Garis Dua

"Apa yang papa bicarakan. Kenapa papa dan Lidia mendesak aku untuk menikahi perempuan lain? Aku bukan laki-laki yang suka mempermainkan wanita, Pa."

"Papa hanya memberi saran. Bukankah laki-laki diperbolehkan memiliki banyak istri?"

"Lalu kenapa papa masih sendiri sampai sekarang?" ledek Fabian.

"Karena aku sibuk mengurus kamu dan April. Jadi untuk apa punya istri lagi jika kebahagiaan sudah aku dapatkan dari putra putriku," jawab Erik.

Perkataan Erik mencubit hati Fabian. "Aku pasti bisa punya anak, Pa. Hanya saja belum waktunya."

Erik menepuk pundak putra sulungnya itu. "Papa tahu, Fab. Jangan bertengkar lagi dengan istrimu. Stress juga salah satu pemicu susah hamil." Erik menasehati Fabian.

Ketika di tempat kerjanya, Fabian yang penasaran mengecek CCTV di malam ketika dia sedang mabuk. Fabian melotot tak percaya ketika dia memper**sa Jingga. "Breng*sek kamu, Bian. Kenapa kamu bisa melakukan hal serendah itu?"

Fabian mengusap wajahnya frustasi. "Lalu apa yang harus aku lakukan selanjutnya pada dia?" gumam Fabian.

"Ada apa, Bos?" tanya Imam ketika dia masuk dengan membawa sebuah berkas yang dia letakkan di meja Fabian.

"Tidak apa-apa. Aku hanya sedang suntuk," jawab Fabian asal.

Ketika Imam berbalik badan hendak keluar dari ruangan, Fabian memanggilnya. "Bagaimana rasanya punya anak?"

Pertanyaan itu dapat dipahami oleh Imam karena dia tahu sahabatnya itu sudah lama menikah tapi belum memiliki seorang anak. "Menyenangkan. Kamu tahu yang membuat aku semangat bekerja adalah untuk menyenangkan Aisya. Ketika aku pulang dia selalu menyambutku dengan mencium tanganku. Ibunya mengajari dia dengan baik," jawab Imam menceritakan tentang keluarganya.

Jujur Fabian merasa iri karena selama ini tidak ada yang menyambut dia ketika pulang kerja. Lidia juga seorang wanita karir yang pulangnya tidak menentu.

"Terima kasih, kamu boleh kembali," perintah Fabian pada Imam.

Sebulan setelah kejadian malam itu, Jingga merasa tidak enak badan, wajahnya pucat dan kepalanya terasa berat. "Jingga kamu tidak apa-apa?" tanya Rizky.

Jika saja Rizky tak menangkap tubuh Jingga yang sempoyongan, sudah dapat dipastikan wanita itu akan terjatuh. "Kepalaku pusing, Mas," jawab Jingga.

"Ayo kita ke ruang guru dulu," ajak Rizky seraya menuntun Jingga. Setelah itu Rizky meminta OB untuk membuatkan teh hangat.

"Minumlah dulu!" Jingga menerima teh itu dari tangan Rizky.

"Apa kamu belum makan?" tanya Rizky penuh perhatian.

"Sudah, mungkin aku hanya kelelahan saja," jawab Jingga seraya memegangi kepalanya yang masih sedikit sakit.

"Untung saja jam mengajar sudah selesai. Ayo aku antar kamu pulang!" Rizky menawarkan tumpangan. Jingga mengangguk setuju.

Jingga menaiki mobil mewah milik Rizky. Rizky memang berasal dari keluarga kaya. Tapi sikapnya sangat rendah hati. Walau keluarganya memiliki usaha dia tidak ingin meneruskan usaha keluarganya karena ada saudara-saudaranya yang lain.

"Bagaimana kalau kita ke dokter dulu supaya kamu diperiksa." Rizky memberi saran.

"Tidak, Mas. Tapi bolehkah kita mampir ke apotek aku biasanya minum obat herbal." Rizky tersenyum pada wanita yang selama ini dia kagumi.

"Tentu saja boleh," jawab Rizky. Tangannya reflek mengusap kepala Jingga. Jantung Jingga jadi tak karuan mendapatkan perlakuan manis dari laki-laki yang duduk di sampingnya itu.

Sesampainya di depan apotek, Jingga turun sendiri. Rizky menunggu di dalam mobil. "Mbak, bisa kasih saya obat masuk angin, yang herbal saja."

"Ada lagi, Bu?" tanya apoteker tersebut setelah memberikan obat yang diminta oleh Jingga.

"Mbak, saya beli tespek," ucapnya sambil berbisik. Jingga pun menyembunyikan tespek yang dia beli agar tidak ada orang lain yang tahu.

Setelah itu, dia masuk kembali ke dalam mobil Rizky. "Lama ya, Mas?" tanya Jingga. Rizky menggeleng.

Jarak apotek dari rumah Jingga sudah dekat, hanya butuh sepuluh menit saja ke rumah kontrakan Jingga. "Terima kasih banyak, Mas Rizky. Maaf kalau aku merepotkan."

"Jangan bicara seperti itu. Aku ikhlas nolong kamu. Baiklah, aku langsung pulang ya, kamu istirahat saja. Jika besok pagi kamu mau aku jemput tinggal telepon saja," pesan Rizky pada Jingga sebelum dia pergi. Jingga mengangguk malu-malu.

Jingga masuk ke dalam rumah kemudian dia meletakkan tasnya di sembarang tempat. Kepalanya sangat pusing. Dia pun akhirnya memilih tidur.

Tak terasa dia tertidur sampai malam. Perutnya yang lapar memaksa Jingga untuk bangun. "Aku lupa beli makanan."

Kemudian, Jingga memutuskan untuk keluar mencari makan. Tapi ketika dia membuka pintu Lidia tengah berdiri di depan rumahnya. "Kak Lidia? Ada apa malam-malam begini ke sini?" tanya Jingga.

"Aku hanya ingat kamu. Ini aku bawakan seafood tadi aku habis makan-makan sama teman kerjaku di restoran seafood lalu aku kepikiran kamu. Jadi aku pesankan satu porsi untuk kamu, Jingga."

"Silakan masuk, Kak. Maaf aku belum sempat beres-beres rumah karena sepulang kerja tadi kepalaku mendadak pusing," kata Jingga memberi tahu.

"Apa kamu sudah minum obat? Jangan minum obat sembarangan!" tanya Lidia.

"Sudah, Kak. Aku biasa meminum obat herbal, Kak. Sebentar aku ambilkan piring dulu." Lidia mengangguk.

"Kak Lidia tidak takut dicari suaminya?" tanya Jingga. Sungguh dia merasa tidak enak dengan kedatangan Lidia yang menyempatkan diri hanya untuk memberi dia makanan.

"Tidak, Mas Fabian juga sering pulang malam. Dia sering menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Ya, beginilah pernikahan kami yang belum dikaruniai anak. Kami sibuk dengan urusan masing-masing." Lidia terlihat sedih saat menceritakan tentang dirinya.

"Kak bagaimana kalau kita makan bersama-sama." Jingga mengalihkan pembicaraan.

"Buat kamu saja. Kakak udah kenyang," jawab Lidia.

Ketika Jingga membuka kotak makanan itu bau menyengat makanan laut yang terasa amis menyeruak di hidungnya. Jingga pun berlari ke kamar mandi karena perutnya tiba-tiba mual mencium bau itu. "Hoeek."

"Sesuai dugaanku, Jingga. Kamu hamil anak Mas Fabian," gumam Lidia lirih. Dia sengaja membawakan makanan laut karena menurut pengalaman April dulu ketika hamil, dia tidak suka makanan yang berbau amis.

Lidia pun tidak tinggal diam. Dia menyusul Jingga. "Kamu tidak apa-apa, Jingga?" tanya Lidia.

Jingga terduduk lemas di sebelah kloset. "Aku tidak apa-apa, Kak."

"Jangan biarkan penyakit kamu. Ayo kita periksa ke dokter."

"Tidak, tidak perlu Kak." Nanti kalau sudah aku olesi minyak kayu putih juga reda," tolak Jingga secara halus.

"Kenapa Jingga? Kenapa kamu takut bertemu dengan dokter?" tanya Lidia.

"Aku hanya masuk angin biasa, Kak. Mungkin aku juga kelelahan."

"Baiklah, kalau besok kamu masih sakit sebaiknya kamu periksa ke dokter. Sekarang kakak pulang dulu," pamit Lidia.

Jingga memilih untuk tidak makan seafood itu. Dia pun memberikan makanan itu pada tetangganya. "Wah rejeki nomplok. Makasih ya, Mbak Jingga," kata ibu-ibu tetangga Jingga.

Keesokan harinya Jingga mengetes urinnya dengan tespek yang dia beli. Mata Jingga membulat ketika dia mendapati garis dua di alat tes kehamilan itu. "Aku hamil."

Episodes
1 Nasib Malang
2 Jingga sakit
3 Menolong Jingga
4 Garis Dua
5 Diusir
6 Tidak diakui
7 Diam-diam perhatian
8 Jadi menikah
9 Tuduhan Fabian
10 Hampir celaka
11 Lidia cemburu
12 Jingga kabur
13 Menantu dan Mertua
14 Menyelematkan Jingga
15 Fabian celaka
16 Fabian pergi
17 Luntang Lantung
18 Menjadi guru les
19 Tiga bersaudara
20 Melepas Rindu
21 Erik Masuk RS
22 POV Jingga
23 Lidia Hamil
24 Adli
25 Musibah
26 Perdebatan
27 Ingatan lama
28 Violet
29 Cerai
30 Pindah
31 Adli bersaudara
32 Dilamar
33 Syarat menikah
34 Menjebak Fabian
35 Ketemu
36 Pengganggu
37 Tunangan
38 Kebetulan
39 Kenyataan
40 Mantan suami
41 Bertemu Violet
42 Cemburu
43 jelang nikah
44 Sah
45 Tersanjung
46 Minta izin
47 Menolak kembali
48 Semut kecil
49 Menjelaskan
50 Kode
51 Penyesalan
52 Beda nasib
53 Hamil anak kembar
54 Cewek atau cowok?
55 Curiga
56 Kisah baru (Rizky dan Talita)
57 Nikahi aku
58 Main api
59 Promo novel baru TERJERAT PESONA DRIVER TAMPAN
60 Helmi jatuh sakit
61 Alasan tak terduga
62 Rencana gagal
63 Menunda
64 Double date
65 Violet ketemu
66 Karin melahirkan
67 Promo Novel Irma Kirana
68 Bertemu Lidia
69 Minta bantuan
70 Usaha yang tak sia-sia
71 Cari cara
72 Balas dendam
73 Kembar laki-laki
74 Jingga siuman
75 Menunggu Violet
76 Violet hilang
77 Mengikhlaskan
78 Pasangan pengganti
79 Rizky yang malang
80 Melati
81 Rindu yang tak terbendung
82 Karin tertangkap
83 Hukuman
84 Lamaran terencana
85 Menyelesaikan masalah
86 Kembalinya Violet
87 Justin Melviano
88 Pacar pura-pura
89 Kejutan lain
90 Saling membutuhkan
91 Mulai jatuh cinta
92 Violet diculik lagi
93 Menyelamatkan Violet
94 Bersatu
95 Dimana ayahku
96 Ke rumah kakek
97 Justin cemburu
98 Danzel
99 Ingin kerja
100 Niat jahat Biru
101 Tak terduga
102 Putus
103 Jadilah pacarku
104 Pergi
105 Danzel Vs Mario
106 Tinggal di rumah kakek
107 Bertemu nenek
108 Masa lalu
109 Kode
110 Akhir bahagia
Episodes

Updated 110 Episodes

1
Nasib Malang
2
Jingga sakit
3
Menolong Jingga
4
Garis Dua
5
Diusir
6
Tidak diakui
7
Diam-diam perhatian
8
Jadi menikah
9
Tuduhan Fabian
10
Hampir celaka
11
Lidia cemburu
12
Jingga kabur
13
Menantu dan Mertua
14
Menyelematkan Jingga
15
Fabian celaka
16
Fabian pergi
17
Luntang Lantung
18
Menjadi guru les
19
Tiga bersaudara
20
Melepas Rindu
21
Erik Masuk RS
22
POV Jingga
23
Lidia Hamil
24
Adli
25
Musibah
26
Perdebatan
27
Ingatan lama
28
Violet
29
Cerai
30
Pindah
31
Adli bersaudara
32
Dilamar
33
Syarat menikah
34
Menjebak Fabian
35
Ketemu
36
Pengganggu
37
Tunangan
38
Kebetulan
39
Kenyataan
40
Mantan suami
41
Bertemu Violet
42
Cemburu
43
jelang nikah
44
Sah
45
Tersanjung
46
Minta izin
47
Menolak kembali
48
Semut kecil
49
Menjelaskan
50
Kode
51
Penyesalan
52
Beda nasib
53
Hamil anak kembar
54
Cewek atau cowok?
55
Curiga
56
Kisah baru (Rizky dan Talita)
57
Nikahi aku
58
Main api
59
Promo novel baru TERJERAT PESONA DRIVER TAMPAN
60
Helmi jatuh sakit
61
Alasan tak terduga
62
Rencana gagal
63
Menunda
64
Double date
65
Violet ketemu
66
Karin melahirkan
67
Promo Novel Irma Kirana
68
Bertemu Lidia
69
Minta bantuan
70
Usaha yang tak sia-sia
71
Cari cara
72
Balas dendam
73
Kembar laki-laki
74
Jingga siuman
75
Menunggu Violet
76
Violet hilang
77
Mengikhlaskan
78
Pasangan pengganti
79
Rizky yang malang
80
Melati
81
Rindu yang tak terbendung
82
Karin tertangkap
83
Hukuman
84
Lamaran terencana
85
Menyelesaikan masalah
86
Kembalinya Violet
87
Justin Melviano
88
Pacar pura-pura
89
Kejutan lain
90
Saling membutuhkan
91
Mulai jatuh cinta
92
Violet diculik lagi
93
Menyelamatkan Violet
94
Bersatu
95
Dimana ayahku
96
Ke rumah kakek
97
Justin cemburu
98
Danzel
99
Ingin kerja
100
Niat jahat Biru
101
Tak terduga
102
Putus
103
Jadilah pacarku
104
Pergi
105
Danzel Vs Mario
106
Tinggal di rumah kakek
107
Bertemu nenek
108
Masa lalu
109
Kode
110
Akhir bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!