Damian pov:3
Aku melirik surat di samping ku. Baru saja tadi aku membacanya. Sepertinya kali ini Salazar harus mengirim sebuah anggota untuk memberi peringatan pada Thunder. Lihatlah mereka! Beraninya mengirimi ku surat tantangan.
Lee dan Arnold berdiri di seberang meja kerjaku. Kedua asisten pribadiku itu tampak tegang. Haha... Entah sampai kapan mereka akan berseteru satu sama lain. Padahal mereka berada di pihak yang sama dengan pangkat yang sama pula.
"Kita harus segera bertindak tuan" suara Arnold memecahkan keheningan.
Dia benar!!!
Thunder harus tau dengan siapa mereka berhadapan.
"Haruskah saya yang memimpin anggota kita untuk pergi ke markas musuh tuan?" Arnold memberi saran.
"Tidak perlu Arnold! Aku punya tugas khusus untuk mu" aku melirik Lee yang hanya diam dengan buku catatan rahasia di tangan nya. Benar kan kata ku. Dia anak sosial yang harus selalu tau perkembangan dunia.
Aku menopang dagu dengan kedua tangan bertumpu pada meja. Lalu tersenyum miring. Aku harus menyatukan kedua asisten ku ini.
"Sudah ku putuskan bahwa Lee... Akan ku ajari memegang senjata" ucap ku datar. Metra mata Lee membesar. Selama bekerja pada ku, Lee bahkan tidak pernah memegang pisau.
"Apa anda bercanda tuan?" Tanya Lee shock. Arnold tersenyum tipis dan Aku melihat nya.
"Apa perkataan ku terdengar seperti lelucon Lee?" Lee langsung menggeleng kan kepala ribut.
"Maaf kan saya tuan" Lee langsung menundukan kepalanya. Sangat patuh bukan.
"Akan kumaafkan setelah kau pandai bermain pisau" aku tersenyum aneh. Lee menghela napas pelan.
Ku akui, Lee memang tidak pernah dan tidak berniat untuk memegang senjata apapun jenisnya. Tapi aku tetap harus melatihnya agar Daddy ku tidak lagi mengancam akan membunuhnya.
Kalian lihat saja, daddy ku tidak pernah menyentuh Arnold. Karena dia bisa menjaga dirinya.
Diam-diam aku membuka laci yang penuh dengan pisau lipat. Sedetik kemudian, dengan gerakan kilat Aku melempar dua pisau lipat ke arah kedua asisten ku itu.
Arnold kaget dan langsung menangkap pisau tersebut dengan tangan nya. Akibatnya telapak tangan Arnold terluka. Sementara Lee, astaga... Pisau lipat itu menancap pada dada kanan nya.
"Kau bahkan tidak peka pada situasi. Kau harus pandai menggunakan pisau dan membaca situasi Lee!" Perintahku mutlak.
Ku panggil beberapa orang bawahan untuk membawa kedua asisten ku ini ke ruang pengobatan basement.
Hei...
Pengobatan?
Ah... Aku teringat pada wanita lancang kemarin malam. Dia harus tau keadaan ku. Karena kalau wanita gila itu mati, daddy juga akan membunuh asisten ku.
⚖️⚖️⚖️
Luis terkejut melihat Viollet tengah mondar-mandir di depan pintu rumahnya. Wajah wanita itu pias. Ia yakin bahwa anaknya Damian sedang melakukan sesuatu untuk mengerjai dokter pribadinya itu.
"Vio?" Sapa Luis sambil memegang bahu Viollet.
Dokter muda itu kaget.
"Ah tante" Viollet tersenyum kaku.
"Ada apa? Apa Damian memanggil mu? Atau dia mengerjai mu?" Tanya Luis dengan mata menyelidiki.
"Oh iya Damian menyuruh ku untuk menemui nya di basement." Jawab Viollet
"Mau ku antar?" Tawar Luis tersenyum ramah.
"Tidak perlu tante, Damian bilang dia sudah menyuruh orang untuk menjemput ku jadi aku menunggu di sini" Viollet ikut tersenyum, not bad.
Semenjak Viollet tau bahwa keluarga Salazar adalah seorang mafia, dalam gambaran Viollet adalah manusia kejam yang penuh ambisi dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kepentingan pribadi.
Tapi setelah berbincang ringan dengan nyonya Luis, Viollet merasa dugaan nya tak sepenuhnya benar. Masih terasa sisi baik dari keluarga ini. Viollet sekarang bisa bernapas lega.
Seorang pria berjas hitam menghampiri kedua wanita beda usia itu. Ia menunduk patuh pada Luis. Seperti nya ini adalah orang yang menjemput Viollet.
"Tante, apa aku akan baik-baik saja?" Tanya Viollet serius.
Luis tertawa renyah. Ada-ada saja pertanyaan absurd dokter muda itu.
"Tenang saja aku akan memukul Damian jika dia berani memotong jari mu" ujar Luis santai. Jantung Viollet seakan jatuh. Bagaimana bisa Luis mengatakan itu dengan santainya? Oke... Viollet takut sekarang.
Viollet merapal kan do'a dalam hati. Langkah kakinya terus mengikuti orang suruhan Damian itu. Hingga mereka sampai pada sebuah lorong gelap dengan cahaya remang-remang dari lentera yang di nyalakan di sepanjang lorong.
Di ujung lorong ada sebuah pintu besi besar yang di jaga oleh dua orang berjas dengan tubuh 3 kali lipat dari orang yang menjemput Viollet tadi.
"Wawww mereka sungguh seorang mafia? Luar biasa" gumam Viollet kagum. Lalu ia teringat akan permohonan nya pada Tuhan. Pemuda berkarakter fiksi dengan wajah tampan berhati iblis. Apa Tuhan mengabulkan permohonan nya? Ciri-ciri yang ia minta pada Tuhan sama dengan karakter Damian sekarang.
"Nona tuan menunggu anda di ruang pengobatan, saya hanya mengantar anda sampai sini" orang berjas yang tidak di ketahui namanya itu membuka pintu besi untuk Vio. Dengan ragu, wanita itu masuk ke ruang bau obat itu.
"Kenapa kau sangat lambat? Buang sifat siput dalam diri mu itu. Menyebalkan!" Damian memarahi Viollet yang baru datang. Membuat Viollet mencibir.
"Obati kedua asisten ku!" Perintah Damian sambil duduk di sebuah kursi.
Viollet melihat ada dua orang di brankar. Satu nya berbaring dengan tangan yang menutupi wajah. Dan yang satunya tengah melilitkan perban ke telapak tangan nya. Apa mereka berdua saling menyerang? Kenapa dada dan tangan mereka robek?
"Tunggu apa lagi? Apa kau tuli? Jangan membuat ku marah dokter sialan" bentak Damian lagi.
"Bersabar lah! Kenapa kau selalu membentak orang lain!?" Balas Viollet ikut meninggikan suaranya.
Lee dan Arnold langsung melotot. Memandang Viollet dengan tatapan antara kagum dan khawatir.
"Nona apa anda bosan hidup?" Tanya Arnold hati-hati. Ia melirik tuannya yang sedang menatap tajam Viollet.
"Nona jaga sikap anda di depan tuan Damian!" Sambung Lee. Ia takut kalau tuannya akan membunuh orang di depan matanya.
Viollet cemberut. Kenapa orang-orang ini berlebihan? Wanita itu lalu berjalan ke arah Lee. Mendorong tubuh kekar pria itu agar kembali berbaring. Menyuntikan obat bius agar Lee tidak kesakitan ketika ia menjahit lukanya itu.
"Lukanya tidak terlalu dalam. Aku akan memperbannya, kau harus mengganti perban ini setiap dua kali sehari." Ujar Viollet setelah selesai menjahit luka Lee.
Wanita itu menoleh pada Arnold. Matanya melirik pada tangan Arnold yang di perban secara asal dan berantakan.
"Butuh bantuan?" Tanya Viollet.
"Tidak perlu, Aku bisa sendiri" jawab Arnold datar.
"Ya sudah, luka mu akan lebih lama mengering dari pada teman mu ini" kata Viollet mendelikan bahu. Ia tak peduli karena ia sudah tawarkan bantuan.
"Biar dia mengobati mu Arnold. Ingat! Aku punya tugas khusus untuk mu" sahut Damian tanpa ekpresi.
Arnold mengangguk patuh. Ia mengulurkan tangan nya pada Viollet.
"Apa kalian benar-benar mafia?" Celetuk Viollet tiba-tiba.
"Kenapa kau bertanya?" Damian balik bertanya.
"Karena kau bilang kalau kalian membunuh orang. Jika kau sudah tidak memerlukan ku lagi, apa kau juga akan membunuh ku?" Viollet memberanikan diri menatap Damian.
Damian terdiam sambil menatap balik mata Viollet. Seketika, dokter muda itu langsung mengalihkan pandangan nya. Damian tersenyum miring.
"Ku kira kau akan terbiasa dengan mata abu-abu ku, ternyata kau lebih lambat beradaptasi. Ckckckck dasar siput" ujar Damian berdecih.
Pria berbadan tegap itu membalikan tubuh dan pergi meninggalkan ketiga orang yang terdiam di sana. Lee segara memakai bajunya kembali dan mengikuti tuannya.
"Sebentar lagi nona juga akan terbiasa dengan mata tuan Damian. Anda akan bekerja untuk tuan dalam waktu yang lama" Arnold menarik tangan nya yang masih di jahit oleh Viollet.
"Hei... Aku belum selesai" seru Viollet kaget.
"Anda tidak perlu mengobati saya" Arnold kemudian menyusul tuannya.
Viollet mematung di tempat duduknya. Seketika rasa penasaran menyelimuti hatinya. Ia ingin tau bagaimana kehidupan mafia itu sehari-hari. Tapi pertama-tama Ia harus membuang rasa takutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments