Sudah seminggu berlalu sejak Jean tinggal di mansion keluarga Valera, sejak percakapan terakhirnya dengan Enver.
“Haahh..!, bisa gila aku!”, teriak Jean yang sudah seminggu hanya termangu di kamarnya, dia tidak pergi ke sekolah, tak ada teman bicara kecuali kak Siska pegawai Enver yang terakhir kali mengantarnya ke kamar itu saat pertama kali datang. Karena cara bicara Siska yang terlalu terkesan professional, yaitu hanya fokus untuk melayani kebutuhan Jean, Jean jadi tak nyaman untuk mengobrol dengan Siska.
Enver yang sangat sulit di temui bahkan belum menemui Jean sejak makan di ruang makan seminggu lalu.
“Haruskah aku berjalan-jalan?”, Jean bergumam sembari bergegas berjalan keluar.
“Nona mau pergi kemana?”, tanya seorang pegawai yang berjaga di pintu kamar Jean.
“Ya tuhaan, kalian masih berdiri disini?, kaki kalian tidak keram terus berdiri seperti itu?”, Ungkap Jean setelah membayangkan bagaimana kakinya sangat pegal jika sedang upacara.
“Ini sudah menjadi tugas kami”, ungkap salah satu dari dua orang perempuan yang berjaga di depan pintu kamar Jean.
“Kenapa kalian mengikuti ku?”, Tanya Jean yang menyadari dua pegawai itu mengikuti Jean.
“Tugas kami adalah untuk tetap berada di dekat nona, agar jika nona membutuhkan sesuatu, kami sudah siap siaga”, Jelas seorang pegawai.
“Saya hanya akan pergi berkeliling ke taman depan, tak usah mengikuti”, Jelas Jean yang merasa tak nyaman.
“Kalau begitu biarkan kami setidaknya berada di sekeliling nona”, pinta pegawai itu.
Jean yang merasa malas untuk beradu argument, hanya melenggang berjalan. Di pintu masuk mansion, Jean melewati dua penjaga laki-laki yang berdiri di sana dengan menggunakan rompi anti peluru dan senapan di tangan mereka.
“Mau kemana?”, tanya salah seorang dari penjaga itu, kepada pegawai wanita yang mengikuti Jean.
“Nona ingin berjalan-jalan di taman depan”, Jelas salah seorang pegawai.
Jean yang mendengar percakapan itu tak peduli dan hanya terus meninggalkan mereka, salah seorang dari penjaga itu terlihat berbicara pada walkie talkie, namun Jean tak begitu mendengar apa yang di ucapkan penjaga itu.
“Memangnya ini markas militer atau gerbong narkoba?, mereka benar-benar berlebihan.” Gerutu Jean yang selintas merasa menjadi seorang tahanan.
Jean berjalan-jalan di area taman yang di penuhi bunga warna-warni, cahaya sore yang kekuningan membuat perasaan Jean merasa menjadi sentimental.
“Aku kangen teman-temanku”, ungkap Jean pada dirinya sendiri.
Karena menikmati jalan-jalannya sore itu, tak terasa Jean berjalan Terlalu Jauh dari Mansion, Mansion masih terlihat jelas walau terhalang pepohonan rindang.
Jean mendengar suara mobil yang mendekat, dengan refleks mencari asal suara itu, dia baru menyadari jalan aspal yang pernah dia lewati saat masuk kearah mansion sebelumnya. Jean melihat mobil yang waktu itu membawanya bersama Enver mendekat dari kejauhan.
“Dia pulang jam segini?”, gumam Jean yang merasa tumben, karena biasanya Enver datang di tengah malam saat dia sudah tidur. Atau bahkan mungkin tak pulang sama sekali?, karena Jean juga tak begitu memastikannya.
“Mau kemana?”, Pertanyaan yang ditanyakan pegawai dan penjaga sebelumnya, terdengar kembali dari arah pintu mobil yang terbuka.
Enver berdiri keluar dari mobil.
“Ayo kembali denganku, jika berjalan membutuhkan 20 menit”, Jelas Enver.
“Tidak terimakasih, Aku masih mau berjalan-jalan”, tolak Jean yang menyadari hari masih belum begitu gelap.
Enver terlihat terdiam, dan kemudian menyuruh sopir untuk pergi terlebih dahulu. Enver menghampiri Jean yang jaraknya sekitar 7 langkah dari jalan. Jean melihat Enver yang menutup hidungnya sambil berjalan mendekati Jean. Jean merasa heran dan mendengus sekeliling, namun tak mencium bau apapun kecuali wangi rumput dan wangi bunga yang tipis.
“Katanya ingin jalan-jalan, tapi kenapa malah diam saja?”, tanya Enver yang terlihat memiliki niat menemani Jean.
“Aku bisa sendiri”, ungkap Jean yang berharap Enver pergi.
Namun Enver yang entah tidak peka atau memang sengaja, hanya diam sambil menatap Jean. Jean yang merasa kalau itu tidak akan berakhir memutuskan untuk berjalan kembali kearah mansion. Dan Enver mengikuti Jean di belakang, sambil terus menutup hidungnya menggunakan tangan.
Jean yang merasa tak nyaman beberapa kali menengok ke arah Enver, dan beberapa kali juga mendengus. Jean tiba tiba berhenti berjalan dan kemudian menciumi ketiaknya dan juga baju yang dia kenakan. Kemudian berbalik melihat kearah Enver yang ada di belakangnya.
“Apa kamu tak suka bau rumput?”, tanya Jean yang masih berusaha berprasangka baik pada Enver.
“Tidak, bau rumput menyegarkan”, Jelas Enver.
“Lalu kenapa kamu menutup hidungmu?, sebelumnya aku beritahukan, aku baru mandi dua jam yang lalu!”,ucap Jean yang merasa tersinggung.
“Ah kamu baru mandi, pantas saja sangat menyengat”, ucap Enver yang membuat Jean menghampiri Enver lebih dekat.
“Apa katamu?, menyengat?, padahal saat kamu meminum darahku, kamu menempel padaku dengan sangat erat sampai aku sesak!, benar-benar menyebalkan!, lepaskan!”, protes Jean yang entah sejak kapan menjadi berani dan bersikap akrab kepada Enver.
“Bukan begitu, hanya saja..”, penjelasan Enver yang tak lengkap itu di karenakan Jean yang memaksa menarik tangan Enver yang menutupi hidung dengan sekuat tenaga. Enver yang tak menyangka apa yang di lakukan Jean itu, dengan mudah tangannya terlepas karena memang tak sempat mempertahankan tangannya.
“Kamu menutup hidungmu karena aku seperti domba untukmu?, apa bau badanku sangat menusuk hidungmu sampai ingin muntah?, dasar!!, katamu kamu manusia yang bermutasi menyerupai Vampir, tapi tingkahmu padaku sudah seperti memperlakukan spesies lain, seperti hewan ternak. Hei hewan peliharaan seperti kucing atau anjing sampai diciumi oleh pemiliknya, setidaknya jangan menunjukan kalau kamu jijik padaku!, kau membuatku kesal di tengah rasa gilaku!..”. Omelan Jean yang tumpah lebih seperti mengeluarkan rasa bosannya yang sudah menumpuk selama satu minggu terakhir.
Namun omelan Jean perlahan terhenti saat Jean menyadari Mata Enver yang berkerlipan merah beberapa kali, pupil mata hitam yang terkadang terlihat berwarna merah jika terkena cahaya itu, kini terlihat seperti menghasilkan cahaya merah. Rona wajah Enver yang tadinya putih agak pucat perlahan memadam.
“Kamu ingin aku menciumi mu seperti kucing dan anjing?”, tanya Enver yang terlihat mencoba untuk tenang.
“Bu,, bukan begitu maksudku. Tapi kamu baik-baik saja?, Kamu kelihatan seperti sedang sakit, Apa karena kamu sedang sakit dan sensitive makanya kamu menutup hidungmu?. Maaf kan aku, silakan tutup lagi hidungmu”, Celoteh Jean yang merasakan firasat buruk saat melihat perubahan rona Enver.
Jean yang merasa tak nyaman berniat kembali berjalan kearah mansion, namun terlambat karena Enver sudah memeluknya bahkan sebelum Jean berbalik membelakangi Enver.
“E.. Enver tenanglah, a.. aku sebenarnya belum mandi sejak kemarin (bohong), Jadi leherku pasti penuh dengan daki, kamu pasti akan muntah karena jijik kalau menjilatinya sekarang, haha”, Ucapan Jean yang terdengar memelas itu hanya di balas debaran jantung Enver yang berderu kencang, cukup untuk didengar jelas oleh Jean.
“I ini berbahaya, tapi kamu harus menanggungnya, karena inipun salahmu sejak awal”, ucap Enver yang seperti sedang menahan hasrat yang hampir meluap.
“Tak bisakah diolesi dulu alcohol, agar tidak terlalu sakit saat taringmu merobek kulitku, itu agak sakit, kau tahu?”, tanya Jean yang ingat sensasi aneh tak nyaman yang ia rasakan saat minggu lalu Enver meminum darahnya.
Enver yang sepertinya tidak lagi bisa mendengar ucapan Jean, memangku Jean ke bahunya, yang membuat Jean kaget. Namun rasa kagetnya saat itu bukan lah apa-apa, dibanding saat ia merasakan Jantungnya terasa seperti akan jatuh, dan setelah sensasi yang membuat seluruh tubuhnya seperti membeku karena sengatan itu, Jean menyadari dirinya tidak lagi di taman, Jean berada di ruangan gelap dengan dinding-dinding yang memiliki aura lembab.
Jean melihat cahaya redup, cahaya matahari sore yang malu-malu melewati tirai, yang tak sanggup menerangi seisi ruangan. Tapi pikirannya tak sempat mencerna apa yang terjadi, dan dimana dia saat itu. karena gigitan Enver menyeruak, membuat seluruh tubuhnya merasakan sensasi panas yang aneh.
“Ah..!”, Jean yang yang tak sadar melenguh setiap gigitan Enver berpindah-pindah ke beberapa tempat.
“Hei cukup di satu tempat saja!”, ucap Jean yang menggeliat mencoba melepaskan tubuhnya dari pelukan Enver.
Namun dibanding lepas, mereka hanya terus menerus berjalan mundur, dan saat ada sesuatu yang menghalangi, Jean dan Enver terjatuh di sesuatu yang empuk.
“Kasur?”, pikir Jean yang menyadari bahwa tempat itu adalah sebuah kamar tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments