Disebuah gedung pencakar langit, seorang pria berumur setengah abad tengah meluapkan kekesalannya, dengan membuang seisi meja kerja sang putra.
Ia tak mendapati kehadiran sang putra di meeting penting perusahaannya bersama investor besar dari luar negri.
"Assiten Jho, kamu memang tidak becus! Bagaimana bisa kamu membiarkan anak begajulan itu menghilang di saat rapat penting kita." Cerca Yohanes pada assiten pribadi ke dua putranya yang bernama Jhopan.
"Maafkan saya Tuan, keberadaan Tuan Bram memang tak dapat kami lacak. Sejak semalam ia sudah mematikan ponselnya." Jawab Jhopan dengan menundukan wajahnya.
Sebenarnya Jhopan tahu dimana keberadaan Tuan Muda sekaligus sahabatnya itu, namun dia dan Sandra kompak untuk menutup mulut mereka rapat-rapat. Keduanya sangat mengetahui betapa Bram begitu merindukan sosok Aqilla yang hampir membuatnya gila, karena kehilangan dirinya.
"Kemana anak itu?" Gumam Yohanes dengan berpikir keras kemana putranya menghilang.
"Kau tahu dengan siapa terakhir dia bertemu, Jho?" Tanya Yohanes dengan tatapan penuh selidik pada Jhopan.
"Setahu saya hanya dengan Sandra dan saya Tuan di kantor ini." Jawab Jhopan masih dengan menundukkan pa dangannya.
"Kau sedang tidak berbohong dengan ku kan? Kau tidak sedang menyembunyikan dia?" Tanya Yohanes lagi.
Saat ini ia sangat menaruh curiga pada Jhopan yang berdiri dihadapannya dan menjawab pertanyaannya dengan wajah yang terus menunduk.
"Tidak Tuan, saya tidak berani berbohong pada Anda." Jawab Jhopan yang kali ini memberanikan diri menatap wajah Tuan Yohanes yang terlihat kusut karena masih menahan emosinya.
"Baik, aku percaya pada mu Jhopan. Sekarang terus cari dia sampai dapat. Jika sudah bawa dia ke hadapanku." Perintah Yohanes dengan menggebrak meja kerja putranya yang sudah hancur berantakan.
Sekepergian Jhopan, Yohanes membuka laci kerja putranya, guna mencari sesuatu yang bisa ia jadikan petunjuk untuk menemukan Bram.
Empat laci sudah ia buka dan ia acak-acak, hingga saat ia membuka laci ke lima. Yohanes nampak terkejut saat ia melihat sebuah surat yang diberikan cap jari putranya dengan tinta berwarna merah yang tercium sangat anyir.
Yohanes mengambilnya dan membaca surat itu dengan seksama dan meresapi apa yang dirasakan putranya selama ini. Yang tercurah di dalam surat tersebut.
Dear Daddy.
Aku tahu, jika kau sudah membaca surat ini, artinya kau sudah kehilanganku. Entah kehilangan diriku untuk selamanya atau aku yang pergi menghilang begitu saja tanpa kabar.
Dad, kau mengajarkan aku untuk tegar dan tak lemah. Apalagi kau selalu menekankan diriku agar aku tak menangis. Pantangan bagimu seorang lelaki itu menangis, bukan?
Tapi Dad, setiap hari-hari ku, ku lalui selalu dengan menangis. Ya. Aku menangis. Menangisi takdir hidup yang harus aku jalani. Meratapi kepergian kekasihku yang entah kemana.
Aku menjalani kehidupanku penuh kehampaan. Dan kegelapan, tapi tak ada satupun yang perdulikan, termasuk kalian yang hanya aku miliki di dunia ini.
Aku merasa tidak bisa menentukan jalan hidupku sendiri. Semua yang aku jalani adalah atas kehendak mu dan juga Mommy. Tak sadarkah kalian telah menjadikan aku boneka hidup untuk kalian.
Tak pernahkah kalian berfikir? Bagaimana aku menjalani hari-hari ku dengan keterpaksaan. Hidup dengan wanita yang tak kucintai, hidup dengan wanita yang tak pernah ku sentuh tapi ia sudah melahirkan seorang bayi di dunia ini yang kalian anggap sebagai cucu kalian. Generasi penerus perusahaan ini.
Kalian nampak begitu bahagia dengan kelahiran seorang cucu laki-laki di pernikahan sandiwara putramu, tanpa memperdulikan hatiku yang terluka, melihat sandiwara istriku yang begitu apik menipu kalian semua. Mengatakan jika dia adalah putra kandungku. Menyentuhnya pun aku tak pernah apalagi tidur bersama dengannya.
Aku diam tak bicara, tak mengatakan kebenaran yang tak akan mungkin kalian percaya atau pun kalian perdulikan. Karena aku yakin kalian lebih mempercayai istriku dibandingkan aku, putra kalian.
Sekarang aku telah pergi dan mungkin aku tak kembali. Mungkin juga aku kembali dengan seseorang yang kalian sengaja buang dari hidupku dengan cara yang keji.
Seburuk apapun dia, serusak apapun dia, karena perbuatan kalian. Dia tetap akan menjadi sebuah berlian dimata ku. Jika aku sudah menemukannya. Akan ku genggam hidupnya, agar ia tak akan lagi pergi dari hidupku. Jika kalian menghendaki kami berpisah kembali, itu artinya kalian menginginkan kematian ku.
Dad, di dalam hidupku, aku tak pernah meminta apapun dari mu. Kini, tolong izinkan aku untuk meminta sesuatu pada mu untuk pertama dan mungkin terakhir kalinya di hidupku.
Tolong jangan cari aku dan izinkan aku hidup bahagia.
Selamat tinggal Dad, semoga hari-hari mu bahagia bersama cucu palsu mu.
"JHOPAN!!!!" Pekik Yohanes dengan suara yang menggelegar bagaikan sebuah petir di siang bolong.
Jhopan yang masih berada di depan pintu ruang kerja Bram, sedang berbicara penting dengan Sandra mengenai Bram pun berlonjak kaget mendengar pekikan suara Tuan Besarnya memanggil dirinya.
Ia kembali masuk bersama Sandra dan mendapati Yohanes tengah memegang dada kirinya yang terasa sakit.
"Om!!!" Pekik Sandra yang berlari menghampiri Yohanes. Begitu pula dengan Jhopan.
"Om kenapa? Ada apa?" Tanya Sandra pada Yohanes yang ia dudukan di kursi kebesaran Bram.
"Kau baca ini Sandra, kakak sepupu mu pergi mencari Aqilla. Ia belum menyerah. Tolong lakukan test DNA pada Damian. Bram katakan dalam suratnya Damian bukan putra kandungnya. Ia tak pernah menyentuh istrinya, Calista." Ucap Yohanes dengan suara tersengal-sengal dan kemudian tak sadarkan diri.
"Jhopan cepat panggil Dokter!" Teriak Sandra panik melihat Yohanes pingsan tak sadarkan diri.
"Kita tak ada waktu untuk memanggil seorang Dokter. Kita harus segera membawanya." Ucap Jopan yang langsung mengangkat tubuh Tuan Yohanes seperti karung beras.
Ia memanggul tubuh tua itu di atas bahunya. Ia berjalan begitu cepat keluar dari ruang kerja Bram. Kepergian Jhopan dengan Sandra yang tergesa-gesa dan membawa Tuan Yohanes dalam keadaan tak sadarkan diri diatas bahu Jhopan. Membuat mereka menjadi pusat perhatian karyawan yang tengah sibuk bekerja.
Meski pun banyak pertanyaan di dalam benak mereka, tentang apa yang terjadi. Namun mereka memilih untuk menutup rapat mulut mereka masing-masing saat ini, mereka berusaha untuk tidak bergunjing yang akan merugikan mereka sendiri, jika sampai terdengar oleh atasan mereka.
Sementara itu di sebuah rumah sakit. Cella yang sudah sadarkan diri, melihat nanar suaminya yang sengaja mengepulkan asap rokok di ruang rawatnya.
"Mas, jangan merokok di sini! Aku sesak nafas Mas," ucap Cella dengan suara lirih dan lemas.
"Bagus jika kau merasa sesak nafas, cepat-cepatlah kau menghembuskan nafas terakhirmu Cella. Agar aku bisa menikah dengan Aqilla tanpa gangguan dari mu." Balas Dito yang begitu mencubit hati Cella.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
💠⃟⃝♠Yeyen
woww.. sadis banget Dito.. pilihan Aqila menggunakan Dito tepat sihh untuk balas dendamnya. 🤔
SEMANGAT Thor 🤗
2023-04-26
1
🔵🍃⃝⃟𝟰🫦𓆩𝐃𝐄𝐒𝐒𓆪♐𝐀⃝🥀
wkwkwk cupal 🤣
2023-04-12
0
Pendekar Sepuh
pantesan Bram masih ngejar2 Qilla, rupanya istrinya selingkuh.
2023-03-21
0