Sebelum pulang Jingga bertemu dengan ayah mertuanya. "Pa, apa betul Mas Fabian berobat ke luar negeri?" tanya Jingga.
Erik berdiri dari tempat dia duduk. "Maafkan papa Jingga. Papa juga baru tahu keputusan Lidia yang mendadak. Seharusnya Lidia tidak perlu terlalu khawatir pada Fabian. Tapi dia berpikir ingin memberikan pengobatan terbaik untuk suaminya," jawab Erik panjang lebar.
Jingga merasa Lidia sengaja menjauhkan dirinya dengan sang suami. Dia merasa sedih karena beberapa hari ke depan dia tidak akan bertemu Fabian. Jingga mengusap perutnya.
"Ya sudah, Pa. Aku pamit." Jingga meraih tangan Erik kemudian dia berjalan keluar.
Ketika Jingga sedang menunggu taksi, sebuah mobil berhenti di depannya. "Jingga, mau ke mana?" tanya Adli.
"Aku mau pulang," jawab Adli.
"Mau aku antar, aku juga mau pulang." Jingga tidak menolak tawaran Adli. Hari ini cukup panas. Dia tidak tahan berdiri di bawah sinar matahari. Jingga pun membuka pintu mobil laki-laki itu.
"Aku belum pernah ke rumahmu jadi nanti kasih tahu saja jalannya," kata Adli dengan lembut. Jingga hanya mengangguk.
Sepanjang jalan Jingga hanya melamun melihat ke luar jendela. "Sepertinya hari ini kamu ada masalah?" tanya Adli.
Jingga menggelengkan kepalanya. "Ah, tidak."
"Sebenarnya kamu ke rumah sakit ada urusan apa? Sekarang kamu kerja di mana?" tanya Adli lebih jauh. Dia ingin mengenal Jingga lebih dekat.
Mendengar kata pekerjaan Jingga tersenyum miring. "Aku bekerja sebagai guru di sebuah sekolah dasar. Tapi aku beberapa hari ini tidak masuk karena sakit," jawab Jingga.
"Wah pekerjaan yang sangat mulia," puji Adli. Adli merasa ada yang disembunyikan oleh Jingga. Tapi Adli tidak berani bertanya lebih jauh.
"Ini rumah kamu?" tanya Adli.
Jingga tersenyum. "Bukan, ini rumah mama mertua aku," jawab Jingga. Pengakuan Jingga membuat Adli terkejut. Ada rasa sesak di dadanya ketika mendapati Jingga sudah bersuami.
"Owh, jadi kamu sudah menikah?" tanya Adli. Jingga mengangguk.
"Mas, terima kasih banyak. Aku turun dulu," pamit Jingga.
Di depan rumah Wanda menyambut kedatangan menantunya. "Jingga, kamu diantar siapa?" tanya Wanda penasaran.
"Dia kakak kelasku di SMA. Kami tidak sengaja bertemu di rumah sakit," jawab Jingga dengan jujur.
"Dia kerja di sana?" tanya Wanda. Jingga mengangguk. Wanda jadi khawatir kalau laki-laki itu naksir Jingga.
"Tante, kok diam di situ?" tanya Jingga. Ucapan Jingga membuyarkan lamunan Wanda.
"Oh iya, apa Tante tahu kalau Mas Fabian pergi ke luar negeri?" tanya Jingga penasaran. Dia curiga kalau mama mertuanya itu tahu tapi sengaja tidak memberi tahu dirinya.
"Apa? Aku baru tahu sayang. Bagaimana bisa? Kapan?" Wanda terlihat kaget.
"Pagi ini aku ke sana untuk menjenguk Mas Fabian tapi dia tidak ada di sana. Kata papa Kak Lidia membawanya ke luar negeri untuk berobat," ungkap Jingga. Dia terlihat sedih.
"Wanita itu, apa dia sengaja membawa pergi Fabian? Dasar licik," umpat Wanda untuk Lidia.
"Lalu apa rencana kamu, Jingga?" tanya Wanda.
"Aku ingin kembali mengajar. Entah Mbak April mengizinkan aku atau tidak?" Jingga terlihat pasrah.
"Jangan khawatir April pasti mengizinkan kamu kembali mengajar. Tapi ingat jaga kesehatan."
"Oh ya Tante. Besok aku akan pindah." Wanda terkejut dengan ucapan Jingga.
"Kenapa kamu tidak tinggal di sini? Apa mama membuatmu tidak nyaman? Terus terang aku ingin kamu memanggilku mama mertua." Wanda merajuk.
Jingga tersenyum. "Aku hanya tidak ingin merepotkan mama. Aku sudah biasa hidup sendiri," jawab Jingga.
"Mama tidak keberatan sayang. Mama malah khawatir padamu jika kamu tinggal seorang diri. Tunggulah sampai Fabian sembuh. Biar dia yang membawamu pulang."
"Aku tidak yakin. Aku pernah cerita kalau Mas Fabian hanya akan mengambil anak ini. Aku tidak masalah jika bercerai dengan dia asalkan dia tidak mengambil anakku. Dia satu-satunya keluarga yang aku miliki." Jingga meneteskan air mata.
"Jangan khawatir Jingga. Mama akan membela kamu." Wanda membawa Jingga dalam pelukan.
Keesokan harinya Jingga datang ke sekolah. Saat itu murid-murid yang mengenalnya datang memeluk Jingga. "Bu Jingga ke mana saja? Aku kangen sama Bu Jingga," kata Elia.
"Maaf, sayang. Bu Jingga tidak mengabari kalian."
"Jingga," panggil Rizky. Dia tersenyum ketika melihat wanita idamannya kembali.
"Apa Mbak April sudah datang? Aku ingin menghadap dia," kata Jingga.
"Pergilah ke ruangannya," jawab Rizky sambil tersenyum.
"Bu Jingga ke ruangan kepala sekolah dulu ya," pamit Jingga pada Elia yang masih memeluknya. Elia mengangguk paham lalu melepas pelukannya. Setelah itu Jingga ke ruangan April.
Tok tok tok
"Masuk!" seru April dari dalam. Jingga membuka pintu perlahan.
"Mbak," sapa Jingga. April berdiri dan berjalan mendekat ke arah iparnya.
"Jingga, apa kamu berniat kembali mengajar di sini?" tebak April. Jingga mengangguk lirih. Dia merasa tidak enak tapi dia butuh pekerjaan untuk hidup. Selama ini Fabian sama sekali belum memberikan dia nafkah. Jadi Jingga masih mengandalkan gajinya untuk bertahan hidup.
"Apa kamu sudah minta izin sama Kak Fabian?" tanya April. Jingga menggeleng.
"Mas Fabian dan Kak Lidia ke luar negeri," jawab Jingga. April terkejut. Dia juga tidak tahu kabar itu.
"Mas Aksa tidak cerita apa-apa sama aku. Papa juga," protes April.
"Aku baru tahu saat kemaren aku ke sana. Papa juga memberi tahuku."
April menggenggam tangan Jingga. Rasanya dia tidak bisa membayangkan bagaimana sedihnya dia ditinggal sang suami di saat posisi hamil seperti ini. "Yang sabar ya Jingga. Jangan berpikir macam-macam. Mulai besok kamu bisa kembali mengajar di sini. Setidaknya anak-anak akan membuat kamu melupakan kesedihan yang kamu alami."
Jingga setuju pada saran April. Apa yang dikatakan April benar. Dia harus tetap melanjutkan hidup selama suaminya pergi. 'Aku akan bertahan untukmu, sayang,' batin Jingga sambil mengelus perutnya yang belum membuncit.
"Jingga, apa kamu akan pulang?" tanya Rizky usai mengajar. Mereka berpapasan di depan ruang guru.
"Iya, Mas Rizky sudah selesai mengajar?" tanya Jingga. Rizky tersenyum.
"Mau aku antar pulang?" tanya Rizky.
"Tidak, Mas. Aku ada urusan jadi mau mampir ke suatu tempat," tolak Jingga.
"Sekarang kamu tinggal di mana?" tanya Rizky.
"Aku masih menumpang di rumah orang lain. Rencanaku hari ini mau cari rumah kontrakan baru."
Beberapa waktu lalu Rizky mencari tahu pada tetangga yang tingga di dekat rumah kontrakan Jingga yang lama. Rizky sangat terpukul ketika dia mengetahui fakta bahwa Jingga diusir dari rumah kontrakan karena hamil di luar nikah.
'Kenapa kamu menyembunyikan rahasia besar dariku, Jingga,' batin Rizky kecewa. Hatinya bimbang dan mulai goyah.
Akankah Jingga menemukan orang lain yang lebih mencintai dirinya ketimbang Fabian yang berniat menceraikan dirinya setelah melahirkan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Wicih Rasmita
semangat Jingga jangan berharap kepada siapapun kamu harus tegar💪🏾💪🏾😊
2023-03-19
0