My Senior My Husband

My Senior My Husband

1. Prolog

Shelly sampai di indekosnya, tepat pukul 5 sore bersamaan dengan maba lainnya. Dirinya tinggal dikos lamanya dulu, kos saat ia masih magang sewaktu SMK. Dia mendapat kamar paling atas alias dilantai 3, sebenarnya memang keinginannya sendiri. Ia naik menuju lantai 3 menggunakan tangga circle yang menghubungkan dengan semua lantai.

"Baru pulang lo Shel?" Tanya Nara, teman se-kos sekaligus teman sejak sekolah. "Iya, mampir dulu tadi ke SuperIndo beli makanan. Nah lo?"

"Fakultas gue jam 2 tadi udah bubar, gue langsung balik aja. Keburu capek anjir!" Nara mengambil bidang studi alias jurusan Hubungan Internasional di Fisip.

"Ya udah, gue mandi dulu deh. Ntar malem cari makan ya di Malioboro." Nara mengangkat jempolnya pertanda setuju, Shelly membuka kamarnya yang berada disebelah barat kamar Nara. Dihidupkannya lampu kamar, ia meletakkan tas dan sepatunya di rak sepatu kemudian duduk dipinggir kasur. Ia membuka ponselnya, membalas pesan dari bapaknya. Yang menanyakan bagaimana pra-ospek hari ini.

Setelah selesai dengan ponsel Shelly berdiri dan mengambil handuk serta peralatan mandi tak lupa baju ganti. Butuh 10 menit untuk Shelly mandi, tubuhnya sangat lelah untuk saat ini. Selesai mandi Shelly kembali ke kamar, tapi mampir dahulu ke kamar Tara.

"Ta, cari makan yuk ntar."

"Hayuklah, dimana?"

"Di Malioboro, nanti si Ninda ajak gih gue males ke kamarnya. Kan lo yang sering kunjungan kesana." Tara mengangguk, Shelly kembali ke kamarnya. Dan menemukan Nara sudah rebahan di kasurnya. "Kebiasaan banget sih rebahan di kasur gue! Lo punya sendiri ya mbak!" Shelly menendang bokong Nara.

"Sakit ******, minjem dulu bentar." Shelly menghela nafasnya, membiarkan Nara, ia mengambil face toner dan serum. Ia mengusapkan kedua jenis skincare itu diwajahnya.

"By the way, anak FT ganteng-ganteng gak? Kata anak jurusan gue ketua BEM-F nya ganteng ya?" Shelly menghela nafas, jadi lelaki itu seterkenal ini di kampus? Bahkan sampai Fisip ada yang membicarakannya.

"Gak ganteng, menurut gue biasa aja tuh." Nara berdecak. "Bukan gimana-gimana nih ya, mata lo kadang burem bedain mana yang ganteng dan biasa aja." Shelly melempar tube moisturizer yang ia pegang ke Nara. Dia mana mungkin salah melihat, tapi terlanjur tidak suka pada Regan.

"Ganteng tapi orangnya kaku sama cewek juga sama aja bangsul, si Regan itu udah berasa tembok berjalan. Mana irit banget ngomongnya!" Kan Shelly kalau sudah menghujat akan disebutkan komplit.

"Buset, sampek nyemprot njir!" Nara tertawa membuat Shelly mendengus sebal.

"Tapi beneran?"

"Iyalah, mending si Wira aja lah, gesrek gitu masih bermanfaat buat jadi bahan senyum walau enak dihujat."

"Ye itu mah mantan lo anying!" Nara kembali melempar tube ke Shelly.

"Sewot bener lo masalah mantan gue, mantan lo sana urusin."

"Mantan gue cuma satu anjir, ini lagi mau nyari mantan lagi." Shelly mendelik ke Nara, apa katanya? Mencari mantan lagi? Aneh memang teman Shelly satu ini.

"GAESSSSSS!" Suara cempreng milik Ninda berdengung ditelinga Shelly dan Nara.

"Berisik lo, gimana kalau bapak marah heh?!" Ninda nyengir, disusul Tara yang datang dari belakang.

"Eh minta minum dong, air galon gue udah habis." Dan ternyata Tara membawa botol tupperware untuk meminta air putih.

"Beli, minta mulu lo pada." Tara nyengir dan menuangkan air dari galon ke botolnya. "Mau makan dimana ntar?"

"Tempat kita dulu pas sekolah itu lho, yang deket toko jam." Ya. Shelly, Nara, Tara, dan Ninda memang berteman sejak masih SMK. Namun mereka berbeda universitas tapi satu tempat kos.

Mereka mengambil satu tempat kost, yang jaraknya cukup dekat dengan kampus masing-masing. Kebetulan ini juga kost perempuan yang pernah digunakan Nara dan Shelly waktu magang. Sehingga mereka sudah kenal dengan pemilik kost.

"Boleh, pake baju apa?"

"Training sama kaos!" Ujar Shelly.

"Sama!" Nara juga.

"Gue pakai rok aja deh, biar kelihatan anggun." Ninda berucap membuat Tara menendang bokong Ninda yang sedang jongkok. "Anggun apaan! Jalan ngangkang aja bangga lu!"

"Biar sih protes mulu lo!"

"Harus, lo emang pantes diprotes."

"Dah sana balik lo pada, gue mau istirahat bentar. Habis itu jalan kita, sana sana!" Semua keluar menyisakan Shelly sendiri. Ia merebahkan diri diatas kasur dan menatap langit-langit kamarnya.

"Capek banget sih, mana laper tapi mager." Shelly kembali duduk dan berdiri mengambil pisang yang ada di kabinet paling atas dan memakannya. Ia memainkan ponselnya yang ia sambungkan dengan pengisi daya. Menjelajah aplikasi berwarna ungu, Instagram dan membaca banyak twibbon teman-temannya.

Tak lama ada video call masuk dari Wira, dasar pengganggu hidup orang saja. Tak mau kena spam, Shelly mengangkatnya. Dan terlihat dari layar ponsel Shella wajah Wira yang nyengir seperti orang bego.

"Ganggu aja sih lo! Baru aja mandi ini!" Protes Shelly.

"Galak bener dek, eh ntar malem ada acara gak Shell?"

"Ada, mau jalan sama temen-teman gue. Makan."

"Wah ikut dong! Ya! Ya! Ya! Ya!"

"Gak ada acara ikut segala, makan sendiri sono ganggu orang mulu lo dajjal!"

"Wah sembarangan banget ini anak ngatain gue dajjal, terus lo apa? Turunan fir'aun?" Wira semakin ngotot kalau udah adu bacot dengan Shelly.

"Sewot bener sih, kalau mau ikut boleh. Ditempat makan deket toko jam Malioboro, yang dulu kita sering kesana." Shelly mengalah, memilih membiarkan Wira ikut.

"Wah mau mengenang masa lalu sama gue ya ay!" Wira nyengir tak berdosa, kalau saja sedang dekat maka dipastikan Shelly akan memukul kepala Wira.

"Bodo, ada yang lain gak? Gue mau sholat magrib dulu."

"Enggak, dah sana ibadah. Biar dapet jodoh berakhlak."

"Aamiin yang pasti bukan lo. BYE!" Shelly mematikan sambungan telepon dan keluar untuk mengambil wudhu untuk sholat magrib.

Setelah sholat magrib, Nara, Tara, dan Ninda menghampiri Shelly dikamar. Dan ke empatnya langsung keluar dari kos, menggunakan sepeda motor milik Shelly dan Tara. Mereka melesat menuju Malioboro yang ramai walau ini bukan weekend. Setelah sampai mereka duduk dan memesan 4 porsi nasi dan sate kambing yang terbilang enak. Tak lupa jus mentimun dan beberapa gorengan sebagai pelengkap.

"Pra-ospek kalian gimana?" Tanya Ninda.

"Kating gue banyak yang ganteng anjir, apalagi anak komunikasi." Ujar Nara semangat 45 kalau bahas cowok, ganteng pula.

"Gue sih biasa aja, palingan si Wira aja yang ngeselin tadi. Kating banyak yang ganteng tapi gue gak tertarik." Ujar Shelly, ia tidak terlalu hetic dengan kating. Mukanya tadi pada sombong-sombong jadi males.

"Lo dimana-mana ada Wira ya Shel, heran itu anak kayak jelmaan setan. Dimana-mana ada aja hidungnya." Oceh Tara.

"Ngomongin gue ya!" Dan keempat gadis itu terkejut ketika Wira datang tanpa dosa dan mengangetkan mereka.

"Si bangsul ngagetin aja! Setan emang!" Umpat Nara.

"Sama siapa lo?" Tanya Tara.

"Ello, kak Elang, sama kak Regan." Shelly melotot mendengar nama Regan dari mulut Wira.

"Regan ketua BEM-F kita?" Wira mengangguk.

"Pesen sana Ra!" Elang datang, Shelly tentu kenal dengan Elang, ketua departemen PSDM BEM-FT.

"Loh Shelly juga disini?" Tanya Elang ketika melihat Shelly. "Iya kak." Shelly tersenyum pada Elang.

"Gue sama yang lain gabung sini gak apa-apa kan?" Dengan terpaksa Shelly mengangguk. Walau sebenarnya ia malas bertemu dengan Regan. Elang duduk didekat Nara karena bangku disitu kosong.

"Yang lain mana kak?"

"Ello ke kamar mandi, Regan masih di mobil katanya mau telepon mama nya." Shelly mengangguk paham, berharap Regan akan lama menelpon mamanya.

Ello, dan Wira datang bersamaan. Ello langsung duduk disisi meja dekat Ninda dan Tara. Sedangkan Wira duduk ditepi yang berhadapan dengan Ello.

"Njir makan liat muka lo bikin muntah Ra, minggir sana!" Usir Elo.

"Iya Ra, lo duduk sebelah gue aja." Shelly menepuk bangku sebelahnya beharap Wira mau duduk disana, karena ia yakin kalau nanti yang akan duduk disini adalah Regan.

"Ogah, nanti yang ada sate gue diambil mulu sama lo." Ucap Wira sengit pada Shelly.

"Ta, tukeran dong!"

"Gak! Gue gak kenal sama si siapa? Regan? Gak mau!" Tak lama Regan datang dengan pakaian yang masih sama. Korsa BEM-F dan celana jeans biru dongker. Dia menatap Shelly dan kursi kosong samping Shelly. Tak sungkan Regan langsung duduk disana, dan menyenggol sedikit lengan Shelly. Membuat Shelly menggerutu dalam hati maupun di mulut.

"Udah pesen?" Tanya Regan pada Wira.

"Udah kak, kayak bisanya." Dirga mengangguk dan beralih pada Shelly.

"Tadi maaa..." Belum sempat Regan berbicara Shelly menginjak sepatu Regan membuat lelaki itu memekik tertahan.

"Bisa dibicarakan ditelepon kan?" Bisik Shelly tepat disamping Regan, yang hanya dapat didengar kedua sejoli itu. Regan mengangguk dan menghela nafas, gadis disampingnya ini sangat galak ia akui.

"Kalian saling kenal?" Pertanyaan itu muncul dari Elang yang memperhatikan dua orang didepannya. Regan dan Shelly mendongak menatap Elang.

"Kenal dong!" Ujar Shelly santai padahal dirinya berusaha untuk tidak gugup.

"Kenal dimana?" Tanya Wira, si perusuh ini kadang sering kelewat kepo sama hidup orang memang.

"Dia anak temen bokap, kan ayah gue sama dia temen SMA. Oh bukan sahabat lebih tepatnya, dan sekarang udah kayak saudara sendiri." Benar, bapak Shelly dan papa Regan adalah sahabat sewaktu di SMA.

"Iya, orang tua kami berteman." Susul jawaban dari Regan. Semua mengangguk percaya tanpa curiga sedikitpun pada dua orang itu.

"Gue kirain kalian pacaran!" Celetuk Wira.

"Emang kenapa?" Tanya Regan asal.

"Mantan mohon segera move on, gue gak sanggup lihat lo ngebucin sama Shelly lagi." Ucap Ninda sembari meletakkan telapak tangan kanannya didepan wajahnya.

"Lo apaan sih Nin, siapa yang belum move on emang?"

"Munafik banget lo badak bercula, lupain kenapa si Shelly! Gak akan bisa bersama udah!"

"Ya emang sih gak bisa bersama, tapi masa gue modusin gak boleh. Masih available ini bocah." Shelly yang mendengarnya malah jengah sendiri.

"Oke, mohon maaf. Bisa gak usah bahas mantan? Ini orang bisa besar kepala kalau diomongin terus." Shelly menatap tajam ke Wira, dan bodohnya lelaki it hanya nyengir kuda.

"Ada manusia kayak gini!" Nara menepuk jidatnya heran, manusia kayak Wira itu langka. Langka humornya, langka gantengnya, dan langka gobloknya. Udah paket lengkap dapet double lagi, kurang apa coba.

"Ada Na, nyusahin lagi." Lanjut Tara, geng hobi hujat Wira ya ini.

"Wah minta dibetot ini anak!" Wira melotot ke arah Tara, dan hampir saja mereka berdua ribut rutin kalau makanan tidak datang. Dan kenapa ribut rutin? Karena kalau bertemu pasti ada budaya 'gak bacot ga seru!' oleh Tara dan Wira.

"Masyaallah punya temen kok bego, mau dibawa kemana ini Indonesia." Gumam Ninda.

"Dibawa santai aja Nin, biasanya juga begini." Sahut Shelly. "Buset denger lo suara gue?" Shelly mengangguk terkadang telinga Shelly itu sangat tajam. Kadang juga bisa jadi budeg.

Dengan sengaja Regan menyenggol kaki Shelly membuat gadis itu menoleh dan melayangkan tatapan protes padanya.

"Jadi masih mantan rasa pacar hm?" Bisik Regan bertanya, Shelly memutar bola matanya malas.

"Kami beda agama, mana mungkin bisa bersatu. Toh aku jodohnya kamu." Balas Shelly dengan berbisik, dan beruntungnya mereka semua sedang fokus makan dan ngobrol, sedangkan Wira dan Tara masih saling adu mulut.

Tak ada yang tahu kalau Regan menyungging senyum tipis yang tak nampak dimata orang lain.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!