Semenjak menemani Jingga, Fabian melupakan Lidia. Lidia belum tahu kalau Jingga masuk ke rumah sakit. Dia pun mencari tahu sendiri.
Lidia merasa sakit hati ketika Fabian mengelus puncak kepala Jingga dengan lembut. Lidia merasa kalau perhatian suaminya hanya ditujukan pada Jingga. "Pantas kamu tidak pulang. Tapi kenapa tidak mengabari aku, Mas," gumam Lidia dengan raut wajah kecewa.
Lidia pun pergi begitu saja. Erik tak sengaja melihat Lidia berlari sambil menangis. Kemudian dia memasuki ruangan menantunya. "Sore, Jingga. Apa kamu sudah merasa baikan?" tanya Erik.
Jingga mengangguk. "Dokter sudah mengizinkan dia pulang, Pa," ucap Fabian yang merasa lega. Dia senang tak lagi menemani istri keduanya itu di rumah sakit.
"Fab, apa tadi Lidia ke sini?" tanya Erik. Fabian mengerutkan keningnya.
"Tidak, Pa. Kami hanya berdua sejak tadi," jawan Fabian. Erik manggut-manggut. Sudah bisa ditebak kalau Lidia cemburu pada istri keduanya. Erik pun tak mau membahas lagi.
"Jingga setelah ini jaga cucuku baik-baik. Jangan mudah stres atau kelelahan. Papa sudah cerita pada April, kini dia tahu kalau kalian sudah menikah. Tapi maksud papa agar pekerjaanmu sebagai pengajar di sana nisa digantikan oleh guru lain selama kamu tidak masuk. Itu saja."
Fabian menghela nafas. "Padahal aku ingin kasih surprise pada April setelah Jingga melahirkan. Aku juga ingin menunjukkan anakku padanya," gumam Fabian. Erik dan Jingga tertawa melihat raut wajah kecewa laki-laki itu.
Tak lama kemudian Erik keluar. Namun, dia mengajak Fabian bicara. "Fab, apa Lidia tidak tahu kalau kamu di rumah sakit?" tanya Erik.
Fabian menggeleng. "Aku tidak mau membuat dia khawatir, Pa. Jadi aku bilang kalau aku tidur di apartemen saja," jawab Fabian.
"Papa melihat dia berlari beberapa saat lalu sambil menangis. Papa rasa dia melihat kalian sedang bermesraan." Ucapan Erik membuat Fabian menjambak rambutnya sendiri.
"Baiklah, Pa. Terima kasih atas informasinya. Selepas mengantar Jingga ke apartemen aku akan menemui Lidia." Erik mengangguk percaya.
Kemudian Fabian membantu istrinya berbenah. Mereka empat hari di rumah sakit. "Alhamdulillah, akhirnya kita pulang sayang," gumam Jingga seraya mengusap perutnya yang masih rata.
"Jingga, apa semuanya sudah siap?" tanya Fabian. Jingga mengangguk. Fabian pun mengangkat barang bawaan Jingga. Jingga merasa senang karena Fabian memperhatikan dirinya.
Baru saja mendapatkan kesenangan, hati Jingga dibuat kecewa karena sesampainya di rumah Fabian langsung pergi. "Sudah berhari-hari aku tidak pulang ke rumah Lidia. Malam ini aku akan pulang ke sana. Jaga diri baik-baik!" pesan Fabian dengan lembut. Kemudian dia mencium kening Jingga sekilas.
Wajah wanita itu menjadi memerah karena malu. "Hati-hati," pesan Jingga pada suaminya. Untuk pertama kalinya Fabian membalas senyum Jingga. Dia jadi bisa merelakan suaminya pergi.
Fabian memasuki mobil dia ke kantor sebentar untuk mengecek pekerjaan yang dia tinggalkan selama beberapa hari. "Ada masalah apa, Mam?" tanya Fabian pada Imam, asistennya di kantor.
"Aman, Bos. Kenapa masuk nggak ngabarin?" tanya Imam.
"Gue nungguin istri gue di rumah sakit," jawab Fabian dengan entengnya.
"Hah? Lidia sakit?" tanya Imam mamastikan.
Fabian menggeleng. "Gue punya dua istri. Ini semua gara-gara si breng*sek Axel. Dia masuk ke apartemen gue lalu mencoba memper*kosa Jingga."
Imam duduk di depan Fabian meminta penjelasan. "Kenapa baru cerita kalau punya dua istri? Kalian nikah diam-diam?" tanya Imam lagi. Dia sangat bingung pada sahabatnya.
"Gue udah menghamili anak gadis orang, Mam." Fabian meraup mukanya kasar.
"Cih, apa bedanya lo sama Axel."
"Sialan lo. Waktu itu gue mabuk. Gue nggak tahu kalau orang yang gue tiduri itu sepupunya Lidia." Fabian berkata dengan nada yang meninggi.
"Rumit, Bos masalah elo. Terus istri sama anak lo bagaimana?"
"Jingga udah pulang. Anak dalam kandungannya juga baik-baik saja."
"Syukur deh kalau begitu. Apa dia sendirian di rumah? Lain kali ajak dia main ke rumah gue. Biar Aisyah bisa ngasih dia saran gitu seputar kehamilan."
"Thanks, Bro. Nanti gue bilang sama Jingga."
"Gue keluar dulu," pamit Imam.
Usai jam makan siang, Fabian keluar. Dia sengaja datang ke kantor Lidia. "Sayang, kita makan siang bareng yuk!" ajak Fabian. Dia ingin menarik tangan Lidia, tapi wanita itu menepisnya.
"Sana sama istrimu yang lain saja!" usir Lidia.
"Kamu cemburu aku sama Jingga? Maafin aku Yang, Jingga hampir saja keguguran. Aku tidak bisa membiarkan dia." Fabian mencoba memberikan penjelasan pada istri pertamanya.
"Apa? Bagaimana bisa?" tanya Lidia.
"Akan aku ceritakan sambil makan siang. Please!" Fabian menangkupkan kedua telapak tangannya.
"Baiklah, baiklah. Tapi kita ke restoran favoritku ya," ucap Lidia. Fabian mengangguk cepat.
Sementara itu di tempat lain, Rizky menanyakan pada April mengenai Jingga. "Bu April, kenapa Bu Jingga tidak masuk tanpa pemberitahuan ya?"
"Owh, Bu Jingga sedang sakit. Dia dirawat di rumah sakit."
"Apa? Kenapa saya tidak dikabari?" protes Rizky.
"Sebaiknya kita doakan saja supaya Bu Jingga cepat sembuh." April pergi setelah mengatakan itu.
April sendiri penasaran dengan keadaan Jingga. Jujur dia kaget luar biasa ketika sang ayah menceritakan kalau kakaknya menikahi Jingga karena nasib malang yang menimpanya.
April pun bertanya pada Erik di mana Fabian dan Jingga tinggal. Setelah mendapatkan alamat tersebut. April sengaja mendatangi apartemen Jingga.
Ketika dia sampai di sana, April membunyikan bel. Jingga yang tengah beristirahat di kamarnya mengira orang yang membunyikan bel rumahnya adalah Fabian. Karena dia mengunci pintu dari dalam juga.
"Mbak April." Jingga sangat terkejut dengan kedatangan April yang tiba-tiba.
"Apa kabar Jingga?" tanya April di liar pintu.
"Masuk, Mbak. Dari mana mbak tahu kalau aku tinggal di sini? Apa Mas Fabian yang cerita?" tanya Jingga.
"Bukan. Papa yang cerita," jawab April. Sesaat kemudian April memeluk Jingga. "Aku tidak menyangka nasibmu semalang ini."
Jingga tersenyum. "Aku tidak apa-apa. Lagipula Mas Fabian sudah bertanggung jawab, Mbak."
"Bagaimana dengan kandungan kamu?" tanya April.
Jingga mengusap perutnya dengan lembut. "Alhamdulillah, baik."
"Jangan stres dan jangan terlalu lelah. Kalau kamu mau, kamu bisa ambil cuti," kata April.
"Tidak, aku bosan di rumah. Aku ingin menghabiskan waktuku untuk mengajar. Lagi pula aku menyukai anak-anak."
"Baiklah, terserah kamu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Andrieira Wahyuni
double up donk kk
2023-03-12
1
Andrieira Wahyuni
biarkan saja jingga pergi biar kapok Lidya ma Febian.
pdhal jingga adlh korban v Lidya seolah" nganggp jingga yg ngambil suaminya.dasar licik
2023-03-12
1
Ovia Latifatulula
Lidya kenapa kamu marah kan itu rencana kamu sendiri ya walaupun itu pahit harus kamu hadapi karene semua itu atas kehendak mu sendiri bukan kemauan Fabian , lebih sabar lagi ya
2023-03-11
0