Pagi menuju siang hari, Jean duduk dengan kaki yang bergoyang tak tenang. Tangannya berkali-kali mencubit atau mengelupaskan kulit bibirnya.
“Jean kau baik-baik saja?, pergilah ke UKS jika kau merasa kurang sehat!”, Ucap guru yang menyadari wajah pucat Jean.
Jean berdiri dari duduknya.
“Jean, mau ku antar?”, tanya Rani yang berbisik di lengkapi gestur, dari mejanya.
Jean melambaikan telapak tangan yang menghadap ke Rani ke kiri dan ke kanan.
“Hati-hati!”, ucap Rani yang masih berbisik.
Jean berjalan menuju ke UKS, kemudian masuk keruang UKS yang cukup luas, dengan 5 ranjang yang berjajar yang masing-masing terhalang tirai.
Jean berbaring di kasur paling ujung dari pintu masuk dan mencoba untuk tidur. Dengan matanya yang masih setengah terbuka, dia melihat siluet seseorang berjalan perlahan mendekat kearah ranjangnya. Siapa?, guru UKS kah?, pertanyaan itu terngiang di benaknya. Tanpa mempedulikan siapa itu, Jean menutup matanya yang memang sudah sangat berat karena sakit kepalanya.
Tangan yang dingin terasa menyentuh kening Jean yang masih setengah sadar, tangan itu merayap turun menyentuh leher Jean. Jean mencoba membuka matanya dan berniat melihat siapa itu. seseorang berperawakan jangkung terlihat di hadapannya. Tapi tak terlihat seperti guru UKS yang selama ini dia tahu.
Orang itu menarik kursi yang ada di dekat Ranjang Jean, dan kemudian duduk di sana. Jean masih memfokuskan matanya yang masih belum bisa melihat dengan jelas, mencoba memastikan siapa yang ada disampingnya.
“Para bangsat itu menyentuhmu?”, tanya orang itu, yang ternyata seorang laki-laki.
“Haruskah aku bersyukur meski ditengah rasa marah ini?”, pertanyaan kedua dari orang itu membuat Jean semakin ingin membuka mata.
Jean melihat Enver yang memegang pergelangan tangannya, kulit dingin Enver membuat Jean sedikit merinding. Namun Jean tak memiliki cukup tenaga untuk merasakan takut kepada Enver seperti sebelumnya.
Enver kemudian menggigit pergelangan tangan Jean, Jean merasakan tangannya di hisap oleh Enver yang sesekali menatap mata Jean.
Tangan kiri Enver menutup mata Jean, dingin dari tangan Enver itu membuat mata Jean yang terasa berat menjadi nyaman.
“Tenang dan beristirahatlah sebentar, besok lusa di sore hari, aku akan menjemputmu di panti”, Ucapan Enver yang terdengar oleh Jean itu menjadi kalimat penutup, sebelum Jean tertidur lelap dengan perasaan yang cukup nyaman.
“Aku titip roti puding”, suara Rani terdengar samar.
“Ya oke”, jawab Lisa yang kemudian berlalu.
“Kamu sudah bangun?”, tanya Rani yang masuk diantara tirai yang sedikit terbuka.
“Tadi pagi wajahmu benar-benar pucat, harusnya kamu tidak memaksakan diri kalau sedang sakit”, ucap Rani sambil menyerahkan segelas air kepada Jean.
“Aku baik-baik saja, hanya kelelahan. Kau lihat, setelah tidur aku sudah membaik”, jelas Jean yang memang sudah terlihat membaik.
“Tadi aku dengar suara Lisa”, ungkap Jean sambil memutar badannya dan duduk di pinggiran kasur.
“Dia pergi ke kantin”, timpal Rani.
“Susul yuk”, ajak Jean sambil turun dari ranjang untuk berdiri.
“Kamu beneran sudah merasa baik?”, tanya Rani memastikan.
“Iya, aku baik-baik saja”. Jelas Jean.
Rani dan Jean berjalan menuju kantin, untuk menyusul Lisa.
“Eh, kok kalian disini?”, Tanya Lisa yang berpapasan dengan dua temannya di depan kantin.
“Kita makan siang di kantin saja yuk”, ucap Jean kepada Lisa.
“Oh, ya oke, tapi harus diapakan makanan ini?”, Lisa mengangkat satu kantung penuh roti dan cemilan lainnya.
“Itukan cemilan”, ucap Rani yang terkekeh.
Mereka bertiga kemudian mengantri mengambil makan siang, dan duduk di kursi kosong yang tersisa, karena tempat favorit mereka sudah terisi.
Lisa duduk bersampingan dengan Jean, sedangkan rani duduk di hadapan mereka berdua. Lisa yang sedang sedikit mengaduk-aduk nasi dan bersiap memakannya, tak sengaja melihat pergelangan tangan Jean yang terbalut plester yang cukup lebar.
“Apa ini?”, tanya Lisa sembari memegang tangan Jean.
“Oh, bukan apa-apa. Hanya tak sengaja terluka”, Jawab Jean yang mencoba bersikap tenang.
“Jean, kamu tidak melakukan hal aneh kan?”. Tanya Rani serius.
“Apa yang kalian pikirkan?, memangnya hal aneh apa yang bisa kulakukan?” Bantah Jean.
“Haah, Jean. memangnya kamu pikir kita tidak akan menyadari perubahan sikapmu?. Terutama sejak kau mencari kak Enver. Kamu jadi lebih sering melamun. Tak bisakah kamu ceritakan saja kepada kita?, agar setidaknya kita tau apa yang harus kita lakukan untuk membantumu”, Ungkap Lisa mengutarakan unek-uneknya.
Jean terdiam sesaat dan kemudian melahap makanannya tanpa menghiraukan perkataan Lisa.
“Jeaan..”, Lisa yang hampir meledak ditahan oleh Rani yang menggenggam kuat tangan Lisa.
“Kita makan dulu saja”, Ucap Rani mencoba tenang.
Mereka bertiga kemudian memakan makanan mereka masing-masing dalam diam. Keheningan di tengah makan siang itu, benar-benar asing bagi mereka bertiga.
“Bisakah aku menginap di rumah salah satu dari kalian?”, Jean mendadak membuka mulutnya. Lisa dan Rani saling bertatapan tanpa bicara.
“Kamu bilang, kamu mau membantuku. Apa aku salah mengartikan ucapanmu?”, Sambung Jean melihat ke arah Lisa.
“Ya!, ayo kita pesta piyama di rumahku malam ini”, Ucap Rani dengan keras memecah keheningan.
Jean dan Lisa hanya terdiam meneruskan makan siang mereka.
Sepulang sekolah Jean dan Rani duduk di mobil jemputan Rani. Ibu Rani yang mengendarai mobil itu menanyai Jean banyak hal sepanjang perjalanan, dengan maksud mengakrabkan diri dengan teman anaknya. Ditengah obrolan Ibu Rani dan Jean, Rani hanya terdiam melamun. Hingga tak terasa sudah tiba di rumah Rani.
Malam sudah tiba, Rani dan Jean tidur bersebelahan di kasur Rani yang cukup lebar.
“Kamu sangat menyebalkan”, ucap rani tiba-tiba di tengah keheningan.
“Ya, kamu benar”, jawab Jean setelah beberapa saat terdiam.
“Setidaknya minta maaflah besok kepada Lisa, dia mungkin merasa tak di hargai karena kamu tidak menanggapi omelannya”, Jelas Rani yang berbalik memunggungi Jean.
“Rani!!, Temanmu datang!”, teriak ibu Rani sembari mengetuk kamar Rani.
Rani membukakan pintu.
“Kamu datang?”, tanya Rani.
“Ya, Kamu bilang kita akan mengadakan pesta piyama”, balas Lisa yang datang cukup larut.
“Apa ini, masa di pesta piyama jam segini sudah mau tidur”, keluh Lisa saat melihat Jean yang berbaring memunggungi Rani dan Lisa.
“Bukankah setidaknya kita nonton satu film?, lihatlah sekarang baru jam 9 malam!”, Ucap Lisa yang melemparkan tubuhnya ke kasur, yang membuat tubuh Jean ikut bergerak.
Lisa duduk memunggungi Jean di pinggiran kasur, sedangkan Rani mengambil Laptop dari meja belajarnya.
“Mau nonton apa?”, tanya Rani ke Lisa.
“Hmm, Film apa yang bagus ya?” tanya Lisa sambil berpikir.
Rani dan Lisa mengobrol, mencari film bagus yang bisa mereka tonton tanpa menghiraukan Jean yang masih berbaring memunggungi mereka.
“Vampir!”, Ucap Jean yang membuat Rani dan Lisa yang sedang serius mencari Film terdiam sejenak.
“Untuk apa mendengarkan rekomendasi dari orang yang tak berniat ikut nonton!”, ucap Lisa sedikit ketus.
Jean terduduk memperhatikan dua temannya itu.
“Kak Enver adalah vampire”, ucapan absurd Jean membuat kedua temannya tak bisa berkata-kata.
“Dari pada mencoba mencairkan suasana diantara kita, dengan omongan absurd seperti itu, bukankah seharusnya kamu mencoba minta maaf padaku?”, jelas Lisa yang agak kesal.
Jean merangkak mendekati teman temannya, dan duduk menyelinap diantara Rani dan Lisa. Jean menunjukan tangannya yang terbalut plester, yang membuat kedua temannya secara tak sadar kearah tangan Jean.
“Aku tak pernah menempelkan plester di tanganku, ini perbuatan kak Enver”, ucap Jean.
“Apa maksud..”, Rani yang mau menanyakan apa maksud perkataan Jean terdiam saat Jean membuka plester tersebut dari tangannya. Dua lubang bekas gigitan yang masih merah terpampang jelas di sana. Berbeda dengan bekas gigitan ular, diantara dua titik bekas gigitan itu terdapat memar seperti bekas gigitan gigi.
Rani dan Lisa terdiam, “kenapa?, apa ini?”, Lisa berbicara sembari menyentuh pergelangan tangan Jean memastikan kalau itu bukan tato. Lisa yang menyadari kalau bekas gigitan itu nyata, membuat dirinya melupakan rasa kesalnya seketika.
Jean kemudian menceritakan semua yang ia alami dari mulai kejadian di malam pesta, hingga apa yang terjadi di UKS tadi pagi, termasuk keadaan di panti. Lisa dan Rani yang mendengar apa yang di ceritakan Jean, beberapa kali mencoba memahami hal-hal yang agak aneh bagi mereka. Malam itu mereka bergadang, bahkan setelah Jean selesai menjelaskan semuanya. Mereka bertiga berbaring berjajar di kasur, terlentang dan menatap langit-langit kamar, tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments