Jingga terkejut ketika merasa tubuhnya terangkat. Sayup-sayup ria melihat ke arah seseorang yang dia kenali karena matanya terkena guyuran air hujan. "Mas, turunkan aku!" teriak Jingga.
"Diam! Nanti kamu jatuh." Fabian berjalan tanpa payung ke arah mobilnya. Kemudian dia memasukkan Jingga ke dalam mobil. Setelah memastikan Jingga masuk dia menutup pintu mobil. Fabian pun berlari ke arah lain. Dia masuk ke pintu sebelah kursi kendali setir.
"Mas, aku turun saja. Mobilmu basah." Fabian tidak menghiraukan ucapan Jingga. Dia melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Jingga ketakutan.
'Ya Tuhan jika Engkau masih memberi kesempatan aku tidak akan lagi melawan takdir.'
Jingga terus merapal doa sebab Fabian menerobos banyak kendaraan di tengah derasnya hujan. "Mas, aku takut!" ucap Jingga dengan lirih. Dia ingin sekali menangis.
Tiba-tiba Fabian mengerem mendadak. "Aaarrgh. Bisa nggak sih kamu tidak bikin aku khawatir kaya tadi?"
Deg
'Mas Fabian khawatir padaku?'
"Maaf," ucap Jingga lirih seraya menunduk.
Fabian melirik ke arah Jingga. Dia jadi tidak tega. "Aku antar kamu pulang," serunya dengan nada dingin.
Tapi Fabian mengajak Jingga ke sebuah hotel sebelum sampai di rumah. Dia hampir lupa kalau ada Lidia. "Mas, untuk apa kita ke sini?" tanya Jingga. Kakinya seakan enggan mengikuti langkah laki-laki yang sudah merenggut keperawanannya malam itu.
Fabian menoleh ke arah Jingga. "Jangan pikir yang bukan-bukan. Aku ingin kamu mengganti bajumu yang basah kuyup. Aku tidak mau Lidia salah paham nantinya."
Jingga pun merasa malu dengan pemikirannya. Setelah itu dia mengikuti Fabian. "Tunggulah di kamar. Aku sedang memerintahkan anak buahku untuk mengantar pakaianmu."
"Mas kenapa kamu ikut masuk?" tanya jingga heran. Dia takut Fabian akan khilaf.
Fabian menghela nafas. "Kita tidak akan melakukan apapun di sini. Kita hanya menumpang kamar untuk ganti. Aku tidak mau buang-buang uang untuk menyewa dua kamar yang hanya disewa tak lebih dari satu jam."
'Benar juga kata Mas Fabian. Aku hanya perlu ganti baju lalu pulang. Aku bisa ganti di kamar mandi,' gumam Jingga dalam hati. Namun, sesungguhnya jantungnya berdebar kencang.
Ketika di dalam kamar, Fabian mengambil selimut lalu menutup tubuh Jingga. "Jangan salah paham. Bajumu yang basah membuat da*laman kamu kelihatan."
Sontak Jingga menutup bagian dadanya dengan kedua tangan. "Maaf," ucapnya karena merasa malu.
Tak lama kemudian Fabian mendengar seseorang mengetuk pintu. "Bos, ini baju pesanan lo." Imam datang dengan membawa sebuah paper bag. Selanjutnya Imam mencoba mengintip tapi Fabian menghalangi.
"Elo lagi sama cewek ya?" tuduh Imam. "Hati-hati kalau ketahuan sama Lidia."
"Berisik lo. Balik kerja sana!" usir Fabian. Imam pun berlalu meninggalkan atasannya.
Setelah itu Fabian memberikan paper bag itu pada Jingga. "Nih, ganti pakaian kamu!" perintah Fabian pada gadis yang telah ia renggut kesuciannya.
Jingga menerima paper bag itu kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Usai mengganti baju, Fabian mengajak Jingga keluar. Namun, di saat yang bersamaan Erik memergoki Fabian keluar dengan Jingga.
"Fab, apa yang kamu lakukan di sini bersama gadis ini?" Erik sungguh tidak menyangka anaknya suka main perempuan.
"Pa, jangan salah paham dulu. Ini Jingga sepupunya Lidia."
"Lalu apa yang kalian lakukan di dalam kamar hotel berdua?" Erik masih bertanya-tanya.
"Kami... Kami..." Fabian bingung harus menjawab apa pada ayahnya.
Erik melotot tajam. "Pa, ini tidak seperti yang papa pikirkan."
"Benar, Om. Saya hanya numpang ganti baju saja karena baju saya basah." Jingga akhirnya buka suara.
"Kamu ganti baju di kamar ini saat ada Fabian?"
"Tentu saja tidak, Om. Saya ganti baju di kamar mandi. Mas Fabian hanya ingin membantu saya saja. Kami tidak melakukan apapun di dalam."
Erik sepertinya lebih percaya pada ucapan Jingga. "Baiklah. Awas saja kalau kalian berbohong," ancam Erik.
Setelah itu laki-laki paruh baya itu meninggalkan Fabian dan Jingga. Sejenak Fabian merasa kagum pada Jingga yang bersikap tenang dalam menghadapi masalah.
"Mas, aku tidak ingin pulang ke rumah kalian." Langkah Fabian terhenti.
"Bukankah kamu telah diusir dari tempat tinggalmu?" Jingga mengangguk.
"Aku akan mencari rumah kontrakan lain yang tak jauh dari tempatku bekerja. Tolong bilang pada Kak Lidia."
Fabian memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. "Bilang sendiri." Dia berlalu meninggalkan Jingga. Dia berharap Jingga mengikuti dirinya, tapi sayangnya tidak. Jingga benar-benar pergi.
"Hish merepotkan saja," gerutu Fabian.
Jingga mencari rumah kontrakan ke sana kemari hingga malam hari. Dia sampai kelelahan tapi hingga kini belum menemukan kontrakan yang kosong. Kemudian Jingga berhenti di kursi yang tersedia di pinggir jalan. Sesaat kemudian dua orang laki-laki berniat mengganggu Jingga.
"Sendirian aja, neng. Abang temani ya?" goda laki-laki itu. Jingga ingin berdiri dan meninggalkan mereka. Tapi, salah satu dari mereka mendorong Jingga hingga dia terduduk kembali di kursi.
"Mau apa kalian?" Jingga mulai ketakutan. Dia menutup wajahnya dengan tas yang dia bawa. Sesaat kemudian dia berpikir menyodorkan tasnya. "Ambil saja apa yang kalian mau."
Laki-laki itu menyingkirkan tas Jingga. "Kami ingin tubuhmu yang molek ini." Dia mencolek Jingga tapi Jingga menepisnya dengan kasar.
"Jangan macam-macam!" teriak Jingga.
Kedua orang itu berniat melecehkan Jingga. Gadis itu pun berteriak histeris. Tak lama kemudian seseorang menarik kerah baju salah satu di antara kemudian memberikan bogem mentah hingga laki-laki itu jatuh tersungkur.
"Jauhi dia!" bentak Fabian.
"Bang*sat! Siapa kamu? Dia milik kami."
"Aku calon suaminya."
Deg
Jingga tak menyangka Fabian mengakui dirinya sebagai calon istri laki-laki tampan itu.
Penjahat itu ingin menyerang Fabian. Tapi dengan cepat Fabian menghindar. Dia bisa menangkis setiap serangan yang diarahkan padanya. Namun, perkelahian itu tidak seimbang karena Fabian harus melawan dua orang sekaligus.
Sementara Jingga dia bingung tidak tahu harus berbuat apa untuk menolong Fabian. Jingga pun memiliki ide. "Pak polisi, pak tolong kami!" teriak Jingga secara tiba-tiba. Padahal di sana tidak ada siapa pun.
Kedua laki-laki itu lati tunggang langgang ketika mendengar kata polisi. Jingga segera menghampiri Fabian. "Mas, kamu baik-baik saja?" tanya Jingga. Dia menatap wajah Fabian yang sedikit terluka.
Fabian menjadi gugup karena Jingga menatapnya secara intens. "Jangan melihatku seperti itu! seru Fabian.
"Mas, aku belikan obat ya?" Jingga hendak pergi tapi tangannya ditarik oleh Fabian. Rupanya Fabian terlalu kencang menarik tangan Jingga hingga tubuh Jingga jatuh ke pelukan Fabian.
"Hish, kenapa jantungku jadi berdebar kaya gini," rutuk Fabian dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Sumarni Sahir
cieee ada yg mulai berdebar ini..,😊
2023-03-08
1
Wicih Rasmita
next thor semangat😊💪🏾💪🏾👍🏽
2023-03-07
0