Hari Penjemputan

Keesokan paginya Jean memutuskan untuk tidak masuk sekolah ataupun pulang ke panti. Jean ikut pulang di saat subuh bersama Lisa ke rumah Lisa. Itu karena Lisa tinggal sendirian di sebuah apartemen, Lisa memang berasal dari luar kota, dan merantau sendirian ke daerah itu untuk pendidikan.

Dua hari berlalu, Jean yang merasa takut untuk pergi ke sekolah ataupun pulang ke panti memutuskan menumpang di rumah Lisa.

Jean memikirkan Clara dan Beny yang masih ada di panti, kemungkinan pihak panti mencarinya juga sudah pasti terjadi. Namun Jean yang masih belum memiliki solusi apapun hanya bisa merasa gundah.

Suara pintu apartemen terbuka, Jean yang sedang melamun melihat jam dinding dan menyadari sudah waktunya Lisa pulang.

Jean melihat Lisa menatap Jean ragu sembari masuk, Rani yang ada di belakang Lisa pun memperlihatkan ekspresi yang sama.

“Oh, Rani Kamu ikut kesi..”, ucapan Jean terhenti saat melihat Clara mengikuti di belakang Rani.

“Cl..Clara?”, Jean terbangun dari duduknya, di sofa ruang tengah apartemen Lisa.

“I.. itu, Kupikir dia temanmu dari panti, dia terus mencari mu dua hari ini, jadi aku ajak saja”, jelas Lisa ragu.

“Ayo kita makan dulu saja, aku bawa makanan cukup banyak”, sambung Rani.

Mereka berempat mengunyah makanan dalam diam.

“Apa, pengurus panti memintamu menjemput ku?”, tanya Jean memulai topik.

“Tidak, mereka memang melaporkan kamu menghilang ke kepolisian, karena kamu tidak pergi ke sekolah juga”. Ungkap Clara.

“Aku, hanya saja kupikir kamu sedang punya masalah di panti?, lebih baik ayo pulang dan kita selesaikan”. Clara berbicara dengan hati-hati.

“Atau, kamu tidak pulang karena kamu terus-menerus di ganggu hantu wanita itu?”, pertanyaan Clara bertubi-tubi keluar dari mulutnya.

“Tidak, bukan begitu..”, Jean berbicara dengan ragu, dan kemudian terdiam tanpa bisa menyelesaikannya.

“Malam itu kamu mengajakku kabur bukan?, tapi kenapa kita harus pergi Jean?”, tanya Clara berharap menerima kejelasan.

Lisa dan Rani hanya terdiam mendengarkan, tanpa mencoba ikut campur.

“Ada banyak hal yang belum jelas untuk ku juga, aku hanya.., hanya sangat takut untuk kembali ke panti ataupun pergi ke sekolah”, Jelas Jean. Clara yang mendengar penjelasan itu hanya terdiam menatap Jean, berharap Jean memperjelas alasan Jean tak pulang.

“Panti itu, di sana sangat aneh. Dihari aku pingsan aku melupakan beberapa hal saat bangun dan berpikir aku melihat hantu”, Jelas Jean memutuskan untuk menjelaskan kepada Clara.

“Tapi kemudian aku mulai mengingat kejadian yang sebenarnya terjadi, aku melihat seorang wanita, senior kita di panti. dia terlihat sangat limbung karena sakit. Jadi aku membantunya pergi ke ruang kesehatan. Tapi dokter yang datang malah memintaku berbaring untuk di periksa, dan mengatakan kalau aku sedang sakit. Mendadak tubuhku menggigil seperti orang sakit dan pingsan”. Jelas Jean.

“Hari itu aku tersadar berada di sebuah ruangan yang bukan ruang kesehatan, dokter dan perawat terlihat sangat sibuk mempersiapkan sesuatu. Tubuhku diikat pada kursi. Dokter itu bertanya setengah marah, dia bertanya apakah aku terkontaminasi?, atau suatu hal. Aku tak begitu mengerti apa maksudnya”, penjelasan Jean masih berlanjut.

“Padahal masih lima tahun untuk siap panen, tapi kamu menyimpang”. Dokter itu mengatakan hal itu sebelum kemudian menyuntikan sesuatu ke pergelangan tanganku berkali-kali.”, Jelas Jean dengan nada suara yang agak panik terbawa suasana.

“Clara, karena itulah aku mengajakmu keluar dari sana, di sana sangat mencurigakan. Kita sedang dalam bahaya, ada hal yang mereka sembunyi..”, perkataan Jean yang belum selesai itu terhenti saat Jean melihat Kearah Clara.

“Clara?, kamu kenapa?”. Jean terkejut bercampur panik, begitupun dengan Lisa dan Rani yang baru menyadari keadaan Clara yang mematung tak bergerak. Tubuh Clara mematung kaku, wajahnya pasi , matanya yang terbuka tak berkedip.

“Kenapa?, apa yang harus kita lakukan?”, Lisa yang panik mencari handphonenya bermaksud memanggil nomor darurat untuk meminta bantuan.

Jean yang awalnya mencoba menyadarkan Clara, merebut smartphone di tangan Lisa.

“Siapa yang kamu panggil?, Jangan gegabah!”, ucap Jean sedikit berteriak.

“Kau gila?, kita harus mencari bantuan sebelum terjadi hal yang lebih buruk pada Clara”, Lisa yang ikut berteriak ditengah kepanikan.

“Kamu punya nomor kak Bram?”, tanya Jean sambil mencari kontak Bram di ponsel Lisa tanpa ijin.

“Ada tapi kenapa Bram?”, pertanyaan Lisa yang tidak di gubris Jean, karena Jean sudah lebih dulu menemukan kontaknya dan memencet panggilan.

“Halo.. Lis”, suara dari ponsel Lisa itu dipotong langsung oleh Jean.

“Kak Bram ini aku Jean..”, ucap Jean.

“Jean kamu dimana?, Enver sekarang di panti mencari kamu, tapi kamu tidak ada di sana!” Jelas Bram terburu-buru tanpa mendengarkan perkataan Jean terlebih dahulu.

“Kak, itu.. sebentar..”, ucap Jean yang kemudian melihat kea rah Lisa.

“Lisa, kalau aku memberi tahu alamatmu ke Enver apa tak apa?”, tanya Jean tak enak.

“Bukankah kau bilang Enver juga mencurigakan?, memangnya apa yang ingin kamu lakukan?. Lebih baik kita membawa Clara ke rumah sakit saja, berikan ponselku, biar aku hubungi ambulan” Jelas Lisa yang memiliki pikiran berbeda dengan Jean.

“Tok-tok-tok!!”, suara gedoran pintu terdengar agak keras membuat semua orang kecuali Clara kaget.

“Siapa?, padahal ada bel, kenapa malah mengetik pintu seperti itu”, Rani yang tadinya memegangi tubuh Clara pergi melihat siapa itu dari rekaman keamanan pintu.

“Kak Enver ada di luar!”, teriak Rani kaget.

“Apa, kenapa bisa?”, Lisa yang merasa heran memastikan apa yang di katakana Rani dengan mata kepalanya sendiri.

Sedangkan Jean dengan refleks berlari membuka pintu.

“Jean!, kamu sudah gila?”, teriakan Lisa di tengah kepelikan itu. namun teriakannya percuma, karena Jean sudah terlanjur membuka pintu.

“Jean ayo pergi!”, pinta Enver langsung saat melihat Jean di hadapannya.

“Ti.. tidak, Enver tolong aku..”, pinta Jean menahan rasa takutnya. Dibanding menahan rasa takut, lebih tepatnya Jean tak begitu merasakan rasa takut seperti sebelumnya, karena Jean terlalu khawatir pada kondisi aneh Clara.

“Clara, teman sekamarku mematung, dia sepertinya tak sadarkan diri, kondisinya aneh”, jelas Jean, berharap Enver bisa membantu. Jean sangat yakin kalau kondisi Clara berhubungan dengan Panti.

“Tapi aku bukan dokter, kau tahu itu”, respon tak peduli Enver membuat Jean kecewa karena berharap terlalu banyak.

Jean memutar berjalan hendak meninggalkan Enver dan setuju dengan Lisa untuk menghubungi  ambulan. Namun Enver menahan Jean dengan menarik tangan Jean.

“Aku sedang sibuk, jadi cepat ayo ikut dengan ku sekarang juga”. Ucapan Enver yang memaksa.

“Kenapa?, kenapa aku sangat harus pergi denganmu?, apa kamu sangat membutuhkanku hingga memaksaku untuk ikut denganmu?”, Jean berteriak seperti memaki.

“Kau bahkan tak bisa mengobati Clara, kenapa juga aku harus mengikuti mu?”, Jean meracau karena rasa panik.

Dari lorong arah lift, terlihat Bram yang berlari dengan nafas yang tah beraturan. Di belakang Bram terlihat sekitar 3 orang laki-laki dengan baju seragam berwarna hitam mengikutinya.

Enver yang mengunci pergelangan tangan Jean dengan genggamannya, menatap Jean yang mencoba sekuat tenaga melepaskan diri dari genggaman Enver.

“Periksa kondisi orang yang ada di dalam sana!”, perintah Enver kepada Bram dan 3 orang lainnya membuat Jean yang meronta terdiam menatap Enver.

“Bantu agar kondisinya kembali membaik”. Enver melanjutkan ucapannya. Bram dan 3 orang itu bergegas masuk kedalam apartemen milik Lisa.

“Kau puas?, sekarang ikuti aku dengan tenang”. Pinta Enver sambil menarik Jean.

“Tapi aku bahkan tak tahu bahwa kau benar-benar membantu Clara atau tidak, kalau aku ikut denganmu, bagaimana aku bisa mempercayaimu?”, tuding Jean kepada Enver.

“Kalau kau tak mengikuti ku sekarang, aku tak tau apa yang akan aku lakukan pada teman sekamarmu itu, dan juga dua teman kesayanganmu itu?”, Ucapan Enver membuat Jean tak berkutik.

Jean kembali menyadari sosok menakutkan yang ada di depannya, aura yang dia rasakan saat Enver mengajaknya berbicara di lorong menuju ruang pesta waktu itu. rasa tertekan yang membuat Jean tak bisa melawan, sama seperti saat Enver menghisap darahnya di belakang gudang.

Jean dengan pasrah mengikuti Enver yang sedikit menarik Jean.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!