15. Komentar Regan pt 2

   Shelly tidak keluar kelas sama sekali, bahkan Wahyu membujuknya berkali-kali agar mau keluar tapi tidak berhasil. Alhasil Wahyu, Geka, dan Eva membawa makanan mereka ke kelas agar Shelly tidak sendirian. Kelas mereka kalau sunyi kelihatan angker soalnya, padahal enggak cuma asumsi aja. Geka paham, kalau gadis ini merasa sedikit malu. Tapi bukannya wajar, banyak yang sudah masuk Instagram itu dijurusan ini. Dan ya memang kelas ini termasuk penghuni paling banyak diantara kelas sipil lainnya. Termasuk Eva yang pernah masuk waktu awal-awal masuk kuliah, tidak heran kalau Alva kemarin sempat tertarik pada Eva karena wajah cantik itu.

  "Ya elah Shell, dipikirin banget sih. Eva, gue, Wahyu, Wira, Alva, kak Atta, kak Regan juga pernah masuk kali. Kita biasa aja tuh, malah seneng followers kita nambah." Ujar Geka.

  "Bukan itu Ge, gue gak masalah orang adminnya tanya gue dulu."

  "Terus?"

  "Gue males aja, dari koridor gue diledekin terus sama kating. Malu."

  "Yah gitu aja malu, bangga dong. Salah satu bitul nih kita tuh."

  "Bitul apaan Ge?" Tanya Eva penasaran.

  "Bibit unggul."

  "Astaghfirullah, ada-ada aja singkatan lo Ge. Udah sih Shell, gue dulu juga malu pas awal-awal. Tapi akhirnya biasa, malah kadang gue sombong sama yang sering ngatain gue kuno."

  "Lo kuno dari mana dah Ev?" Tanya Wahyu.

  "Katanya gue kurang gaul sama culun, lah hidup gue yang atur kenapa mereka yang ribet coba?" Sahut Eva, Geka, Wahyu, dan Shelly bertepuk tangan. Paham jalur telepati yang sangat kuat, Eva jadi bingung.

  "Ada yang salah?"

  "Enggak Ev, lo bener. Kita gak salah ngasih lo masuk circle kita, kerad bestie." Wahyu memukul-mukul pelan bahu Eva, merasa bangga karena ternyata Eva juga satu pemikiran. Sedangkan Eva mengacungkan jempolnya, keempatnya tertawa, parah banget humornya.

  "Habis kelas selesai ke Gacoan yuk, makan sore. Gue pengen banget makan disana, ngidam." Ujar Eva.

  "Yuk, gue kangen sama pangsit udangnya. Apalagi siomaynya, baru bayangin gue ngiler."

  "Tenang Ev, yang bayarin Shelly." Shelly melotot tidak terima, kenapa dia yang harus bayar makanan?

  "Kepala kuda, dalam rangka apa gue bayarin lo pada hah?"

  "Lo lupa kalau duit lo baru aja ditransfer?" Shelly melihat ponselnya, memeriksa kalender. Dan benar saja ini adalah tanggal transfer uang dari Regan untuknya, ya hanya sekedar uang jajan.

  "Iya, gue yang bayar. Eh tapi kayaknya emang gue udah lama gak bayarin makan deh."

  "Iyalah, lo selalu dibayarin Alva atau enggak Wira gimana ngerasa bayar." Shelly nyengir kuda, benar juga ada dua ATM berjalan yang suka rela uang jajannya diberikan pada Shelly. Tapi kalau dua orang itu tidak mungkin kekurangan duit, secara ayah mereka pegawai BUMA yang punya jabatan dengan gaji dua digit tiap bulannya.

  "Ajak Alva." Shelly menghubungi Alva, hanya dia karena kemanapun Alva berada Wira selalu ikut alias nempel terus.

  "Alooo ayang, sibuk gak habis ini."

  "Enggak, pulang gue udah dirumah malahan. Dosen gue gak ngajar."

  "Idih enak banget, Gacoan yuuu gue yang bayarin."

  "Tumben, ngidam apa gimana?"

  "Eva yang ngidam."

  "Gas! Gue tunggu diparkiran deket arsi, setengah jam sampek, mau samper Wira dulu, bye." Sambungan terputus, Shelly mengumpat dalam hati. Alva sialan, denger nama Eva aja gerak cepat. Lalu Shelly menghubungi Nara, Tara, dan Ninda untuk ikut gabung. Tapi hanya Tara yang bisa ikut karena gak kuliah. Siap-siap kalau Wira ketemu Tara, perang dunia bakal terjadi di Gacoan.

  Tidak lama panggilan dari Alva tersambung lagi. "Gue mau boker dulu."

  "Gue selesai kelas masih jam 3 ******, gak sekarang juga berangkatnya. Makannya jangan main matiin telepon!" Sembur Shelly.

  "Galak banget, iya iya. Gue mau bertapa dulu di kamar mandi." Panggilan kembali terputus, Alva termasuk orang yang ribet apalagi kalau berangkat nongkrong. Harus tanya dulu cocok enggak pakai ini, atau harus melakukan hal yang sebenarnya tidak perlu termasuk mandi. Nongkrong di warkop gak usah mandi yang penting parfum wangi, kalau Alva harus mandi dulu.

  "As always Alva dengan segala keribetan kalau mau pergi, betul bestie?" Tebak Wahyu, aku mengangguk dan mengacungkan jempol padanya.

  "Oiya, kak Regan gimana?" Tanya Eva.

  "Gimana apanya?"

  "Gak lo tanyain gitu?"

  "Nanti juga ketemu sama orangnya." Sebenarnya ingin, tapi rasanya aneh kalau sekarang bertanya. Masih ada beberapa hari sebelum bertemu dirumah.

  "Ini orang emang santai Ev, kurang sosialisasi."

  "Tai, sembarangan banget!" Buku Shelly melayang terbang ke wajah Wahyu. Lelaki itu mengumpat, untung temen kalau bukan sudah diajak perang mungkin si Shelly.

  Lalu asisten dosen masuk, mata kuliah ketiga dimulai dan berlangsung selama dua jam. Kakak tingkat semester 8 itu masih sering mengajar walaupun sedang skripsi. Kemungkinan besar akan menjadi dosen disini karena dia sangat pintar dalam mengajarkan materi dan juga telaten. Kuliah selesai, mereka keluar dari gedung jurusan menuju parkiran. Terlihat kalau Alva dan Wira sudah mejeng disana.

  "Satu udah mandi, satu baru bangun tidur digrebek Alva." Wira mendengus, ucapan Geka benar. Gak ada pemberitahuan, tiba-tiba Alva mengrebek kamarnya dan memaksa Wira bangun dari tidur siangnya.

  "Nyokap malah dukung ini bocah lagi, katanya gue suruh gerak gak rebahan mulu. Dikira gak capek apa ya kuliah."

  "Makan dibayarin masa gak mau sih lo Ra, gak keluar duit." Ujar Alva.

  "Bodo!"

  "Gak usah ngambek Ra, lo kan udah tidur 8 jam sehari gak suka begadang." Wira iya iya saja kalau Shelly yang menjawab, selain biar kelar dan Wira memang dasarnya nurut aja kalau sama mantannya itu.

  "Yuk, gas ke TKP."

  Perjalanan menuju Gacoan mungkin sekitar 15 menit, terdekat hanya di jalan Godean. Shelly memesan dan yang lain mencari tempat duduk. Gadis itu memesan lebih banyak makanan, selain karena harganya termasuk hemat porsi makan teman-temannya tidak mungkin hanya satu piring mie. Setelah membayar Shelly kembali ke meja teman-temannya, mengobrol sambil menunggu pesanan datang.

  Kemudian ada chat dari Regan, lelaki itu bertanya lokasi terkini Shelly berada. Lalu panggilan terlihat dari layar, Shelly melirik teman-temannya lalu mengangkat panggilan tersebut.

  "Halo."

  "Halo, kamu lagi makan?"

  "Iya, kenapa?"

  "Langsung pulang atau masih main?"

  "Main dulu, kenapa mas?"

  "Enggak apa-apa, cuma memastikan."

  "Memastikan apa?"

  "Tadi Elang lihat kamu disana, dia juga beli makan disana."

  "Oh, takut aku bohong gitu karena ada Wira juga?"

  "Enggak gitu Shel."

  "Terus?"

  "Aku..."

  "Hm?"

  "Cuma memastikan apa salah?"

  "Enggak salah, yang salah kamu komen dipostingan itu. Bikin heboh aja mana jadi top komen."

  "Itu aku..."

  "Besok dibicarakan lagi, lagi gak mood aku ngomong sama kamu."

  "Shel, kamu marah?"

  "Gak make sense juga kan? Udah aku tutup." Panggilan diputus sepihak oleh Shelly. Kalau saja Regan tidak menghubungi dirinya sekarang, mungkin ia tidak akan marah-marah. Wira dan Shelly sudah kenal sejak dulu, bukan bagaimana kedekatan mereka. Tapi sekarang memang murni sebagai teman, tidak lebih. Dan Regan tidak mau membuka pikirannya, kalau mantan  bisa diajak berteman baik.

  "Kenapa?"

  "Enggak."

  "Beneran?" Shelly mengangguk berusaha meyakinkan mereka.

  "Ini pasti masalah kak Regan, udah sih Shel langsung samperin aja." Saran Wira.

  "Males, kayak penting aja."

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!