Bab 13

Bahu Sarah bergetar, dia pasti menangis. Nasib kami terjebak oleh sikap pasangan kami.

Hulya dengan perasaan tak tau dirinya, sedangkan Azam yang tak mau mengerti ketakutan calon istrinya.

Aku sebenarnya bingung apa yang mereka mau, tak bisa kah mereka mengerti perasaan kami.

Sarah pasti bimbang, tapi tak ada yang bisa kulakukan untuknya.

"Maaf Mas Ragil. Aku sungguh bingung, perasaan cemas ini ngga mau enyah dari pikiranku. Apa aku salah?" tanyanya setelah bisa menenangkan diri.

Kugeser kotak tisu ke arahnya. Aku hanya bisa mendengarkan keluhannya tanpa bisa membantu menyelesaikan masalahnya, bahkan sekedar menjawabnya.

"Sebaiknya aku pulang, terima kasih atas waktunya Mas Ragil. Aku berharap kita bisa lepas dari beban masalah ini," ujarnya sembari bangkit.

Aku hanya mengangguk lalu melepaskan kepergiannya seorang diri.

Saat hendak kembali duduk demi menenangkan pikiranku yang kalut, ponselku berdering. Tertera nama Saeba yang menghubungi.

"Assalamualaikum Ba ada apa?" sapaku setelah menerima panggilannya.

"Emm ... Maaf Bang Ragil. Saeba ada perlu," lirihnya, lebih tepatnya dia seperti berbisik padaku.

"Perlu apa?" tanyaku mengernyit heran. Tak biasanya Saeba memerlukan bantuanku.

Semenjak menikah, sepertinya kebutuhannya sudah tercukupi oleh Faisal, jadi keperluan apa yang dia inginkan dariku.

"Emm, begini Bang, boleh ngga Saeba pinjam uang?" ucapnya gugup.

"Uang? Buat apa? Maaf bukannya Abang ngga mau kasih, cuma tumben aja kamu perlu uang," tanyaku.

"Issh Bang Ragil ngga perlu tau, bisa enggak bantu Saeba aja tanpa banyak tanya!" pekiknya kesal.

Aku bingung dengan Saeba, jika memang dia memerlukan uang, harusnya dia bicara baik-baik padaku, ini justru dia yang kesal.

Kenapa setelah menikah perangainya jadi begini? Baru beberapa waktu lalu kami bertemu dan dia tampak baik-baik saja, tapi kini dia kesulitan keuangan.

"Ya Allah, Ba, Abang cuma tanya, lagi pula Abang khawatir!" sergahku.

"Maaf Bang, tapi Abang janji jangan bilang-bilang sama ayah dan ibu ya?" pintanya.

Pantas dia berbicara dengan berbisik, sepertinya dia tak ingin memberitahu masalahnya pada orang tua kami.

"Baiklah, jelaskan sama Abang ada apa?"

"Bang Faisal ngga bisa kasih Saeba uang Bang. Dia bilang keluarganya lagi banyak keperluan," lirihnya.

Aku menghela napas, yang kutahu Faisal bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji yang lumayan. Sekitar lima belas juta.

Entah keperluan apa yang harus dia selesaikan hingga tidak bisa mencukupi kebutuhan adikku.

"Maaf Ba, Abang mau tanya apa kamu sering memberatkan suamimu?" tanyaku hati-hati.

Saeba dan menikah bukan atas dasar perjodohan, Faisal adalah kakak kelasnya. Aku juga tak paham apa dulunya mereka berpacaran atau tidak, karena keputusan Saeba untuk menikah muda kala itu juga menjadi keterkejutan bagiku.

"Enggak Bang, Saeba bahkan hanya di jatah dua juta aja, itu pun Saeba bagi dua dengan ibu, untuk keperluan rumah," jelasnya.

"Ibu juga sering mengeluh Bang, Saeba sebenarnya ngga enak, tapi Saeba bisa apa. Beruntungnya ada uang dari abang untuk menutupi kebutuhan kami. Tapi sekarang, usaha ayah ..."

"Kenapa usaha ayah?" walaupun aku bisa menebak jika usaha ayah sepertinya gulung tikar lagi.

Ayah membuka sebuah usaha rumah makan soto. Itu pun baru berjalan tiga bulan yang lalu, ya tepat sebelum aku menikah.

Aku sempat melarang ayah membuka usaha seperti itu, selain memerlukan tenaga yang besar, aku rasa risikonya juga cukup besar.

Namanya makanan matang, kalau tidak laku pasti basi dan akhirnya harus di buang.

Namun ayah bersikeras katanya usaha makanan bisa mendapatkan untung seratus persen, nyatanya hingga sekarang aku tak melihat kemajuannya.

Jangan sampai ucapan Hulya tentang ayahku terbukti. Sungguh aku bisa malu sekali padanya.

"Warung ayah udah dua minggu ini tutup Bang. Karena sepi dan selalu rugi. Saeba pinjam juga untuk memenuhi kebutuhan rumah karena Bang Faisal tak bisa memberi bulan ini," lanjutnya.

Kupijat keningku. Kenapa permasalahan keluarga kami selalu berputar di kondisi keuangan.

"Apalagi ayah bilang akan membuka usaha martabak," ucap Saeba kemudian.

Aku kembali terkejut, modal yang di butuh kan ayah untuk membuka warung soto saja lumayan besar yang hingga saat ini aku tak tau uang dari mana mereka.

Memang aku sempat membantu, tapi aku yakin uang yang aku berikan masih berkurang jauh.

"Usaha ini aja gagal, kenapa ayah malah mau buka martabak Saeba! Apa kamu atau ibu ngga ada yang memberi ayah masukan!" cecarku.

"Udah Bang, ibu bahkan malu kalau sampai ayah kembali meminjam sama abah Afdhal—"

"A-apa abah Afdhal?" potongku.

"I-iya Bang, Abang ngga tau kalau selama ini mertua Abanglah yang membantu ayah?" tanya Saeba bingung.

Ternyata benar ucapan Hulya jika abinya lah yang selama ini membantu ayahku.

Aku jadi bingung dengan ayah, dia selalu ingin di turuti apa pun keinginannya, tapi tak pernah sekalipun berusaha mempertahankan apa yang dia miliki.

Seperti usaha, dia selalu menggebu-gebu jika sedang merencanakan sesuatu dan harus segera terealisasikan, tapi hanya sebentar, lalu setelahnya dia tinggalkan.

Apa karena Ayah merasa jika bisa meminjam pada besannya jadi dia bersikap seenaknya.

Apa ayah tidak memikirkan dampaknya! Sungutku kesal.

"Apa ayah bisa mengembalikan uang yang di pinjami abi Afdhal untuk modalnya?" tanyaku serius.

"Menurut ibu, keluarga mertua abang tak pernah menganggapnya hutang, makanya ayah berlaku seenaknya Bang, sepertinya."

"Ya sudah Ba, nanti abang transfer uang lima juta untukmu ya, pergunakanlah dengan baik. Tanyakan juga pada suamimu, keperluan apa hingga tak bisa memberikan nafkah untukmu."

"Lagi pula gaji suamimu lumayan besar Saeba, kenapa kamu hanya di jatah dua juta saja!" sambungku penasaran.

"Abang tau kan kalau Bang Faisal juga anak pertama, dia membiayai semua kebutuhan keluarganya Bang," lirihnya.

"Makanya Saeba berencana untuk bekerja, demi bisa mencukupi kebutuhan kami," sambungnya.

"Apa kamu sudah membicarakannya dengan suamimu?"

"Bang Faisal pernah melarang, tapi mau bagaimana lagi Bang, ekonomi kita lagi terpuruk saat ini," isaknya.

Setiap bulan aku selalu memberi keluargaku uang sebesar lima juta rupiah dan untuk Hulya juga lima juta rupiah, sedangkan untukku sendiri hanya sekitar dua hingga tiga juta rupiah saja.

Percetakanku tidak terlalu besar, aku harus menyimpan uang untuk biaya sewanya dan juga membayar gaji para karyawan, serta untuk kebutuhan lainnya, entah perawatan mesin atau hal tak terduga lainnya.

"Saeba juga malu kalau merepotkan Abang terus," lanjutnya.

"Kalau Abang bisa bantu, pasti Abang bantu Ba, kamu yang sabar ya, semoga rumah tanggamu kembali baik-baik saja," tutupku.

Tak kusangka kalau ternyata di balik sikap harmonis adikku dan suaminya, ternyata mereka juga tengah memiliki masalah sendiri.

Aku hanya bingung dengan Faisal, bagaimana bisa dia memberikan nafkah pada adikku dengan tak layak seperti itu.

Dia itu orang yang berpendidikan, pasti tau kebutuhan hidup sehari-hari.

Meskipun anak lelaki yang masih juga harus bertanggung jawab pada keluarganya, seharusnya Faisal tak menyepelekan kebutuhan Saeba sebagai istrinya.

Aku memutuskan kembali ke toko, sebab hari ini aku juga harus berbelanja keperluan tokoku bersama dengan Hendi.

"Ayo Hen, keburu sore nanti!" ajakku kemudian.

Hendi menagih janji tentang Sarah dan keperluannya menemuiku. Dia hanya bisa terkekeh mendengar ceritaku.

"Sumpah, aku kira kisah rumit seperti kalian cuma ada di drama yang sering di tonton mamahku. Ternyata di dunia nyata juga ada!" kelakarnya.

"Sialan!" sergahku lantas meninju bahunya.

Meski aku tak menyangkal hidupku yang memang terasa rumit, seperti sebuah drama.

"Lalu apa keputusanmu Gil?"

"Kami sudah pisah ranjang, meski belum ada kata talak, kamu tahu, aku harus meminta orang menjadi saksi. Talak tak bisa kukatakan begitu saja di depan Hulya," jelasku.

"Jadi ... Kalian memilih bercerai?" ucapnya tak percaya.

"Mau bagaimana lagi Hen, dia pun tak ingin melanjutkan pernikahan ini," jelasku malas.

Hendi menepuk bahuku menyemangati.

Saat kami baru turun dari mobil hendak ke sebuah toko yang kami tuju, tiba-tiba Hendi menujukan seseorang padaku.

"Bukannya itu iparmu Gil?" tanyanya sambil menunjuk orang di seberang kami.

.

.

.

Tbc

Terpopuler

Comments

Ratna Dadank

Ratna Dadank

ada apa dengan Faisal...
serumit ini kah kehidupan keluarga Ragil...

next Thor..
keren ceritanya

2023-03-07

1

Ratna Dadank

Ratna Dadank

ada apa dengan Faisal...
serumit ini kah kehidupan keluarga Ragil...

next Thor..
keren ceritanya

2023-03-07

1

elvi yusfijar

elvi yusfijar

ouh ouh ada apa dgn faisal

2023-03-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!