Jean berjalan menuju mobil yang sudah terparkir di depan mansion Valera, Jean melihat Enver yang sudah terduduk sambil menelepon didalamnya. Mobil melaju sesaat sesudah Jean duduk dan pintu mobil tertutup. Jean menahan dagunya dengan tangannya yang mengepal dan sikut yang bersangga pada bagian pintu mobil yang agak cekung. Sesekali dia melirik Enver yang terlihat sangat serius dengan percakapannya.
Ada hal yang aneh, mengganjal dalam perasaan Jean, Jean melihat pergelangan tangannya yang tak pernah terlepas dari plester. Jean menyadari kalau seperti biasa, plester itu baru. Itu menunjukan, kalau Enver mendatanginya tadi malam saat Jean terlelap.
Hari itu seharian Jean melakukan fitting baju pengantin, membeli beberapa perlengkapan pernikahan termasuk cincin bersama Enver. Jean yang terbiasa mendengar kata-kata temannya yang terkadang memanggilnya tunangan Enver seringkali lupa, bahwa sejak awal tak pernah ada pembicaraan tentang hubungan aneh dirinya dengan Enver. Jean mengikuti semua prosedur yang di jadwalkan oleh salah satu sekretaris Enver, sedangkan Enver hanya terus melakukan panggilan, lagi dan lagi.
Bahkan hingga di perjalanan pulang kembali ke mansion.
“Ya, oke. Ingat jangan sampai gagal, kita sudah berjuang cukup lama untuk keberhasilan yang kita harapkan. Jangan membuat celah”. Kata-kata Enver sembari menutup ponselnya, membuat Jean segera melirik ke arahnya.
“E.. Enver..”, “Sebentar, aku masih ada urusan”, Enver memotong perkataan Jean dengan sikapnya yang acuh, sembari mencoba menghubungi kontak lain untuk kesekian kalinya.
“AAAkkkkhhhh!!!”, Teriakan Jean memekik di dalam mobil. Teriakan itu mengagetkan seisi mobil, sampai sang supir secara refleks menepi ke bahu jalan.
Enver menatap Jean bingung, setelah ponsel yang dia pegang, hilang seketika dirampas oleh Jean.
“Halo tuan?”, “Maaf tidak jadi pak!”, Jean menjawab suara dari ponsel Enver , dan kemudian menutup panggilan dan menggenggam ponsel Enver dengan erat.
“Apa yang sedang kamu lakukan sekarang?”, Enver yang terlihat kesal mencoba menahan amarahnya.
“Seharusnya aku yang bertanya mengenai hal itu, apa yang kau lakukan selama ini?, SUDAH HAMPIR TIGA TAHUN KAMU MENGABAIKAN KU!!”, Luapan Emosi Jean yang terlihat membuncah.
“Apa maksudmu?, kembalikan ponselku!”, perkataan Enver membuat wajah Jean yang terlihat marah semakin terbakar.
“'Apa maksudmu?'?, kamu yakin kamu tak salah bertanya padaku?. Kalau kamu sebenarnya sedang menjadikanku sebagai tikus percobaan, maka hasilnya adalah aku sekarang menjadi orang gila!!”, Jelas Jean memaki.
Biasanya, sebelum Jean lulus dari sekolahnya, Jean selalu bertemu dengan teman-temannya. Hal itu membuat Jean sedikit melupakan masalahnya dengan Enver. Tapi sudah beberapa bulan sejak lulus, dan sudah lama dia tidak bertemu dengan teman-temannya. Rasa stresnya menumpuk di ubun-ubun, dan hari itu sepertinya waktunya meledak.
“Aku mencoba menemui, menelepon mu, dan bahkan bertanya melalui chat, tapi kamu tak merespon ku sama sekali. Kau tahu, aku mengirimi chat setiap hari selama hampir tiga tahun kurang!”, Jean benar-benar meledak.
“Tenanglah Jean, aku sibuk akhir-akhir ini, jadi..”, Enver mencoba memegang bahu Jean, namun Jean menepis bersamaan dengan air matanya yang sudah banjir.
“Je.. jean, kamu kenapa?”, Enver yang benar-benar terlihat seperti tak mengerti apa yang dirasakan Jean membuat air mata Jean semakin membuncah.
Jean menangis sekeras-kerasnya saat itu.
“Kami duluan”, bisik Enver kepada supir sambil kemudian memeluk Jean yang meronta. Perasaan yang dulu dia rasakan, saat jantungnya seperti mau copot, perasaan seperti saat terjatuh dari ketinggian kembali Jean rasakan. Membuat Jean yang tadinya meronta menolak pelukan Enver kini mencengkram baju Enver dengan kuat. Dan saat itu Jean menyadari mereka berpindah tempat, ke kamar Jean di mansion.
“Tenanglah, ada apa tiba-tiba?, kenapa kamu menangis seperti ini?”, Enver bertanya kepada Jean sambil memeluk Jean erat.
Jean yang entah kenapa berangsur tenang saat Enver memeluknya, hanya mencoba membuka mulut seraknya.
“E.. Enver,kamu tidak berbicara kepadaku selama ini, kamu juga tiba-tiba membawaku untuk mempersiapkan pernikahan, dan bahkan saat pertama kali masuk sekolah saat aku sudah tinggal disini bersamamu, ingatan teman-temanku berubah”. Jean mengeluarkan unek-uneknya dengan perasaan lebih tenang. Hingga Enver mencoba melepaskan pelukannya agar bisa melihat wajah Jean.
“Bukankah aku sudah memberi tahumu?, bahwa aku akan menikahi mu?”, Jelas Enver membuat alis Jean memicing, seolah bertanya, kapan?.
“Saat itu, saat aku bilang aku tak akan melakukan ‘itu’ sebelum kita menikah. Bukankah itu sudah sangat jelas?”, Pernyataan Enver membuat Jean tak bisa berkata-kata.
“Dan tentang teman-temanmu yang memiliki ingatan yang berbeda dengan kenyataan, itu karena keberadaan kami, para vampire tak boleh sampai ketahuan oleh publik, kami hampir punah, dan akan merepotkan jika sampai ada manusia yang tidak berkepentingan mengetahuinya”. Jelas Enver.
“Aku berniat memberitahumu nanti saat semua urusanku selesai, ini tak akan lama, mungkin sekitar 3 tahun lagi”, Jelas Enver perlahan.
“Apa ?, 3tahun kamu bilang sebentar?”, Jean mulai ter sungut kembali.
“Aku tak tahu, mungkin bagi para vampire 3 tahun itu hanya seperti 3 bulan? , tapi 3 tahun untuk manusia, itu terlalu lama kau tahu?”, Jelas Jean menerka Enver tak mengerti konsep waktu manusia biasa seperti dirinya.
“Be.. begitukah?, maaf kan aku. Mari mengobrol nanti saat makan malam, jadi jangan menangis oke”. Ucap Enver sembari mengusap lembut pipi Jean. Tanpa sadar Enver menciumi pipi Jean, dan kemudian menuju bibir Jean.
Jean hanya terdiam, entah kenapa dia merasa kalau Enver memang benar-benar kekasihnya, entah sejak kapan juga. Apakah karena terbiasa dianggap sebagai tunangan Enver oleh teman-temannya selama ini. atau mungkin memang begini cara para vampire mengungkapkan perasaannya?.
Jean yang tenggelam dalam pikirannya hanya terus menerima ciuman Enver dengan senang hati, seperti seorang kekasih yang menyerah untuk marah kepada pasangannya. Hingga Enver tiba-tiba menggigit leher Jean. Jean yang tadinya terhanyut dalam kenikmatan sambil menutup matanya, sekejap membuka matanya. Dia mengingat ocehannya di taman mengenai kucing dan anjing yang di ciumi oleh pemiliknya, pada akhirnya hanya peliharaan kah?.
Perasaan Jean bergejolak, melamun di tengah decakan lidah Enver yang menjilati darah di leher Jean.
Sungguh memalukan, selama ini dia terbawa suasana dan tak tahu tempat, Jean merasa sangat marah, tapi teredam oleh keadaan dua temannya yang sesuai janji di selamatkan oleh Enver dari panti.
Terbesit di pikiran Jean, selama 2 tahun lebih ini, berapa orang yang mati di panti?. jika dia tidak ikut dengan Enver, mungkin dua tahun lagi Jean sudah harus meregang nyawa?. Atau sebenarnya mungkin dia juga akan mati lebih cepat disini?.
Sirat bahagia Jean yang sempat dia pancarkan beberapa menit lalu, padam seketika.
“Apa kamu baik-baik saja?”, Tanya enver menatap Jean dengan bibirnya yang memiliki bercak darah.
“Entahlah, bukankah kamu yang tahu?”, Jawaban Jean yang membalikan pertanyaan kepada Enver, membuat Enver menatap bingung.
“Menurutmu aku bisa melewati umur 21 tahun ?”, Jean bertanya lagi menegaskan apa yang dia maksud.
Tapi sejak awal, konsep berpikir dua orang itu sudah sangat berbeda.
“Entahlah, umur adalah kekuasaan tuhan, tapi aku berharap kamu berumur panjang”, Jawaban terbaik menurut Enver, menjadi gejolak dipikiran Jean.
Dari sana Jean mempertanyakan perasaannya sendiri, karena entah kenapa dia merasa , bahkan jika Enver memberikannya omong kosong mengenai keselamatan hidupnya, dia akan tetap bertahan di sana, bahkan sampai tetes darah penghabisan. Hanya agar tetap bersama Enver?.
Sejak kapan aku jatuh cinta seperti ini pada Enver?, apa karena aku terperdaya oleh ketampanannya?, atau terperdaya oleh kekayaan Enver yang memanjakannya selama 3 tahun terakhir.
Andai jika perasaan takut pada Enver seperti saat bertemu di pesta atau di belakang gudang sekolah, bertahan sampai saat ini. mungkin saat ini aku bisa berpikir dengan benar. Tanpa harus terperdaya olehnya. Kemelut pertanyaan-pertanyaan itu, kembali memenuhi kepala Jean, saat dia tanpa sadar mencium bibir merah Enver tanpa ragu.
Aku terjebak. Itulah yang Jean simpulkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments