17. Hidupnya ternyata terlalu sulit

  "Sense of homor lo kebangetan anjlok anying!"

  "Gue salah apa coba?"

  "Enggak Va, lo gak salah. Lo benar, soalnya lo kalau disalahin enggak mau." Lerai Shelly diantara perdebatan Wira dan Alva, hari ini terbalik sepertinya jiwa usil Wira sedang kunjungan dinas ke diri Alva.

  Tadinya sih Shelly berniat untuk sendiri, masih menenangkan diri dari masalahnya dan Regan. Sebulan sudah berlalu tapi ia belum ingin bertemu dan mengobrol dengan Regan. Biarpun keterlaluan tapi sepertinya ego Shelly memilih tetap untuk diam saja sampai benar-benar siap kembali. Dan sekarang didepan Shelly, Wira dan Alva sedang bertengkar. Entah tahu atau mereka mengikuti Shelly kesini, bahkan Nara dan teman-teman yang lain tidak tahu kalau Shelly pergi sendirian.

  "Lo mikir goblok!"

  "Gue udah mikir asu! Gak usah bikin gue merasa tambah bersalah ya!"

  "Kalian mau makan atau ribut?" Shelly kembali bersuara dengan nada yang sedikit lebih rendah. Keduanya lalu menatap sahabatnya itu dengan aneh, benar-benar bukan Shelly yang seperti biasanya.

  Tentu, apalagi Wira yang sudah tahu Shelly luar dan dalam sikapnya. Tahu bagaimana sifat Shelly, homor, mood, attitude, sampai hal kecil yang bahkan gadis itu gak sadar. Alva juga begitu, merasa yang didepan mereka ini bukan Shelly. "Lo kenapa sih cil?"

  "I'm okay."

  "Not, you're not. Cerita kali Shell, kayak sama siapa aja." Shelly melirik ke Wira yang seperti biasa siap mendengarkan keluh kesah gadis itu.

  "Enggak, gue gak ada masalah. Nambah beban hidup aja."

  "Regan?"

  "Bukan, dia kayaknya udah bukan topik hangat buat dibicarakan."

  "Terus?"

  "Something yang harus gue selesaikan dengan pikiran jernih."

  "Ini mah ngusir kita!" Shelly mengedikan bahu, ternyata keduanya paham dengan ucapan tersebut. Bagus deh, Shelly juga males kalau harus ngomong berkali-kali ke mereka.

  "Hm."

  "Gak ah! Ntar lo tiba-tiba nyusruk ke selokan gak lucu."

  "Hah?!"

  "Lo lagi ruwet kan? Ntar gue anterin balik." Shelly mengerutkan dahi, gak nyambung banget si Alva ngomongnya. Iya sih emang lagi ruwet, tapi Shelly juga belum mau mati muda.

  "Terserah lo pada deh, capek gue. Gue tuh butuh udara segar, Jogja lagi gak bersahabat banget sama gue."

  "Muncak kuy!" Ide bagus.

  "Boleh, kemana?"

  "Merbabu?"

  "Terlalu tinggi, lo lupa temen lo yang ini jompo?" Wira menujuk Shelly membuat gadis itu memukul kepala Wira.

  "Slamet deh." Usul Shelly.

  "Nah boleh tuh, tinggal kapan kita punya libur yang bareng?"

  "Gue besok rabu kosong, gas ngab bolos kita?" Cross check Shelly ke Alva.

  "Yes betul, lo gimana Ra mau gak?"

  "Bisa lah! Bolos wkwk! Ajak yang lain kuy biar rame."

  "Hehe paijo, lo lupa kalau Shelly butuh udara segar? Bertiga aja kali, rame malah makin stress ini bocah."

  "Iya Ra, bertiga aja. Jangan kasih tahu siapapun termasuk circle kita, bisa-bisa mereka nyusul lagi." Tambah Shelly.

  "Btw guys, semester depan Shelly udah kating angkatan 3. Kita semester 5 *** anjir!"

  "Gue kepikiran mau ikut SBMPTN lagi." Ujar Shelly membuat Wira dan Alva berdecak, masih saja mau coba-coba. Setiap mahasiswa baru pasti memikirkan untuk ujian lagi karena merasa salah jurusan. Tapi sepertinya Shelly tidak, bahkan gadis itu sangat menikmati jurusan Sipil yang mengurus pikiran, jiwa, dan raga itu.

  "Kurang srek sama jurusan sekarang?"

  "Pengen pindah kampus doang sih, ke Jakarta gitu?"

  "Gak usah macem-macem deh lo, udah bagus dikampus kita."

  Gue mau melarikan diri Ra, hidup gue sekarang rasanya berat - Rasanya sudah banyak hal berat yang gadis itu hadapi. Ia hanya ingin pergi jauh tanpa dikekang tanpa status walaupun meminta perceraian juga termasuk hal sinting. Regan sudah banyak memberikan kebahagiaan kecil yang bahkan tidak terpikirkan oleh Shelly. Lelaki itu sudah kelewat sempurna tetapi Shelly cukup sulit menerima itu semua. Rasanya sikap Regan akhir-akhir ini sudah kelewat dari perjanjian pranikah. Ada banyak hal yang mereka sepakati, salah satunya tidak membocorkan apapun mengenai status bahkan hanya sekedar rumor berpacaran sampai Shelly siap dengan itu.

  Tapi Regan sepertinya sudah tidak bisa menahan itu, membuat Shelly makin sebal dan makin marah. Padahal hanya itu yang ia inginkan, apa salah?

  "***!"

  "Bacot." Wira diam, sepertinya Shelly sedang tidak baik-baik saja.

  "Gue pesen tiket ya buat ke Slamet, naik kereta aja."

  "Yoi Va, sekalian ntar kita beli keperluan muncak. Sekarang aja gimana biar tinggal berangkat?"

  "Loh kan masih makan?" Wira melotot untuk memberikan isyarat ke Alva agar meninggalkan Shelly sendiri disini.

  "O-oh oke, sekarang aja."

  "Kita duluan Shell, ntar kabar-kabaran lagi ya." Shelly mengangguk, kedua rusuh itu pergi dari hadapan Shelly. Gadis itu menghela nafas, kepalanya pusing karena semalam menangis. Semalam ia menginap di hotel, ia butuh tempat sendiri. Kost dan rumah bukan tempat cocok untuk sendirian.

  Regan juga terus mengirimkan pesan-pesan yang makin membuat Shelly malas berbicara dengan lelaki itu. Bahkan sejak saat itu, Shelly belum mau menampakkan diri dihadapan Regan. Ia takut menyakiti Regan dengan semua ucapannya atau sikapnya. Ia hanya tidak mau menyakiti para orang tua yang menaruh harapan besar. Ya karena awal percikan perjodohan ini dari mereka, bukan dari pasangan yang menjadi korban ini. Ponsel Shelly bergetar, ada panggilan masuk dari ayahnya.

  "Halo."

  "Shell, dimana?"

  "Kafe."

  "Kamu ada masalah ya?"

  "Enggak."

  "Regan tadi telepon, tanya kamu dirumah atau enggak. Dia bilang kamu dikost juga gak ada, enggak pamit kah ke suamimu?"

  "Enggak."

  "Nduk, Regan berhak tahu juga to?"

  "Enggak."

  "Shell, ayah tahu kamu benar-benar tidak mau dengan pernikahan itu. Tapi menghargai Regan juga bukan hal sulit kan?"

  "Sulit yah."

  "Selama ini dia enggak menyakiti kamu kan?"

  "Yah, aku mulai capek. Dia tuh egois, aku gak minta hal aneh-aneh kan? Cuma merahasiakan hubungan ini sampai lulus, susahnya apa sih?"

  "Kamu sudah menghargai dia belum?"

  "Yah. Aku sebagai isteri juga sadar diri sadar tempat, aku selalu iya iya, nurut, tapi feedback dia ke aku apa? Sulit ya buat diam sampai aku siap?"

  "Shell, mungkin..."

  "Gak ada alasan lagi yah, capek aku sama sikap dia. Aku mau ikut SBMPTN lagi tahun ini, aku mau pindah kampus."

  "Nduk..."

  "Mohon pengertiannya yah, aku udah menuruti semua kemauan ayah ibu. Aku juga berhak buat mengambil keputusan, kalau dia bisa egois aku juga bisa."

  "Dipikir lagi ya nduk, demi kamu juga."

  "Kalau sempat, aku tutup."

  Panggilan diakhiri, bukannya mau durhaka sama orang tua tapi Shelly memiliki jalan pikirannya sendiri. Dipikir lagi dulu ia bisa menolak perjodohan itu dan kabur ke Semarang untuk mengambil kuliah disana. Tapi hanya karena demi orang tua ia merelakan kampus disana, dan ia juga sudah bilang ke Regan waktu itu.

  "Hidup gak nyaman, benci, tapi demi kebahagiaan semua orang. Toxic banget hidup gue."

  Lain tempat lagi Regan memandang sendu ke ayah mertuanya, isterinya benar-benar tidak bisa diajak kompromi lagi. Bahkan hendak pindah kampus hanya karena Regan ingin go public.

  "Sabar ya Gan, dia masih labil."

  "Aku juga salah sih yah, sudah memaksa kehendak dia padahal aku sudah janji."

  "Temui dia ya, ajak bicara mau enggak mau. Jangan sampai dia ikut ujian lagi, dia bisa nekat pergi Gan."

  "Apa dia bisa yah?"

  "Apa yang gak bisa dilakukan Shelly, hm? Bahkan kabur ke Malang sebelum kalian nikah aja bisa. Kamu gak tahu kan dia pernah pergi dari rumah seminggu ke Malang karena menolak perjodohan kalian?"

  Regan menggeleng, tidak tahu dan memang Shelly tidak pernah memberitahukan masalah itu. "Shelly itu terlalu mandiri Gan, tidak ada rasa ketergantungan terhadap orang lain. Ayah sedikit khawatir, takut kamu yang kena imbasnya."

  "Shelly emang benar-benar gak mau sama perjodohan ini ya yah?"

  "Kalau boleh jujur, Shelly menentang keras ini semuanya Gan."

  "Tapi kenapa akhirnya tetap mau?"

  "Ayah juga bingung Gan, ayah kira dia akan mengambil kampus Semarang. Kamu harus cari tahu sendiri alasan dia, karena ayah juga tidak bisa membantu."

  Regan diam, gadis itu benar-benar tidak bisa ditembus. Bahkan orangtuanya sendiri tidak tahu bagaimana jalan pikiran Shelly. Kabur ke Malang seminggu? Bagaimanapun dia bisa bertahan selama ini sendirian tanpa diawasi dan tanpa orang tahu?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!