"Mas." Jingga sangat terkejut ketika dia melihat orang lain yang memeluknya.
"Si-siapa kamu?" tanya Jingga dengan gugup.
Axel mencolek dagu Jingga. "Seharusnya gue yang tanya. Siapa elo bisa ada di apartemen temen gue,"
"Tolong, tolong."Jingga berteriak tapi tak ada satu pun yang mendengarnya.
Axel semakin menjadi. Dia ingin mencium Jingga dengan paksa hingga barang-barang yang berada di atas meja dapur berantakan.
'Tuhan, apakah harga diriku akan ternodai dua kali?' gumam Jingga dalam tangisannya.
Jingga berusaha apapun yang bisa dia gunakan untuk memukul laki-laki itu. Jingga berhasil meraih panci kemudian memukulkan panci tersebut ke kepala Axel.
Axel yang berada di bawah pengaruh alkohol sangat garang. Dia menjambak rambut Jingga kemudian mendekatkan bibirnya.
Di saat yang bersamaan Fabian heran kenapa pintu apartemennya terbuka. "Ceroboh sekali, bagaimana kalau ada maling?" gumam Fabian.
Baru saja melangkahkan kaki ke ruang tamu dia mendengar suara berisik yang sumbernya dari dapur. Fabian pun segera berlari mencari keberadaan Jingga.
Mata Fabian membulat ketika Axel berusaha memper*kosa istrinya. "Biadab!"
Fabian mencengkeram kerah Axel lalu memukuli sahabatnya itu. Axel tak berdaya di lantai. "Mendingan lo cabut dari sini! Jangan pernah ganggu lagi istri gue!" bentak Fabian pada sahabatnya.
Axel keluar dengan tergopoh-gopoh. Sementara itu Fabian menggendong Jingga yang terduduk lemas di lantai sambil menangis.
"Sudah tidak usah menangis," ucap Fabian seraya membaringkan tubuh Jingga ke atas ranjang.
Setelah itu dia mengambil obat untuk mengobati wajah istrinya yang terluka. "Aw, sakit, Mas." Jingga meringis kesakitan.
Berada pada jarak sedekat itu dengan istrinya membuat jantung Fabian berdegup kencang. Sesaat kemudian dia mengalihkan pandangannya. "Istirahatlah!" Fabian bangun dari tempat duduknya.
Jingga tiba-tiba menarik tangan suaminya. "Mas, bolehkah kamu di sini sebentar. Setidaknya sampai aku tertidur."
Fabian yang tidak tega pun kembali duduk di tepi ranjang. Dia menggenggam tangan Jingga untuk menenangkan wanita yang telah mengalami hal buruk hari ini. Ini pertama kali dia menggenggam tangan istri keduanya itu.
'Maafkan aku yang telah lama tidak bisa menjagamu dengan baik.'
Fabian melihat ke arah perut Jingga. Ingin sekali dia memeluk anak yang ada di dalam perut istrinya itu. Namun, Fabian merasa gengsi. Dia pun terpaksa menahan keinginannya.
Usai Jingga tertidur, Fabian menaikkan selimut hingga ke atas dada Jingga. Setelah itu dia memberikan sebuah kecupan singkat di kening Jingga.
Jingga yang tidak benar-benar tertidur dapat merasakan kecupan suaminya itu. Dia merasa bahagia walau sikap Fabian terkadang masih dingin padanya.
Fabian memilih untuk tidur di apartemen malam ini. Tapi, Lidia terus menghubungi dirinya. Fabian pun mengangkat telepon dari istri pertamanya itu. "Maaf, Lidia. Malam ini aku menemani Jingga. Dia sedang sakit aku tidak bisa membiarkan dia tinggal sendirian di apartemen."
"Baiklah, Mas. Aku hanya ingin tahu kamu malam ini tinggal di mana?"
Sesaat kemudian Fabian berlalu kw dapur. Dia ingin membuat minuman hangat untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, melihat dapur yang berantakan dia pun mengurungkan niatnya.
"Jingga, memasak sebanyak ini? Apa dia menungguku pulang setiap hari?" gumam Fabian yang merasa bersalah.
Fabian pun mengendurkan dasi kemudian melepas jasnya. Dia tidur di sofa panjang di ruang tengah.
Keesokan harinya, Jingga terkejut melihat suaminya tidur meringkuk di atas sofa. Dia pun membiarkan Fabian tertidur hingga dia bangun dengan sendirinya. Sementara itu, Jingga membereskan dapur yang berantakan akibat kejadian semalam.
Usai membersihkan dapur, Jingga membuatkan secangkir kopi untuk suaminya. Harum kopi yang semerbak membuat Fabian terbangun.
"Selamat pagi, Mas," sapa Jingga yang berdiri tak jauh dari tempat Fabian berada.
Rambutnya yang digulung ke atas membuat leher jenjang Jingga terekspos sempurna. Fabian pun menelan ludahnya kasar.
"Mas, aku sudah buatkan sarapan. Apa Mas mau sarapan sekarang? Atau nanti setelah mandi?" tanya Jingga.
"Ehem."
Fabian berusaha menetralkan kegugupannya. Dia melihat Jingga masih berantakan. "Kamu nggak kerja?" tanya Fabian.
Jingga menggelengkan kepalanya. "Mana mungkin aku bekerja dengan wajah babak belur begini? Aku sudah izin sama Mbak April, Mas." Fabian hanya manggut-manggut.
"Mas, mau aku siapkan air hangat untuk mandi?" tanya Jingga. Hati Fabian menghangat. Jujur saja selama menikah tujuh tahun Lidia tak pernah melayani dirinya sebaik April. Menyiapkan kopi, sarapan bahkan air hangat tidak pernah dilakukan Lidia karena dia wanita karir yang super sibuk.
Fabian tersenyum kemudian mengangguk. Jingga merasa senang karena suaminya itu mau dilayani. Ini adalah tugas pertamanya semenjak dia sah menjadi istri Fabian. Karena sebelumnya Fabian tidak pernah tinggal bersamanya.
Ketika di ambang pintu, Jingga tak sengaja menabrak tubuh kekar Fabian. Saat itu laki-laki tersebut ingin memasuki kamarnya. Untung saja Fabian menangkap tubuh sang istri. Jika tidak Jingga mungkin saja terjatuh.
"Aw." Jingga meringis kesakitan di bagian perutnya.
Tak lama kemudian keluar darah di bagian selang*kangannya. "Jingga."
Tak pikir panjang Fabian menggendong Jingga. Dia berniat membawa istrinya ke dokter.
"Bertahan, Jingga!" gumam Fabian yang cemas dengan keadaan istrinya.
Ketika sampai di depan rumah sakit, Fabian kembali menggendong Jingga dan berlari meminta pertolongan. Tak sengaja saat itu mereka berpapasan dengan Erik.
"Fab, apa yang terjadi?" tanya Erik.
"Pa, tolong Jingga, Pa. Dia pendarahan," ucap Fabian penuh kekhawatiran.
Erik terkejut dia pun menyusul menantunya ke dalam ruang UGD. "Bagaimana keadaannya?" tanya Erik pada para perawat yang menangani Jingga.
"Kami sedang memanggil Dokter David. Kami rasa ibu ini sedang hamil muda," jawab perawat tersebut.
Tak lama kemudian David datang ke ruang tersebut. "Rik? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya David yang heran.
"Dave, selamatkan cucuku." Ucapan Erik membuat David terkejut. Pasalnya dia hanya mengetahui kalau istri Fabian adalah Lidia.
"Baiklah. Aku akan periksa. Setelah ini kamu berhutang penjelasan padaku," ancam David.
David memeriksa keadaan Jingga. Kemudian dia melaporkan keadaan wanita itu pada Erik dan Fabian. "Bagaimana Om?" tanya Fabian.
"Fab, apa benar dia istrimu?" tanya balik David. David mengangguk.
"Janinnya baik-baik saja. Namun, dia harus bed rest. Kandungannya lemah. Sebaiknya kalian jaga kondisinya, tidak boleh banyak bergerak dan jaga dia supaya tidak stress." David memberi saran panjang lebar.
"Terima kasih banyak, Om," kata Fabian. David menepuk bahu Fabian. Setelah itu meninggalkan kedua laki-laki beda generasi itu.
"Temuilah istrimu!" perintah Erik pada anak sulungnya. Fabian mengangguk. Dia masuk ke dalam ruang tersebut.
"Jingga." Fabian hampir saja menangis karena melihat istrinya terbaring di sana.
"Anak kita baik-baik saja kan, Mas?" tanya Jingga.
"Anak kita baik-baik saja," jawab Fabian. Hati Jingga berbunga-bunga ketika Fabian mengakui anak dalam kandungannya adalah anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Wicih Rasmita
makanya Fsbian harus lebih diperhatikan Jingga itu lgi hamil anakmu jangan dicuekin😳😇😇
2023-03-11
1