Di sana kulihat Faisal bersama dengan keluarganya. Mereka tengah makan di sebuah restoran di dalam sebuah Mall.
Aku tak menyangka sikapnya sangat keterlaluan seperti ini, di saat adikku tengah terpuruk dengan kesulitan ekonomi karena nafkah yang tidak dia beri.
Di sini malah dia asyik-asyikan menghabiskan waktu dengan keluarganya dan melupakan adikku.
Dengan geram kulangkahkan kaki hendak mendekatinya.
"Hei! Kamu kenapa kelihatan kesal?" tanya Hendi mencegah langkahku.
"Saeba baru aja bilang kalau suaminya ngga memberi dia nafkah, sedangkan di sini dia bersenang-senang dengan keluarganya!" ujarku tak terima.
"Tunggu! Jangan gegabah, kamu jangan hanya mendengar dari sebelah pihak. Lagi pula itu bukan urusanmu, kalau kamu ikhlas memberi, tak selayaknya kamu mencampuri urusan rumah tangga adikmu Gil," jelas Hendi.
"Tanyakan baik-baik!" titahnya. "Aku ke agen dulu," lalu dia pergi meninggalkanku.
Kulangkahkan kaki kembali menuju tempat Faisal dan keluarganya. Langkahku terhenti kala mereka membicarakan Saeba dan keluargaku.
Untungnya ada pembatas dari kayu untuk meletakan bunga-bunga hias di sana, hingga Faisal dan keluarganya tak mengetahui keberadaanku.
"Gimana itu Saeba? Ngga ngamuk kau kurangi jatahnya Sal?" tanya seorang wanita yang kuyakini itu ibunya Faisal.
"Ngamuk Mah, biarkan saja, aku rasa tiga juta cukup. Dia terlalu boros, sama seperti ibunya. Aku benar-benar lelah Mah," adu Faisal pada ibunya.
Tubuhku limbung, untungnya ada kursi di dekatku untuk berpegangan.
Takut mengacau dan keberadaanku ketahuan, aku memilih duduk membelakangi mereka.
Seorang pelayan lantas datang ke mejaku sambil menyodorkan buku menu. Kupesan asal yang ada di buku menu sambil tersenyum kaku.
Ada apa denganmu Saeba? Mengapa kamu ikut membohongi abang seperti ini, batinku getir.
"Mamah bingung sama keluarga mertua kamu loh, apa lagi istri kamu, emang harus gitu kalau ke pengajian pakaian harus selalu baru? Memangnya mereka selebriti!" keluh ibunya Faisal.
"Yang sabar Sal, mau bagaimana lagi, itu persyaratan dari om kamu agar beliau mau membantu usaha kita," sela suara berat seorang laki-laki yang aku yakin itu bapaknya Faisal.
Ternyata Faisal mau menikahi Saeba pun atas keinginan ayah mertuaku. Aku bingung apa mungkin Saeba yang mencintai Faisal sedangkan Faisal hanya terpaksa menerima adikku.
"Mertuamu gimana Sal? Ikut marah-marah juga kamu potong jatahnya?" lanjut mamah Faisal.
Di sini aku menguping banyak hal, jika Saeba yang berbohong tak mungkin Faisal dan keluarganya membicarakan mereka.
Mungkin bjsa saja aku merasa Faisal lah yang berbohong jika berhadapan langsung, tapi ini mereka tidak tau kalau aku menguping pembicaraan mereka.
Namun bisa juga Faisal yang sedang berbohong dengan menjelek-jelekkan Saeba dan keluargaku, kepada keluarganya.
Kupijat pangkal hidungku. Kenapa semua seolah berlomba membuat teka-teki dalam hidupku.
"Marahlah Mah, makanya dari kemarin Faisal ngga pulang. Faisal heran, padahal Abang ipar Faisal juga mengirim uang yang besar untuk mereka, tapi selalu aja kurang!" jawab Faisal kesal.
"Bahkan ayah mertua udah ngga dagang lama, kerjaannya uring-uringan mulu. Gilanya dia minta buka martabak, gara-gara tetangga kami ada yang sukses! Selalu seperti itu, tapi bentar doang udah lama lalu bosen!" ketusnya.
Lagi-lagi aku terkejut dengan cerita Faisal. Dia yang tinggal serumah dengan orang tuaku, jadilah paham apa yang terjadi dengan mereka.
Tapi aku merasa sangsi, ayah bahkan membantuku saat aku akan membeli rumah untuk tempat tinggal bersama Hulya.
"Kenapa kamu ngga ngontrak aja! Atau beli rumah gitu kaya abang iparmu?" saran bapaknya Faisal.
"Faisal udah bilang sama Saeba, tapi dia menolak, katanya dia anak bungsu yang akan mewarisi rumah orang tuanya. Lagi pula dia ingin merawat orang tuanya," jelas Faisal.
Tak salah jika Saeba berpikiran seperti itu, tapi jika suaminya keberatan, harusnya Saeba menuruti keinginan suaminya.
Mendengar kisah Faisal dan kehidupan Saeba yang aku lihat waktu itu. Kurasa Faisal tak berbohong saat cerita kepada orang tuanya.
Tubuh subur Saeba serta pakaian yang di kenakannya memang selalu terlihat modis, jika menilai dari situ wajar jika aku berpikir jika kehidupan Saeba makmur tanpa kekurangan.
"Suruh aja Saeba bekerja Mas!" suara perempuan menginterupsi, aku menebak mungkin itu adik Faisal.
"Udah, tanya itu teman kamu si Ani, mas pernah tanya ada lowongan di tempat dia. Saat mas kasih tau Saeba, kamu tau di jawab apa? Tugas nyari nafkah itu tugas mas, bukan dia! Di tolak mentah-mentah!" jawab Faisal.
"Ya ngga salah emang, tapi harus terima apa yang suami kasih, ini malah ngerong-rong aja bisanya!" ketus mamahnya Faisal.
"Eh ... Eh mas, kalau rumah tangganya mbak Hulya gimana ya? Secara dia juga kan di paksa nikah sama suaminya! Mana Hulya itu kan benci banget sama keluarga mertua Mas!" sela seorang wanita sambil terkekeh.
Apa ini yang buat Hulya tak mau membuka hatinya padaku? Karena dia membenci keluargaku. Karena apa?
"Mas sebenarnya kasihan sama Bang Ragil. Jangan bilang-bilang ya, mas pernah dengar obrolan mertua mas, kalau Bang Ragil itu bukan anak mereka," tandas Faisal.
Aku terkejut bukan main dengan kenyataan ini. Cukup, ini ngga bisa di biarkan, aku yakin Faisal saat ini sedang membual.
Kulangkahkan kaki mendekati mejanya. Mereka yang tadi tampak santai berbincang, tiba-tiba menegang melihatku.
Terlihat dari tatapan mata mereka yang sedikit membesar sesaat tadi.
"Bang Ragil?" sapa Faisal gugup.
"Nak Ragil, silakan duduk," tawar bapaknya Ragil santai.
Sepertinya mereka berusaha menyikapi kedatanganku dengan tenang.
"Kapan Bang Ragil sampai? Lagi ada perlu di Mall ini?" tanya Faisal mencairkan suasana.
"Enggak, Abang mampir ke agen di depan sana, tadi pas lihat kamu, Abang pikir ada Saeba. Ke mana Saeba?" tanyaku pura-pura tak tahu.
"Saeba di rumah Bang," jawab Faisal datar.
"Kenapa ngga di ajak? Kalian baik-baik aja kan?" tanyaku pura-pura cemas.
Dia mendengus sambil mengaduk minumannya. "Baik," jawabnya enggan.
"Bisa kita bicara berdua Sal?" ajakku.
Tanpa banyak kata Faisal bangkit, terlihat keluarganya saling melempar pandangan.
"Saya pinjam Faisal sebentar ya Pak, Bu," ucapku sebelum melangkah pergi. Bapak Faisal yang menjawab dengan anggukan.
Kami duduk di meja baru. Bukan meja yang aku tempati saat menguping pembicaraan mereka.
Aku ingin sebuah kejujuran meski terasa menyakitkan, mungkin ini salah, tapi kurasa hanya dari Faisal aku tau tentang keluargaku yang sebenarnya.
"Rumah tangga kamu dan Saeba baik-baik aja Sal?" tanyaku membuka percakapan.
"Memang ada Saeba bilang sesuatu sama Abang?" sekak mat, dia balik mempertanyakannya padaku.
Sepertinya Faisal tau ke mana arah pembicaraan kami.
"Ada, tapi Abang ngga ingin gegabah hanya mendengar dari sebelah pihak. Makanya Abang juga bertanya sama kamu," jelasku tak ingin dia salah paham.
Dia menghela napas, "kalau aku cerita sama Abang, apa abang yakin mau percaya denganku?" tantangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
elvi yusfijar
kasihan mas ragil, padahal dia baek banget
2023-03-08
0
Ratna Dadank
ya Ampuunn... keluarga macam apa mereka..
memanfaatkan status orang,kasihan Ragil,
semoga ada jln keluar ya...
gak nyangka saeba pinter bngt drama nya...
next Thor...
2023-03-08
0