Sesaat dia menjadi linglung.
"Belum terlambat bagimu untuk pergi"
Maribel mengangkat kepalanya dan tatapannya bertemu dengan mata hitam pria itu yang besar dan sedingin batu pualam. Jantungnya berdebar keras. Terasa itu seperti Medan magnet yang menariknya...
Membuatnya membeku dalam pilihan, "Selama aku tidak melanggarnya aku akan baik-baik saja bukan?"
"Ya"
"Ini bukan sekte atau—"
"Bukan sama sekali"
"Beri aku sedikit kata kunci"
"..."
"Bagaimanapun hidupku dipertaruhkan disini"
Aldrich menarik nafas dan menghelanya. Matanya berkilat dingin, menatap betapa gigihnya gadis itu, "Sepertinya kau sangat membutuhkan pekerjaan ini ya"
Melihat penampilan sederhana nya, baju kaos tipis bewarna putih dengan gambar hati besar di tengahnya dan celana longgar bermotif kan kulit zebra yang hitam putih. Sepertinya dia gadis yang sangat kekurangan uang.
Dia pernah menjadi orang miskin sebelumnya. Hidup dengan penuh kekurangan bersama ibunya yang dulu hanya bekerja keras sebagai pelayan bar untuk menghidupi dirinya. Itu sudah dulu sekali, tapi dia masih mengingatnya.
Mengenang itu, dia pun berbaik hati.
"Baik, akan ku beri sedikit kata kunci"
Aldrich sama sekali tidak tau. Biarpun apa yang dikenakan Maribel itu terlihat seperti baju biasa. Padahal nyatanya itu berharga jutaan. Sebagai putri yang terlahir dari keluarga kaya, pakaian sepolos dan sesederhana apapun miliknya, itu memiliki harga yang tidak dapat di anggap murah.
Maribel tersenyum agak lega, "Kalau begitu katakan. Sebenarnya pernjanjian itu soal apa?"
"Ini adalah soal rahasia mengenai identitas diriku"
Maribel sedikit tertegun. Baik, dia mengerti itu adalah soal rahasianya dan dapat sedikit menjadi tenang. Tapi biar bagaimanapun soal perjanjian darah yang dikatakannya...
Itu sangat tidak masuk akal. Dipikirkan bagaimana pun, dia sama sekali tidak mengerti bagaimana pernjanjian tersebut bekerja. Apa ini ada kena mengena dengan ilmu hitam?
"Tapi... perjanjian yang kau katakan itu. Apa bersifat sesuatu seperti magis?"
Aldrich menjilat bibir bawahnya, menatap dalam gadis didepannya itu. Melihat dari caranya mempertanyakan sesuatu, terlihat sekali dia jenis pemikir yang sangat dalam. Dengan sifat analitik nya yang seperti itu, tidak buruk jika bekerja sebagai pelayannya.
Sejauh ini, itulah nilai plus yang diberikan Aldrich untuk Maribel.
"Sulit ku katakan. Mungkin seperti itu tapi sepertinya juga bukan" Aldrich memberikan jawaban yang ambigu.
Membuat Maribel mengerutkan keningnya dalam. Biar begitu dia tetap mengambil keputusan, "Baiklah, kalau begitu akan aku lakukan"
Maribel tidak tau rahasia identitas apa yang dimiliki pria tampan itu sampai membuat pernjanjian sedemikian rupa tentang hidup dan mati.
Apakah itu dia putra haram seorang pengusaha kaya? Atau barangkali penerus satu-satunya keluarga mafia. Entahlah, dia tak dapat menebaknya. Tapi yang jelas dia akan segera mengetahuinya setelah melakukan pernjanjian tersebut.
'Bagaimanapun aku mengejar pria yang kelak akan menjadi pendamping hidupku'
'Jadi, sudah seharusnya aku harus mengetahui identitas nya bukan?'
Memikirkan itu, tanpa sadar Maribel tersenyum.
Aldrich yang melihatnya mengerutkan keningnya, "Kau sedang tersenyum kenapa?" Perasaan dia tidak mengatakan sesuatu yang lucu.
Maribel cepat-cepat menggeleng, "Bukan apa-apa"
"Kalau begitu langsung saja lakukan"
"Lakukan apa?"
"Lukai jarimu"
"Ah, ya. Ha..haa aku hampir saja melupakannya" Maribel merasa dirinya sedikit konyol. Tidak mengira seorang tamatan S2 luar negri sepertinya, terlebih lagi sebagai CEO wanita muda dengan kekayaan yang mumpuni, akan melangkah sedemikian rupa untuk mengejar seorang pria.
'Haa, apa aku sudah dibutakan oleh ketampanannya?' Sekilas Maribel melirik kearah pria berambut kuning jagung itu. Dia bertanya-tanya bagaimana indahnya penampilan pria itu terlihat jika dia berdiri di bawah sinar cerah matahari.
Rambut kuning jagungnya pasti akan bersinar. Apa itu akan seperti cahaya kuningnya kunang-kunang?
Dan lagi, kulit putihnya yang pucat pasti akan lebih hidup. Apa dengan begitu ketampanannya akan terasa sedikit hangat?
Aldrich mengerutkan keningnya mendapati gadis didepannya itu malah jatuh dalam lamunan memandangi dirinya. Tidak diragukan lagi, dia pasti terpesona oleh ketampanannya.
'Huh, tidak di Merland dan tidak pun di sini, ketampanan ku memang menjadi masalah bagi para gadis'
Jika Maribel mendengar apa yang dipikirkan Aldrich itu, mungkinkah dia akan menjadi jijik dengan pembawaannya yang cukup narsis?
Tak!
Aldrich tampak menjentikkan jarinya. Menyadarkan gadis itu dari lamunan, "Sudah puas melihat?"
"Huh?" Maribel terkejut dan sedetik kemudian separuh wajahnya langsung memerah malu.
Dia menggigit bibir bawahnya, mengutuk kekonyolannya.
"Itu.. apakah kau memiliki sesuatu yang tajam?"
"..." Aldrich tampak mengangkat salah satu alisnya.
"Bagaimanapun, aku tidak mungkin melukai jariku dengan taring kan?" Maribel tertawa canggung, "Gigi taring ku yang tumpul hanya akan sakit jika melakukannya"
"Jadi jika tajam menurut mu tidak akan sakit?"
Sesaat Maribel menjadi bingung dengan pertanyaannya.
"Tetap saja sakit. Hanya karena lebih cepat membuat berdarah, itu tidak akan seberapa menyiksa jika menggunakan yang tumpul"
Aldrich mengangguk mengerti, "Taring ku cukup tajam, kau ingin menggunakannya?"
"Hah?" Jantung Maribel nyaris hampir melompat keluar saking kagetnya.
Yang benar saja, dia menawarkan taringnya.
"Haha... memangnya seberapa tajam itu. Tetap saja selama kau bukan makhluk mitologi seperti drakula ataupun vampir, itu tak akan bekerja"
"Ulurkan tangan mu"
"Huh?"
"Cepatlah"
Sedikit gugup, Maribel mengulurkan tangannya. Pria itu datang meraih jari telunjuknya dan dia dapat merasakan sentuhan kulitnya yang agak dingin itu melapisi kulitnya yang hangat.
Bulu mata Maribel berkibar keras saat mendapati pria itu telah membungkuk lebih ke depan dan mendorong masuk jari telunjuknya ke dalam mulutnya.
Jantungnya pun berdebar keras.
'Dia..apa dia akan menggigit jari ku dengan taringnya?'
Samar-samar hawa rongga mulut pria itu telah menyelimuti jari telunjuknya. Ketika ujung jari telunjuknya yang lentik itu di tekan ke atas gigi taringnya. Nafas beratnya naik ke permukaan.
"Pejamkan matamu" Dia berbicara dengan menahan telunjuknya di atas taringnya.
Maribel mengangguk dan memejamkan matanya dengan jantung yang berdentum hebat.
Saat itu taring vampir nya Aldrich mencuat tinggi ke atas dan menggigit keras ujung jari telunjuk gadis itu.
Sontak Maribel menjerit keras, "Aa..."
Darah segar memancar. Aldrich langsung melepaskan jari telunjuk gadis itu. Kemudian dia langsung menggigit jari telunjuknya.
"Sekarang kau sudah bisa membuka matamu" Gigi taring Aldrich sudah normal kembali seperti manusia pada umumnya.
Maribel membuka matanya dengan perasaan meringis. Dia tertegun melihat ujung jari telunjuknya yang sudah mengeluarkan darah segar. Begitu cepat. Sepertinya pria itu tidak berbohong soal taringnya yang tajam.
Aldrich tidak melepaskan jari telunjuk gadis itu. Dia menempeli nya dengan jari telunjuknya yang juga berdarah. Seperti itu darah mereka bertemu dan bercampur, "Baik, sekarang pernjanjian darah antara kita sudah terjalin"
Maribel tampak mengedip-ngedip kan matanya, "Sudah? Begitu saja?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments