Dia dapat merasakan kedua telapak tangannya yang berkeringat dingin dan detak jantungnya yang berdegup begitu kencang memikirkan apa yang telah dia lakukan tadi ruang rapat perusahaan.
Tok..tok..
Maribel mendapati kaca jendela mobilnya di ketuk dari luar. Dia memencet tombol dan kaca pun perlahan turun ke bawah, "Ada apa?"
Tampak diluar sana Callie membungkuk di depan, "Anda sudah akan pergi sekarang Bu?" Tanyanya sopan, "Saya ingin melaporkan terkait jadwal—"
"Batalkan semua jadwal yang saya miliki hari ini. Saya ingin pergi ke sesuatu tempat" Potong Maribel.
Callie mengulum bibir bawahnya ke dalam, "Itu..sebenarnya saya baru saja akan mengatakan kalau anda sama sekali tidak memiliki jadwal apapun untuk hari ini Bu"
"Ya?"
'Bagaimana mungkin?'
Maribel justru mengira jadwalnya akan sangat padat mengingat banyak hal yang harus diurusnya.
Callie tersenyum pahit, "Sepertinya awal perjalanan anda akan berat"
Dia tidak mendapatkan laporan apapun terkait agenda rapat dan sepertinya itu di sengaja. Callie menebak itu karena orang-orang di perusahaan masih belum mengakui Maribel sebagai ketua perusahaan yang baru.
Maribel tersenyum getir, tentu saja dia menyadari hal itu.
"Karena kau sekretaris pribadi ku, kau pasti tau apa yang harus kau lakukan, bukan?"
Callie tersenyum klise dan mengedipkan matanya, "Tentu saja bu. Saya akan mengikuti ritme kerja anda, mencoba memahami kinerja anda dan menyesuaikan gaya kepemimpinan anda sebaik mungkin. Jadi anda tidak perlu menyesal karena sudah merekrut saya"
Maribel tersenyum puas, "Baguslah. Kalau begitu aku pergi" Maribel memasang sabuk pengaman nya dan melongok keluar, "Jangan lupa laporkan hasil kinerja mu hari ini padaku"
"Siap Bu"
"Hancurkan saja orang-orang yang mencoba menekan mu, kau dapat memanfaatkan namaku jika perlu"
"Saya mengerti"
Dengan begitu Maribel menyalakan mesin mobil, menancap gas dan bergegas pergi meninggalkan area perusahaan.
Itu padahal masih pagi dan bahkan matahari belum berada dalam posisi tegaknya. Tapi Maribel sudah merasa begitu lelah, seakan energinya tersedot habis oleh para tetua yang dihadapinya di ruang rapat.
"Haa, sejujurnya mereka lumayan menyeramkan"
......................
Maribel memarkirkan mobilnya di depan halaman vila keluarga nya.
Lokasi vila tersebut berada di pelosok desa. Hanya posisinya agak jauh dari rumah-rumah penduduk karena letaknya yang tersendiri dan cukup dekat dengan hutan.
Vila itu di beli oleh ayahnya sebagai hadiah untuk ulang tahun ibunya. Sejak itu, mereka sering datang berkunjung ke tempat itu di akhir pekan untuk berpiknik di tepi danau yang ada di dalam hutan. Dia ingat ayahnya berkata selama tidak melewati perbatasan yang dipagari oleh polisi hutan, mereka tidak perlu khawatir akan bertemu dengan hewan buas. Sederhananya, selama tidak memasuki ke pedalaman hutan tersebut, maka akan aman-aman saja.
Maribel sengaja datang ke tempat itu untuk menenangkan pikirannya.
Dia berjalan dari vila nya menuju hutan sambil mengingat-ingat jalan yang harus diambilnya hingga mencapai danau yang dulu sering menjadi titik tempat buat keluarga kecilnya berpiknik.
Pohon-pohon menjulang tinggi di atasnya. Mereka bergoyang di tiup angin dan gemericik dedaunan yang bertabrakan bagai melodi yang mengiringi tiap langkah nya. Maribel menarik nafas dalam-dalam, mengambil energi positif dari alam yang mendamaikan dan menghelanya perlahan.
Dia terus berjalan hingga sepasang matanya tersenyum senang ketika menjumpai danau yang dimaksud nya sudah ada tepat di depan mata.
Tapi tiba-tiba sebuah ular jatuh keatas tubuhnya. Refleks Maribel berteriak ketakutan dan melompat-lompat menyapu ular tersebut dari atas pundak nya.
Ular tersebut jatuh ke atas tanah dan malah mematuk betisnya. Maribel seketika menegang di posisinya berdiri. Tak lama setelahnya dia jatuh dan roboh di tanah.
"Akh.. sakit" Maribel memegang kaki kirinya yang sudah berat seperti mati rasa.
"Dasar bodoh!"
Umpatan seorang pria yang entah datang dari mana, begitu saja mengetuk indera pendengarannya. Maribel mendongak ke asal suara dengan ekspresi terkejut bercampur rasa sakit di wajahnya, melihat ke sosok tersebut. Itu seorang pria dengan tinggi berkisar 180 cm. Mengenakan mode pakaian yang cocok di musim dingin. Mantel hitam panjang selutut dan dalaman baju kemeja berkerah tinggi.
Padahal mode pakaian seperti itu sangat tidak cocok di cuaca panas seperti ini.
Rambutnya yang bewarna kuning jagung itu sangat asing di kota J yang mayoritasnya berambut hitam dan coklat. Kulitnya begitu putih hingga memperjelas urat-urat hijau yang ada di sekitar wajah nya terbilang sangat tampan.
Saat dia membungkuk, wajah tampan itu semakin jelas, "Apa kau tidak tau langkah pertama yang harus diambil ketika terkena gigitan ular?"
Maribel menggeleng sambil menggigit bibir bawahnya. Dia memegang kaki kirinya yang sudah seperti mati rasa sebagian.
"Tanggalkan pakaian luar mu"
"B-buat apa?"
"Cepatlah!" Suaranya terdengar tak sabar.
Maribel melepas jas merah muda nya, membiarkan lengan putih nya yang halus terkuak karena lengan baju dalamnya yang pendek.
"Ini"
Pria itu mengambil jas tersebut dari tangannya dan dengan cekatan mengikat kaki kirinya dengan itu, tepat di bagian atas betis nya yang terkena gigitan ular.
Srek!
"Aw" Maribel mengaduh sakit merasakan ikatan yang mengikat kakinya itu cukup kuat.
Dia mendengar suara acuh tak acuh pria itu berbicara, "Ini dilakukan untuk mencegah racun ular yang menggigit mu tadi itu menyebar"
Maribel hanya mengedipkan matanya, gugup memandangi raut wajah tampan pria itu.
"Aku akan mengeluarkan racunnya, bertahan lah! Ini akan sedikit sakit"
"En" Maribel mengangguk, mempersiapkan dirinya.
Apa dia akan mengeluarkan darah beracun tersebut dengan mengisap nya?
Saat itu Maribel menyaksikan pria itu bertekuk lutut di tanah, membungkuk kan badannya hingga wajahnya berada tepat di depan betis nya yang memiliki dua lubang berdarah dan itu sudah membiru.
Maribel tertegun saat menyaksikan taring tajam mencuat dari mulut pria itu. Dari bentuk ketajaman dan ukurannya, itu sama sekali tidak mirip seperti taring manusia normal.
Ketika dia mengedipkan matanya mencoba memastikan, dia mendapati pria itu sudah menancap kan taring tajamnya itu tepat di bekas gigitan ular tadi dan dia tidak tahan untuk tidak menjerit.
"Aakh sakit.."
"Uuu sakittt.."
"Akhhh"
Maribel merasa seperti benda tumpul yang cukup tajam baru saja mengoyak daging di tubuhnya. Lalu kemudian dia merasakan sesuatu yang lunak dan panas datang menghisap betisnya, saat itu dia mendesis sakit.
Pria itu tampak menggembung kan pipinya menampung sesuatu dan memuntahinya ke tanah. Maribel melihat itu adalah seteguk darah miliknya yang sedikit menghitam.
Pria itu menghisap di bagian lukanya, menggembung kan pipinya dan memuntahkan isi dalam mulutnya ke tanah. Pria itu terus mengulangi hal tersebut dan dalam kurun waktu itu Maribel menjepit alisnya sambil terus mengiris nyeri.
"Sepertinya sudah tidak ada lagi racun" Pria itu menyapu bersih sisa darah yang ada di sudut bibirnya. Gerakannya yang biasa itu tapi menjadi cukup luar biasa di mata Maribel.
"Tapi untuk memastikan, kau harus pergi ke rumah sakit"
Pria itu bangun dan membersihkan sisa-sisa tanah dan daun kering yang mengotori pakaiannya.
Maribel menatap pada pria itu tak berkedip. Hatinya yang berdesir manis, membuatnya sadar. Dia telah jatuh hati pada pandangan pertama terhadap penolong nya itu.
"Aku pergi"
Maribel tidak mengizinkannya. Secepatnya dia meraih ujung mantel pria itu, menahannya.
Pria tampan yang berkulit putih pucat itu berbalik dan menatapnya dalam, "Ada apa lagi?"
"Bisa tolong bawa aku ke rumah sakit?"
Pria itu tampak menautkan alisnya.
"Ku mohon, tolong ya...?"
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Sergiy Karasyuk Lucy S.K.L.
Semangat Thooor 😎👍
2023-03-27
3