Bukannya menunduk malu, mata Hulya malah memicing menatap wanita di hadapannya ini.
"Saya datang untuk bicara dengan karyawan Anda baik-baik, tapi apa yang saya dapatkan! Dia justru melakukan kekerasan pada saya!" balas Hulya sengit.
"Pantas aja dia bersikap barbar, ternyata atasan dan kondisi kantornya memang buruk!" desisnya.
Wanita yang mengantar Hulya tersenyum sinis, "Kondisi kantor saya buruk? Karena apa? Karena saya tidak berhijab seperti Anda?"
Dia lalu tertawa meremehkan, astaga Hulya kenapa dia selalu merendahkan wanita lain tentang cara berpakaian mereka.
Istriku benar-benar seperti orang dungu!
"Saya ngga akan menyalahkan hijabnya. Yang saya sayangkan adalah orang seperti Anda inilah yang merusak agama yang indah, karena mulut dan kelakuan busuk Anda!" balasnya telak.
"Datang ke kantor orang, meminta orang lain membatalkan pernikahannya, apa Anda ngga punya malu? Mana yang katanya perempuan bermartabat tinggi! Justru kelakuan Anda memalukan sebagai perempuan!" Sambar wanita itu.
"Tunggu! Tolong jelaskan sama saya, atau paling enggak ayo kita masuk dulu Mbak," pintaku.
"Apaan sih mas! Aku ngga mau orang ini masuk ke rumahku! Aku ngga terima di hina seperti ini. Aku akan melaporkan Sarah dan kantornya, ke kantor polisi!" kecam Hulya.
Lagi-lagi wanita itu tampak santai menanggapi makian dan ancaman Hulya.
"Silakan jika Anda tak mau saya buat malu lagi. Ingat, banyak saksi dan CCTV yang menyaksikan bagaimana kelakuan Anda!" jawabnya tenang.
Kulihat Hulya tampak gusar. Jadi wanita di depanku ini adalah atasan Sarah? Dan Hulya datang ke kantornya Sarah membuat keributan.
"Sebaiknya saya pulang Mas. Tolong didik istrinya dengan baik, wanita yang sudah memiliki suami merendahkan harga dirinya dengan berharap pada laki-laki lain?" ejeknya.
Hulya mengepalkan tangannya, dia pasti sangat murka. Saat Hulya mengangkat tangannya hendak menyakiti wanita di hadapanku ini, segera kuhentikan aksinya.
"Mau apa kamu? Mau mempermalukan aku lagi HAH! Sepertinya kamu sudah tak sabar ingin bertemu dengan abi dan Bang Zhafran," tantangku.
Dia memberontak hendak melepaskan cekalan tanganku. Namun tak akan kulepaskan sebelum kupastikan tamuku aman.
"Maaf Mbak eh Bu ...." ujarku yang belum mengetahui namanya.
"Saya Farah," jelasnya.
"Maaf Bu Farah, terima kasih sudah mengantar istri saya pulang, sebaiknya Ibu pergi sebelum keadaan makin kacau," pintaku tak enak hati.
Farah sepertinya tak memusingkan kelakuan Hulya yang terus memberontak hendak meraihnya.
Ya ampun Hulya mau apa dia? Wanita yang dulu kupikir lembut itu justru berubah seperti preman yang selalu ingin melakukan kekerasan sebagai penyelesaian masalahnya.
"Lepasin Mas! Biar aku robek mulutnya itu!" makinya.
"CUKUP HULYA!" bentakku akhirnya.
Farah tersenyum sinis dan berlalu pergi meninggalkan kami.
Tak lama Hulya menangis tergugu hingga dia ambruk di kakiku.
Ada beberapa orang lewat menyaksikan pertengkaran kami.
"Ada apa Mas Ragil?" tanya Bu Eva, tetangga samping kiri rumahku.
Untungnya hanya Bu Eva yang keluar, tetangga depan dan samping kananku masih dalam keadaan sepi. Mungkin mereka belum pulang kerja.
Ya hanya Bu Eva yang sering berada di rumah sebab dia hanya ibu rumah tangga.
Komplek perumahan kami hanya berisi sepuluh rumah per gang, dan baru di isi sekitar tujuh rumah di gang ini.
Kebanyakan dari kami pasangan muda, jadi keadaan gang perumahanku tampak sepi.
"Ngga papa Bu Eva, maaf ganggu," jawabku seadanya.
Untungnya beliau tak bertanya banyak hal, dia hanya mengangguk lalu melihat Hulya sekilas dan kembali masuk ke dalam rumahnya, tak ingin tau terlalu jauh mungkin.
Kami juga tak terlalu dekat, hanya terkadang aku dan suaminya sering berbincang jika ada rapat rukun tetangga.
"Ayo Ya! Kamu mau jadi tontonan orang!" ujarku paksa.
Sengaja kutinggalkan dia sendiri. Aku lelah harus menghadapi sikap Hulya yang makin hari makin tak jelas bagiku.
Tak lama ternyata dia mengikutiku sambil masih terisak. Setelah kubuka pintu aku memutuskan untuk duduk di sofa ruang tamu.
"Duduk Ya! Kita harus bicara," pintaku.
"Aku lelah!" tolaknya.
"Kamu harus menjelaskan padaku, karena aku masih suamimu HULYA MAULIDA!" ucapku penuh penekanan.
Dia menatapku sekilas lalu akhirnya duduk di hadapanku.
"Apa yang mau mas ketahui? Bukankah wanita calon penghuni neraka itu sudah memberi tahu mas tadi?" tantangnya.
Astaga siapa dia berani mendahului Tuhan tentang surga dan neraka seseorang.
"Kamu yakin sekali dia masuk neraka! Lalu kamu sendiri? Aku tanya padamu? Lalu Tuhan akan menaruhmu di mana Hulya? Wanita yang sudah berzina dengan lelaki lain!" cibirku.
Dia melotot menatapku tak terima, "aku tidak pernah berzina! Jangan lancang kamu mas!" makinya.
"Ya mungkin tidak berzina tubuh, tapi kamu berzina hati, kamu sadarkan?" cibirku.
"Hati bukan aku yang bisa mengendalikan, ini perasaan dari Tuhan! Kamu yang fakir ilmu ngga usah bicara tentang agama sama aku mas!" jawabnya sombong.
"Sudahlah percuma bicara sama kamu. Yang jelas kamu sudah keterlaluan, apa maksud kamu mendatangi tempat kerja Sarah? Dia dan Azam mau menikah, kenapa kamu mencampuri urusan mereka!" tandasku.
"Aku yakin mas Azam mencintaiku, dia tak mencintai Sarah. Harusnya dia berterima kasih sama aku karena membuka mata hatinya, kalau mereka tak seharusnya bersama," jawabnya pongah.
Aku bingung dengan jalan pikiran Hulya, dia berkata seolah apa yang dilakukan olehnya itu hal yang wajar.
Memang perasaan bukan kita yang bisa menghendakinya. Namun sebisa mungkin harusnya bisa ia tahan, memang seperti itu kodratnya, itulah cobaan.
"Aku ngga ngerti gimana pikiranmu Hulya. Ingat, kamu punya mulut Sarah pun sama, jangan sampai dia mengadukan tindakanmu pada abi. Aku yakin kamu paham maksudku," tukasku.
Seketika matanya membulat sempurna, "kurang ajar, apa kamu bertemu dengannya!" bentak Hulya.
"Kenapa?" tantangku.
Dia membuang muka, jangan bilang dia kesal karena aku bertemu dengan Sarah tanpa sepengetahuannya.
"Kamu bilang aku berzina, lalu apa yang kamu lakukan bukankah sama aja!"
"Ternyata dia juga mencoba merayumu kan? Munafik!" cibirnya.
Aku menghela napas, dia selalu saja menjawab ucapanku dan selalu berpikiran yang tidak-tidak.
Seperti itulah orang jika melakukan kesalahan, dia pasti akan merasa orang lain pun melakukan hal yang sama dengannya.
"Kami tak sepicik kamu Hulya! Dia datang untuk memintaku menasihatimu, dia mengadukan kelakuanmu yang sudah berani terang-terangan memintanya mundur!" balasku sengit.
"Sama saja! Seharusnya kamu menemuinya denganku! Jangan sendirian!"
"Apa yang sendirian?" sela seseorang di depan, membuatku dan Hulya seketika panik.
"Abi, Umi," lirihku bersamaan dengan Hulya.
Jantungku berdebar sangat kencang, takut jika mertuaku mendengar pertengkaran kami.
Karena di liputi amarah dan fokus berdebat dengan Hulya, aku bahkan tak mendengar suara mobil mereka.
"Kamu kenapa Hulya!" sambar Umi panik, lalu segera mendekati putri bungsunya.
Abi lalu menatapku tajam, mungkin dia berpikiran yang tidak-tidak tentangku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Affaba family02
greget sama si Hulya, wanita pongah dan sombong
2023-03-24
0
elvi yusfijar
koq aku yg ga sabar ya pengen cepat ketauan kelakuan si huhul sama abi dan umi
2023-03-09
0
Ratna Dadank
astaghfirullah mba Hulya...
kasihan mas Ragil nya...
Abi jangan hanya karena melihat keadaan mba Hulya ya Abi berfikir kalo Ragil yg menyakiti Hulya...
next thor
2023-03-09
1