susah payah. Kenapa udara di sini sangat panas?
"Sepertinya kau tertarik pada ku nona dokter!?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Damian. Bukan... Lebih tepatnya pernyataan.
"Damian, jangan mengganggu nya" tegur Luis ketika melihat badan Viollet bergetar.
"Cepat selesaikan omong kosong ini Dad, aku ada hal yang harus ku urus" pintar Damian sambil menyenderkan punggung nya pada sandaran kursi.
Lou menatap tajam anak lelaki nya itu. Bisa-bisanya Damian bersikap tidak sopan di depan tamu nya. Luis mengelus bahu Suaminya.
"Kenapa anda bersikap tidak sopan?" Tanya Viollet polos. Sedetik kemudian dia menutup mulut nya.
"Mulut sialan. Kenapa kau berbunyi" maki Viollet dalam hati. Ia tidak tahan ketika melihat orang tua di perlakukan secara tidak sopan.
Damian tersenyum miring. Wanita itu takut pada nya, namun masih berani menentang nya. Menarik.
"Apa nona keberatan? Kalau nona mau silahkan anda bersikap sopan pada semua orang tua di dunia ini" alis Damian naik sebelah.
"Jika anda tidak ingin menghadiri acara ini seharusnya anda bicara kan baik baik pada tuan Lou. Kenapa anda begitu sombong" ujar Viollet berani. Air muka nya berubah ketika Damian membicarakan orang tua. Sementara orang tua Viollet sudah mati.
Aura Damian mendominasi ruangan. Ia tersinggung karena Viollet mengatainya sombong. Ia harus memusnahkan wanita kurang ajar ini.
"Anda melewati batas nona, dan saya bukan lah orang yang berhati mulia yang akan melepaskan anda begitu saja" ucap Damian datar.
"Hentikan!" Seru Lou. Damian masih menatap tajam Viollet. Darah pembunuhnya berdesir, hasrat membunuhnya menguap.
"Damian, hentikan" Luis berusaha menenangkan Damian. "Dia dokter pribadi mu"
"Persetan dengan dokter pribadi Mom! Yang jelas hasrat membunuh ku menyuruhku untuk memenggal kepala wanita hina ini" desis Damian nyalang.
Viollet terkejut. Akan kah dia mati malam ini. Dia bahkan belum menikah. Dokter Wolsen menggenggam tangan Viollet erat. Pria tua itu juga merasakan ketakutan yang luar biasa. Lebih dari rasa takut gagal dalam operasi.
"Berani membunuhnya Damian, akan ku ganti nyawa nya dengan nyawa Lee" Lou berkata dingin. Itu jalan Satu-satunya.
Damian memejamkan matanya. Ayahnya ini selalu mengancam akan membunuh Lee. Karena hanya Lee, bawahan kepercayaan Damian yang tidak bisa menggunakan senjata apapun. Damian harus melatih Lee.
"Baiklah kau selamat berkat asisten pribadi ku nona" ucap Damian malas. "Tapi jangan harap kau bisa lepas dari pengawasan ku, Dad jadikan dia dokter pribadi ku!" Pinta Damian.
Lou dan Wolsen tersenyum senang. Akhirnya Damian luluh. Memang hanya pada Lou dan Felix Damian akan menurut. Viollet menghela napas lega. Air mata nya ternyata menetes ketika ia bergetar tadi.
Mata abu-abu itu...
Viollet tak berani menatap nya lama. Seperti pedang yang akan mencongkel matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments