Apa dia besar?

Felix Elino Salazar.

Kakek dari Damian itu duduk sambil memeriksa beberapa dokumen penting perusahaan. Di bantu oleh Lou xing, menantunya.

"Apa Damian sudah pulang?" Tanya Felix.

"Dia sedang di perjalanan" jawab Lou tanpa menoleh.

"Ku dengar dari Regan bahwa lidah Damian tergores pedang." Felix berkata datar. "Panggil dokter pribadinya ke sini! Aku juga harus melihat sendiri siapa orang nya" pintar Felix dan di angguki oleh Lou.

Kabar lidah Damian yang tergores itu murni kesalahan Damian sendiri. Jadi Lou tidak akan menghukum bawahan yang ikut dalam pembantaian hari ini.

Lima mobil hitam berhenti di depan gerbang Salazar' house. Seorang pria berjas yang bertugas menjaga pintu masuk membuka salah satu pintu mobil paling depan. Membiarkan Damian keluar.

"Tuan Damian, tuan Felix dan tuan Lou menunggu anda di ruang kerja" ujar pelayan lain nya yang datang menghampiri Damian dengan menunduk.

Damian menghela napas. Orang tua bangka di rumah nya itu selalu mengatur nya. Membuat nya muak.

Dengan langkah kaki cepat, Damian menuju kantor khusus kakek nya di rumah ini. Tubuh nya masih bau amis serta bercak darah kering di celana dan sepatunya.

Hal pertama yang Damian lihat ketika masuk ke ruangan itu adalah rak buku raksasa yang di penuhi buku-buku tebal. Ruang ini lebih mirip perpustakaan dari pada kantor.

"Duduk lah! Ada yang ingin ku bicarakan dengan mu" ujar Felix menutup dokumen yang tadi di bacanya.

Tanpa basa-basi, Damian langsung mendudukkan bokong nya ke sofa terdekat. Ia melirik ayah nya yang hanya diam.

"Tidak bisa kah aku mandi terlebih dahulu?" Tanya Damian dingin.

"Hanya sebentar. Dengarkan apa yang kakek mu bicara kan" perintah Lou tegas.

Damian menyenderkan punggung nya ke sandaran sofa. Ia menatap kakek nya dengan segan. Tubuh nya lengket dan ia harus segera memberi obat pada lidah nya. Sedari tadi Damian selalu menelan darah dari lidah nya itu.

"Tuan Billie akan berkunjung ke sini dan dia akan menempati kamar paling mewah di Salazar' Hotel. Pimpin pertemuan dengan nya jam 2 siang besok dan buat dia mengajukan kerja sama dengan hotel kita" jelas Felix memandang Damian penuh harap.

Damian terdiam. Lagi-lagi kakeknya menyuruhnya untuk berkecimpung dalam bisnis keluarga. Itu hal yang biasa bagi Lou dan Felix. Tapi bagi Damian? Ia tidak suka bekerja di Manajemen. Ia lebih suka membunuh dan mengorek isi perut.

"Kau mendengar ku Damian?" Tanya Felix memastikan.

"Baiklah. Boleh aku pergi sekarang?" Damian membuka kancing baju nya. Membuat perut keras nya terlihat.

"Mandi lah karena dokter Viollet akan datang ke sini" ujar Lou membuat langkah kaki Damian berhenti.

"Dokter muda itu?" Tanya Damian menaikan alisnya.

"Tentu saja! Siapa lagi kalau bukan dia?" Sahut Lou santai.

"Kenapa dia akan datang? Apa dia akan tinggal di sini?" Tanya Damian antusias.

Lou tersenyum miring.

"Ada apa dengan mu? Kenapa kau begitu bersemangat jika itu tentang Viollet?" Goda ayahnya.

Damian berdecak sebal.

"What!!?? Are you kidding me?" Tanya Damian tak percaya. "Maksudku, aku tidak memanggilnya kenapa dia harus datang?" Bagaimana bisa daddy nya itu menyimpulkan perkataan nya tadi seperti itu?

"Aku yang memanggilnya!" Seru Felix menengahi perdebatan tidak penting menanti dan cucu nya itu.

Damian melambaikan tangan tidak peduli. Untuk apa memikirkan hal itu? Toh pasti bawahan nya sudah memberi tahu kakek dan daddy nya kalau ia melukai lidah nya.

Damian melanjutkan langkahnya yang tertunda. Ia masuk ke kamar dan membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

⚖️⚖️⚖️

Viollet memasuki Salazar' House dengan wajah masam. Ia di panggil ke sini karena mendapat kabar bahwa Damian sakit. Sejak kapan iblis seperti Damian mudah terkena penyakit? Viollet bahkan tidak bisa membayangkan nya.

Luis menyambut nya dengan hangat. Wanita karir itu berpakaian rapi malam ini.

"Apa yang kau lakukan tadi sebelum ke sini?" Tanya Luis ramah.

"Tidak ada tante, saya hanya berbaring sambil membaca buku" jawab Viollet tersenyum. Entah kenapa setiap berada di dekat Luis, Viollet merasanya nyaman. Apa itu yang di namakan kasih sayang ibu?

"Tante ada urusan malam ini, apa kau bisa membantu menyembuhkan Damian?" Tanya Luis dengan raut sedih.

"Saya seorang dokter tante, dan menyembuhkan itu sudah tugas ku" Viollet bertanya-tanya, sebenarnya apa sakit yang di derita oleh tuan iblis itu.

"Kalau begitu aku bisa mempercayakan kesehatan Damian padamu. Dia anak yang nakal." Bisik Luis.

Viollet mendelik. Kata seram lebih cocok untuk mendeskripsikan seorang Damian.

"Kau bisa langsung ke kamar nya. Aku tidak bisa mengantar mu karena aku sudah terlambat. Apa kau baik-baik saja?" Luis melirik arloji nya. Ini sudah pukul 9 malam.

"Baiklah, tante bisa percaya pada mu" Viollet mengepalkan tangan nya. Ia meyakinkan Luis bahwa Damian aman bersama nya. Justru malah Viollet yang tidak aman.

"Aku pergi" Luis meninggalkan Viollet di tengah ruangan. Viollet melambai kecil.

Ia menghela napas nya dan menettalkan detak jantung nya terlebih dahulu. Kamar Damian ada di lantai 3 paling ujung. Oke here we go!!!

"Tuhan aku berbohong tentang pria berkarakter fiksi itu. Setelah ku renungi lagi, ternyata Damian memang iblis. Aku menyukainya kemarin, tapi sekarang rasa suka nya sudah hilang" gumam Viollet dalam hati.

Rasa suka dan ketertarikannya pada Damian hilang sekejap. Begitu lah siklus menyukai dalam hidup Viollet. Jika bertemu maka ia akan suka, jika tidak maka rasa itu akan hilang.

"Permisi, Damian boleh aku masuk?" Seru Viollet dari luar.

Hening...

Viollet memiringkan kepalanya.

Apa Damian sedang tidak ada di kamar?

Tapi tadi ibunya bilang Viollet bisa menunggu di dalam kan?

Tangan kecil itu membuka pintu kamar Damian perlahan.

Cetak!!!

Terbuka!!!

Viollet mengintip. Netral matanya membesar. Kamar ini sangat besar, walau terlihat gelap dengan warna hitam yang mendominasi.

"Wahhh kamar nya hampir sebesar apartemen ku" ucap Viollet lirih. Ia benar-benar kagum.

"Sedang apa kau" Viollet mematung. Dengan gerakan kilat, tubuh kecil Viollet berputar. Damian berdiri di hadapan Viollet dengan tangan yang masuk ke dalam saku celana nya.

Tubuh atletis keras milik Damian terpampang karena kancing kemeja nya yang tidak di kaitkan. So hot. Membuat Viollet meneguk ludah nya dengan susah payah. Kenapa sangat menggoda?

"Menyingkir lah bodoh" Damian mendorong tubuh ramping Viollet ke samping. Membuat wanita itu tersadar dari lamunannya.

"Tante Luis bilang kau sakit. Tapi kau terlihat sehat" kata Viollet menutupi rasa malu nya. Ia mengikuti Damian masuk ke dalam kamar.

"Aku memang sakit" jawab Damian

"Bagian mana yang sakit? Biar ku periksa dulu" Viollet berdiri di samping Damian. Pria berbadan tegap itu menoleh ke samping.

"Mata ku yang sakit, setiap hari melihat mu ia jadi muak" ucap Damian datar. Lalu pria itu masuk ke dalam kamar mandi.

Viollet mendengus pelan. "Pria sialan! Untung aku tidak menyukaimu lagi" maki Viollet.

Setelah membersihkan diri, Damian keluar kamar mandi dengan paras yang lebih segar dan wangi. Jubah mandi nya terlihat sedikit basah oleh titikan air dari rambutnya.

"Jadi kau sakit apa? Jangan membuang waktu ku Damian" sungut Viollet. Ia tidak tahan berada di kamar remang-remang ini. Perasaan takut itu kembali menyerang.

"Waw ternyata kau lebih berani dari yang ku pikir dokter" Damian duduk di sofa dengan santai. Lalu menggerakkan jarinya, bermaksud menyuruh Viollet mendekat.

"Lidah ku robek, lakukan apapun agar darahnya berhenti keluar" Damian menatap tajam mata Viollet. Tentu saja wanita itu tak membalas.

"A-aku akan memeriksanya"

Viollet meraih rahang Damian. Membuka mulut itu dan memeriksa lidahnya. Damian sedikit terkejut. Tangan Viollet sangat lembut. Ia baru pertama kali di sentuh oleh tangan selembut itu.

Tanpa sengaja mata Damian melihat bibir Viollet yang sedikit terbuka. Matanya tidak bisa berhenti menatap benda kenyal yang terlihat cantik itu.

Sedetik kemudian, Damian melepaskan tangan Viollet dari wajahnya. Akal sehatnya kembali di detik-detik pertahanan nya hampir roboh.

"Hei! Bagaimana aku bisa mengetahui masalah nya di mana kalau kau tidak membiarkan aku memeriksa lidah mu" marah Viollet. Jujur ia terkejut dengan perlakuan Damian yang tiba-tiba.

"Cepatlah" ujar Damian ketus.

Lagi...

Mata Damian kembali menatap bibir Viollet yang sangat dekat. Sangat menarik perhatiannya.

"Apa yang kau lihat tuan Damian" tanya Viollet menyadarkan Damian. Sial!!!

Karena sudah ketahuan, mau bagaimana lagi. Damian akhirnya nya nekat.

Damian memiring kan wajahnya. Tubuhnya yang besar sama sekali tidak membuatnya sulit untuk bergerak. Matanya abu-abu itu terpejam seiring wajah nya mendekat pada Viollet.

Cup!!!

Viollet melotot.

Ia dapat merasakan sesuatu mengenai bibir nya. Tidak ada penolakan. Damian memberanikan diri untuk berbuat lebih. Ia mulai menyesap dan menggigit kecil bibir Viollet.

Wanita muda itu hanyut dalam ciuman Damian. Matanya ikut terpejam dan membalas setiap kecupan Damian. Merasa pergerakan nya di sambut baik oleh Viollet, Damian semakin membara. Tangan kekar nya memeluk tubuh ramping Viollet.

Tangan Viollet pun tak tinggal diam. Ia meraba dada Damian yang bidang. Sampai tangan nya merasa kan gundukan keras. Viollet tersadar. Ia langsung menjauhkan wajah Damian.

Wajah Viollet pucat. Matanya melirik ke arah tangan nya yang menggenggam sesuatu.

"AKKHHHH!!!" Teriak Viollet kaget. Bagaimana bisa tangan nya ada di selengkangan Damian. Wajah Viollet memerah. Ia segera menarik tangan nakal nya itu.

Damian tak bisa menyembunyikan tawa nya. Sangat di sayang kan jika Damian tidak tertawa saat melihat wajah Viollet yang pucat.

"Apa dia besar nona dokter?" Goda Damian sambil berbisik di telinga Viollet.

Viollet langsung berlari kencang ke luar kamar Damian. Meninggal tas berisi alat kedokteran nya. Membuat para pelayan menatap bingung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!