Jingga bangun pagi-pagi sekali seperti biasa. Dia merasa aneh karena biasanya dia siap-siap mengajar. Tapi, kali ini tidak ada yang bisa dikerjakan karena dia tidak tinggal di rumah sendiri melainkan di rumah Wanda. Wanita yang tak lain adalah ibu mertua Jingga itu sengaja menampung Jingga setelah diketahui bahwa wanita itu kabur dari rumah.
Jingga pun menapaki dapur. Dia membuka kulkas untuk melihat apa yang bisa dia makan. Perutnya lapar setelah pagi ini mual muntah seperti biasa.
Ketika Jingga melihat telur dia pun memasak nasi goreng untuk dua porsi. Dia juga menambahkan potongan daun bawang dan wortel.
Wanda yang baru saja turun dari lantai atas mencium bau sedap. Kemudian dia pun melangkahkan kakinya ke dapur. "Jingga, lagi ngapain?" tanya Wanda basa-basi.
"Eh Tante. Maaf aku masak tanpa seizin Tante. Perutku sangat lapar." Jingga berkata seraya mengelus perutnya.
Wanda tersenyum. "Tidak apa-apa. Apa kamu memasak lebih? Bolehkah Tante mencicipi masakan kamu?" Jingga mengangguk cepat.
"Tentu saja boleh." Jingga pun mengambil piring dan memberikan seporsi nasi goreng buatannya.
"Tante cicipi ya?" Wanda mengambil sesendok nasi goreng buatan Jingga lalu memasukkan ke dalam mulutnya.
"Ya ampun ini soh seperti nasi buatan restoran," puji Wanda.
"Masa sih, Tan? Bumbunya biasa aja kok."
"Ayo makan jangan berdiri saja!" Wanda mengajak Jingga duduk di meja dapur yang didesain menyerupai meja bar.
Di saat mereka menikmati sarapan di tempat lain ada yang tidak berselera makan karena dari kemaren memikirkan keberadaan istri keduanya.
"Mas kok nggak dimakan sarapannya? Aku pesen dari restoran yang buka pagi hari ini. Aku sengaja pesen makanan spesial buat kamu lho," kata Lidia.
Fabian berdiri. "Aku tidak berselera," jawabnya kemudian pergi. Dia berjalan memasuki garasi mobil kemudian kembali mencari keberadaan Jingga.
Tiba-tiba Fabian mendapatkan telepon dari April. "Mas, Jingga kok nggak masuk hari ini? Apa dia sakit lagi?" tanya April pada kakaknya.
"Jingga kabur dari rumah," jawab Fabian apa adanya. Dia masih dalam kondisi menyetir mobil.
"Apa? Bagaimana bisa?" April terdengar kaget.
"Nanti saja penjelasannya." Fabian menutup telepon dari April.
April merasa risau. Dia tidak bisa berpikir jernih ketika mendengar kakak iparnya itu kabur. "Apa papa sudah tahu?" gumam April.
Dia ragu untuk menanyakan hal itu pada Erik tapi dia harus memastikan agar ayahnya bisa membantu jika Jingga belum ditemukan. "Tapi bagaimana kalau papa marah sama Kak Fabian?" April jadi dilema.
Tok tok tok
"Masuk!" seru April pada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya.
"Permisi Bu April. Kelas satu belum ada yang isi. Bu Jingga ke mana ya?" tanya Rizky. Kebetulan dia mengajar kelas dua. Rizky mendengar suara riuh di kelas satu kemudian dia merasa aneh kala Jingga tidak berada di kelas itu.
"Saya belum ada dapat kabar dari dia. Pak Rizky tolong minta Pak Angga menggantikan Bu Jingga. Lalu minta dia memberi tugas pada anak muridnya supaya mereka tida gaduh."
"Baik, Bu."
Rizky merasa aneh. Dia mencoba menghubungi nomor Jingga. Namun, panggilannya terabaikan. "Jingga, ada masalah apa lagi kamu?" Rizky merasa khawatir dengan keadaan wanita idamannya itu.
Karena banyak orang yang mengkhawatirkan keadaan Jingga, hatinya merasa seperti ada yang mengganjal. "Jingga, kenapa kamu melamun?" tanya Wanda. Kemudian dia duduk di samping Jingga yang sedari tadi matanya terlihat kosong.
"Aku hanya sedang membayangkan suamiku, Tante. Apa dia sedang mencariku atau tidak saat ini?" Jingga tersenyum kecut.
"Kenapa kamu masih mengingat dia padahal dia ingin menceraikan kamu? Tante heran apa yang kurang dari kamu sehingga dia berniat menggugat cerai dirimu? Apa dia punya selingkuhan?" tuduh Wanda.
Jingga menggelengkan kepalanya. "Akulah pelakor yang sebenarnya. Aku hadir di antara kehidupan rumah tangga Mas Fabian dan Mbak Lidia."
Mendengar nama Fabian disebut, Wanda menjadi curiga. "Tunggu! Nama suami kamu Fabian?" tanya Wanda. Wanda mengeluarkan handphone lalu mencari gambar anaknya di galeri.
"Apa dia suamimu?" tanya Wanda pada Jingga. Jingga terkejut bagaimana bisa Wanda menyimpan foto suaminya? Lalu dia mengangguk.
Wanda sama terkejutnya. Tapi dia senang rupanya Jingga adalah menantunya. Wanda memeluk Jingga. Jingga jadi heran dan bingung. "Suamimu adalah anakku Jingga. Kamu menantuku," ucap Wanda.
Jingga melepas pelukan Wanda. "Hah? Aku kira ibunya Mas Fabian sudah meninggal Tante. Maaf, Mas Fabian tidak pernah bercerita tentang keluarganya." Jingga menunduk. Dia merasa bersalah dengan perkataannya.
"Jadi suami yang ingin membuang kamu tidak lain adalah anakku sendiri?" Jingga mengangguk sambil meneteskan air mata. Dia mengingat kata-kata Fabian dan Lidia.
"Anak sialan! Kenapa dia ingin menceraikan kamu? Apa karena istrinya yang lain? Jadi kamu istri keduanya?" Jingga hanya bisa mengangguk.
"Dia hanya menginginkan anakku. Mereka akan mengambil anakku." Jingga merasa ketakutan membayangkan saat-saat itu.
Wanda merasa kasihan pada jingga. Dia pun mengusap kepala wanita yang tak lain adalah menantunya sendiri. "Tenang Jingga! Aku orang pertama yang akan menghalangi siapa pun yang ingin mengambil cucuku darimu," kata Wanda dengan tegas.
Wanda bersumpah akan melabrak Fabian dan istri pertamanya.
♥️♥️♥️
Jangan lupa Vote nya ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments